WTP ? Bebas Korupsi

Umar SholahudinOleh : Umar Sholahudin
Mahasiswa S-3 FISIP Unair, Dosen Sosiologi Unmuh Surabaya

Pengelolaan keuangan daerah hendaknya mencerminkan satu prinsip dasar penegakkan transparansi dan akuntabilitas publik yang tinggidan kredibel dalam setiap tahapannya, baik pada saat perencanaan, pelaksanaan, pengawasan maupun pertanggungjawabannya. Oleh karena itu prinsip transparansi dan akuntabilitas publik harus ditegakkan kepada seluruh lembaga pengguna anggaran pemerintah daerah yang bekerja di atas legalitas dan legitimasi masyarakat.
Salah satu tujuan utama diberlakukannya otonomi daerah adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah (UU No. 32/2004 pasal 2 ayat 3). Dan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, salah satu solusinya adalah dengan meningkatkan kinerja pengelolaan keuangan daerah. Dan kinerja keuangan daerah ini akan terkait dengan perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pertanggungjawaban APBD. Bagaimana manajemen keuangan daerah dapat dikelola secara efektif, efisiensi, dan produktif sehingga dapat menghadirkan kesejahteraan masyarakat yang lebih baik dan berkualitas.
Karena itu, untuk menilai laporan realisasi APBD suatu daerah, bukanlah sekedar menilai aktifitas teknis untuk menghitung masukan (input) dana, proses pengelolaan, dan efektifitas maupun efisiensi anggaran. Lebih dari itu, juga untuk menelaah tingkat transparansi dan akuntabilitas yang dijiwai semangat kejujuran pengelola keuangan dan pemajuan kapasitas fiskal daerah.
WTP ? bebas korupsi
Puncak dari kerja dan kinerja pengelolaan keuangan daerah adalah penilaian Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang resmi, yakni dari Badan Pemeriksa (BPK). Setiap daerah kabupaten/kota dan propinsi pasti menginginkan dan sangat berharap LHP dari BPK atas kinerja keuangan daerahnya berbuah manis dan mendapat penialian yang terbaik. Setidaknya ada empat kriteria penialian, yakni kesesuaian dengan standart akuntansi; kecukupan pengungkapan (adequate disclosures); kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan; dan efektivitas sistem pengendalian intern. Atas empat krieria tersebut, BPK mengeluarkan empat jenis opini (mulai yang terbaik sampai penilaian terburuk sesuai urutan) atas pengelolaan keuangan daerah, yakni Unqualified Opinion atau Wajah Tanpa Pengecualian (WTP); opini qualified opinionatau Wajar Dengan Pengecualian (WDP); Opini Tidak Wajar (adversed opinian); dan penyataan menolak memberikan opini (disclaimer of opinion)
Setiap daerah pasti berharap dan berkeinginan mendaoatkan penilaian dengan opini Wajar Tanpa Pengecuaalian (WTP). Ketika mendapatkan “raport” dari BPK dengan opini WTP, hampir sebagian besar daerah menyambutnya suka ria, bahwa kinerja keuangan daerahnya sangat bagus, dan yang saking gembiranya, sebagian mereka salah kaprah dalam memaknai opini WTP, bahwa pengelolaan keuangannya sudah bagus dan bebas dari tindak penyimpangan atau bahkan korupsi. Mereka berharap dengan opini WTP, ada efek ekonomic yang bisa diperoleh daerah yakni, reward dari pemerintah pesat berupa kepercayaan yang begitu tinggi, yang dibalas dengan penambahan dana alokasi khusus dan umum (DAK dan DAU). Akan tetapi, apakah dengan memperoleh opini WTP dengan begitu tidak ada penyimpangan atau bebas korupsi?
Meskipun berpredikat WTP, bukan berarti laporan keuangan daerah tersebut memiliki kesempurnaan dan bersih dari penyelewengan dan bahkan korupsi. Selain itu, prestasi seperti itu sebenarnya bukan prestasi yang luar biasa. Sebab, predikat itu hanyalah predikat yang wajar, dan wajar berarti biasa saja. Kualitas penyelenggarakan yang wajar seharusnya menjadi standar minimal bagi pelaksanaan APBD, dan bukan menjadi standar yang maksimal sehingga seolah-olah menjadi capaian prestasi yang luar biasa. Karena itu LHP BKP tersebut patut kita cermati dan kritisi secara lebih objektif dan proporsional.
Saat sudah cukup banyak daerah kab/kota dan propinsi yang mendapatkan predikat WTP, tapi kok kepala daerah atau pejabatnya terkena kasus korupsi. Terbaru adalah Kabupaten Sleman, tahun 2016 Kabupaten Sleman mendapatkan predikat WTP untuk kinerja APBD 2015. Sebelumnya Kabupaten Bayuasin juga mendapatkan opini WTP, tapi juga kena kasus korupsi, termasuk Pemprop Jawa Timur; tahun anggaran 2013 mendapat penilaian WTP tapi BPK menemukan adanya dugaan penyelewengan anggaran di dua instansi senilai Rp 50 milyar, yakni Biro Perekonomian (Rp 29 milyar), dan Biro Sumber Daya Alam (Rp 21 milyar). Modus penyelewengannya; penggunaan anggaran yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, dengan berbagai pengeluaran anggaran yang tidak disertai bukti atau bukti tidak relevan, dan beberapa daerah lainnya, WTP tapi kena kasus korupsi. Dari kasus ini, semakin menegaskan bahwa ternayata tak ada jaminan bagi daerah maupun kepala daerahnya yang meraih WTP akan terbebas dari kasus korupsi.
Mengutip pernyataan seorang pejabat BPKP, ketika di sebuah seminar, “jadi opini yang menyatakan wajar penerima WTP itu sudah bebas dari korupsi sangat keliru karena belum tentu praih WTP itu tidak tersangkut korupsi”. Mengapa demikian, karena pemeriksaan BPK lebih mengejar aspek formil daripada materiil, dan BPK mengaudit secara acak atau pakai sistem sampling, kemudian dikeluarkan opini. Karena pakai sampling, potensi “mempermainkan” sampling pun sangat terbuka; hanya sampling-sampling yang baik-baik saja yang dipakai, karena itu wajar jika keluarnnya WTP.
Karena itu, mestinya pemerintah daerah tidak terjebak pada perburuan opini WTP semata, karena akuntabilitas keuangan daerah yang ditunjukan dalam LHP BPK baru sebatas kewajaran formil-adminsitratif, yaitu pemenuhan kebutuhan untuk menyajikan dan mengungkap laporan keuangan serta keterandalan sumbernya. Sementara masalah efektivitas dan dampak alokasi anggaran terhadap tingkat kesejahteraan warga masyarakat masih harus mendapatkan kajian dan perhatian bersama. Terpentiang dari sekedar WTP adalah bagaimana pengelolaan keuangan daerah dapat meningkatkan kesejahteraan warga masyarakat dengan indikator kuantitatif dan kualitatif yang kredibel, yakni angka kemiskinan dan pengangguran menururn, pertumbuhan ekonomi yang inklusif, IPM yang meningkat, disparitas wilayah yang semakin mengecil, dan ketimpangan pendapatan masyarakat (indeks gini) yang semakin mengecil.

                                                                                                        ——— *** ———-

Rate this article!
WTP ? Bebas Korupsi,5 / 5 ( 1votes )
Tags: