Wujudkan Anak Sehat dan Cerdas, Bumi Sehat

Membaca Pesan Pekan Menyusui Sedunia

Oleh :
Irma Dian Permata,S.KM.,M.Kes
Praktisi Bidang Promosi Kesehatan Rumah Sakit (PKRS)
Staf Hukmas Pemasaran dan Promosi Kesehatan Rumah Sakit RSU Haji Surabaya.

Pekan Air Susu Ibu (ASI) baru saja selesai diperingati 1-7 Agustus yang lalu. Minggu spesial ini sudah diperingati sejak tahun 1992 sebagai gagasan dari lembaga dunia, UNICEF dan WHO. Hal ini bermula dari gagasan tentang pentingnya peran ASI dalam tumbuh kembang serta kesehatan anak. Dengan diperingatinya World Breastfeeding Week setiap tahunnya ini, terus mengingatkan dan mendukung para orang tua di seluruh dunia dalam mensukseskan pemberian ASI eksklusif untuk bayi, setidaknya selama 6 bulan pertama kehidupan bayi. Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan dan ASI lanjutan secara optimal hingga 2 tahun atau lebih merupakan hak mutlak untuk meningkatkan kesehatan bayi. Pemberian ASI mampu mempererat ikatan emosional antara ibu dan anak sehingga diharapkan akan menjadi anak dengan ketahanan pribadi yang mampu mandiri. Namun ada yang berbeda untuk tema pekan menyusui sedunia tahun 2020 kali ini. WHO, UNICEF dan WABA mengaitkannya dengan isu kesehatan lingkungan.

Tema tahun ini adalah“Support breastfeeding for a healthier planet” atau mendukung menyusui dapat membuat bumi lebih sehat. Artinya bahwa bahan baku ASI tidak membutuhkan sumber daya alam, seperti air, timah, dan alumunium foil. Menyusui juga diyakini ramah lingkungan, karena tidak menghasilkan limbah, seperti kardus, kaleng dan limbah lainnya. Lain halnya dengan produksi susu formula. Produksi susu formula untuk bayi dan balita memperburuk kerusakan lingkungan dan dapat menjadi masalah yang seharusnya menjadi perhatian secara global. Produksi susu formula menyumbang sekitar 30% dari gas rumah kaca. Pada tahun 2009, sebuah riset menunjukkan bahwa 550 juta kaleng susu formula bayi menyumbang sampah sebesar 86.000 ton logam dan 364.000 ton kertas setiap tahunnya. Terlebih lagi, tahun 2020 ini, dunia diguncang dengan pandemi Covid-19 yang membuat kita semakin sadar bahwa kesehatan lingkungan sangat berpengaruh besar bagi kehidupan kita. Dari berbagai manfaat ASI, akan tercipta imunitas yang baik bagi anak-anak kita. Dari anak-anak yang tumbuh sehat dan cerdas, akan terwujud pembangunan ekonomi, sosial dan lingkungan yang baik di masa depan.

Menyusui merupakan salah satu investasi terbaik untuk kelangsungan hidup dan meningkatkan kesehatan, perkembangan sosial, serta ekonomi individu. Angka kematian bayi menjadi salah satu indikator penting untuk mengetahui derajat kesehatan di suatu negara, dan bahkan untuk mengukur tingkat kemajuan suatu bangsa. Salah satu cara untuk menekan angka kematian bayi adalah dengan memberikan makanan terbaik, yaitu air susu ibu (ASI). Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan dapat mengurangi hingga 13 persen angka kematian balita. Studi dari The Global Breastfeeding Collective, pada 2017 menunjukkan bahwa satu negara akan mengalami kerugian ekonomi sekitar $300 milyar pertahun akibat rendahnya cakupan ASI Eksklusif yang berdampak pada meningkatnya risiko kematian ibu dan balita serta pembiayaan kesehatan akibat tingginya kejadian diare dan infeksi lainnya. Aksi bersama diperlukan untuk mencapai sasaran World Health Assembly (WHA), yaitu minimal 50% pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pada tahun 2025.

Menyusui telah menunjukkan banyak manfaat untuk pertumbuhan dan perkembangan anak. Menyusui memainkan peran sentral dalam pencegahan stunting serta dalam menurunkan risiko morbiditas dan mortalitas yang disebabkan oleh infeksi. Selain itu, menyusui juga meningkatkan perkembangan kognitif dan mencegah risiko obesitas dan diabetes di masa depan (WHO, 2017; Victora, 2016). Menyusui juga dapat meningkatkan kualitas kedekatan ibu dan bayi yang memiliki dampak panjang bagi kesehatan jiwa dan kemampuan partisipasi sosial anak. Secara ekonomi pemberian ASI berdampak pada efisiensi biaya untuk wanita, keluarga, masyarakat, sistem kesehatan dan negara.

Efisiensi ini diperoleh lewat berkurangnya pengeluaran untuk konsumsi susu formula dan perlengkapannya, pengeluaran untuk pengobatan penyakit baik saat masa masih menyusui bahkan sampai anak mencapai usia dewasa dimana ia tumbuh menjadi anak dengan imunitas yang baik dan tidak rentan terhadap penyakit tidak menular kronis. Namun, secara global tingkat pemberian ASI Eksklusif masih jauh dari mencapai target minimum 50% pada tahun 2025 (WHO, 2017). The Global Breastfeeding Scorecard melaporkan bahwa hanya 40% bayi yang berusia di bawah 6 bulan disusui secara eksklusif dan hanya 23 negara yang mencapai cakupan 60% pemberian ASI eksklusif (WHO,2017). Prevalensi global inisiasi menyusui dini menunjukkan gambaran yang sama, dimana hanya sekitar 42% pada tahun 2017 (UNICEF, 2018).

Di Indonesia, cakupan pemberian ASI Eksklusif juga belum mencapai target yang diharapkan, dalam lima tahun terakhir cakupannya telah menurun dari 38% pada 2013 menjadi 37,5% pada 2018 (Kementerian Kesehatan RI, 2013; Kementerian Kesehatan RI, 2018). ASI Eksklusif adalah titik fokus untuk pencegahan stunting dalam 1000 hari pertama strategi kehidupan yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia, salah satunya adalah melalui program Baduta 2.0.

Pekan menyusui tahun 2020 terasa berbeda karena terjadi di tengah masa pandemi Covid-19. Seberapa besar fokus pemerintah terhadap kesehatan ibu hamil, melahirkan dan bayi yang baru dilahirkan ditengah pandemi Covid-19 tidak bisa diabaikan begitu saja. Terdapat 116 juta bayi yang diperkirakan lahir di bawah bayang-bayang pandemi Covid-19.

Indonesia termasuk dalam negara dengan jumlah kelahiran tertinggi selama 9 bulan sejak deklarasi pandemi oleh WHO yaitu 4 juta kelahiran. Di atasnya ada India (20,1 juta), Tiongkok (13,5 juta), Nigeria (6,4 juta), dan Pakistan (5 juta). Mayoritas negara-negara ini memiliki tingkat kematian neonatus yang tinggi, bahkan sebelum pandemi dan mungkin terjadi peningkatan kasus kematian seiring bertambahnya kasus Covid-19. Ibu baru, bayi baru lahir, dan keluarga disambut situasi yang belum pernah terjadi sebelumnya. Bukan hanya saat persalinan, tapi juga bagaimana memberikan perawatan optimal bagi bayi, termasuk pemberian ASI. ASI menjadi hak semua bayi, dimulai dari layanan IMD (inisiasi menyusui dini) bagi bayi baru lahir. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama kehidupan, diikuti pemberian ASI berkelanjutan, setidaknya dua tahun dengan makanan pendamping yang sesuai. Layanan IMD, rawat gabung bagi ibu dan bayi, serta kepastian pemberian ASI terbukti meningkatkan kelangsungan hidup neonatus.

Kekhawatiran muncul saat Covid-19 mulai menjadi pandemi. Pertanyaan tentang penularan virus SARS-CoV-2 kepada bayi atau anak melalui menyusui dan ASI sering disampaikan. Rekomendasi pemberian ASI dan kontak ibu-bayi harus didasarkan pada pertimbangan panjang. Tidak hanya penularan Covid-19 pada bayi akibat ASI atau proses menyusui. Tapi juga risiko morbiditas dan mortalitas yang terkait dengan penggunaan susu formula yang tidak tepat. WHO dan Unicef membuat pedoman sementara tentang Covid-19 dan menyusui. Inisiasi menyusui dini harus diberikan jika ibu tidak menunjukkan Covid-19 . Ini salah satu cara signifikan untuk mencapai keberhasilan pemberian ASI eksklusif. Sayangnya, rekomendasi tidak sepenuhnya diikuti oleh fasilitas perawatan kesehatan. Ada kekhawatiran di era pandemi ini akibat sosialisasi belum berjalan baik. Di sisi lain, ibu baru pun meragukan kesehatan bayi mereka dan tidak berani memberi ASI. Terutama mereka yang telah dikonfirmasi positif Covid-19 . Pandemi menyebabkan kecemasan bagi para ibu baru untuk mengasuh bayi mereka. Ibu baru dapat menderita sindrom baby blues dan depresi pasca melahirkan karena alasan psikologis. Ada hubungan antara psikologis ibu dan produksi ASI yang lancar. Menjawab keprihatinan ini, WHO telah merilis pernyataan bahwa ASI aman. Ibu boleh memberikan ASI bagi bayi mereka karena manfaat menyusui lebih besar daripada risiko infeksi Covid-19 . Selain itu, tidak ada bukti yang signifikan bahwa virus ditemukan dalam ASI.

Setiap bayi yang baru dilahirkan memiliki hak penuh terhadap ASI ibunya. Oleh karena itu, upaya dalam menjaga hak ASI harus terus dilakukan. Ada 3 aspek yang harus dilakukan baik intervensi terhadap masyarakat, petugas kesehatan di fasilitas kesehatan maupun dalam tatanan keluarga. Dalam masyarakat,pentingnya terus melakukan edukasi tentang manfaat pemberian ASI eksklusif untuk bayi (juga melanjutkan hingga 2 tahun) dan meyakinkan ASI tidak menularkan Covid-19 pada bayi. Selain itu juga dengan memperkuat peran tenaga kesehatan dan layanan kesehatan dalam menyebarkan informasi yang benar. Selama ini pemerintah belum memberi banyak perhatian tentang kesehatan ibu dan bayi saat Covid-19 . Bidan, dokter umum, dokter kandungan, dan dokter anak sebaiknya mendapatkan pelatihan khusus tentang ini.

Dalam tatanan keluarga dapat dilakukan dengan cara memaksimalkan peran keluarga untuk mendukung ibu dalam memberikan ASI. Kegagalan pemberian ASI sering disebabkan mitos tentang ASI tidak cukup, bayi rewel, dan menangis terus yang kemudian diselesaikan dengan pemberian susu formula. Sosok breastfeeding father atau ayah ASI semakin dibutuhkan dalam situasi pandemi ini. Ibu bisa mengalami kelelahan fisik dan psikis, baik pasca melahirkan maupun kondisi terkait pandemi (krisis finansial, di rumah saja, takut terinfeksi). Hormon oksitosin yang berperan dalam mengalir lancarnya ASI akan turun. Akibatnya, ASI terproduksi banyak, tapi tak bisa mengalir deras, bahkan terjadi bendungan ASI. Situasi ini pun membuat psikis semakin terganggu.

Di sini peran ayah sangat penting dalam mendukung dan memberi motivasi terhadap ibu menyusui.Dalam hal ini, yang tak kalah pentingnya adalah peran ibu sendiri yang sedang menyusui. Pentingnya tetap melindungi diri dari paparan Covid-19. Selalu menerapkan protokol kesehatan dengan menghindari pertemuan fisik dengan orang lain jika tidak terlalu mendesak, memakai masker dan pelindung wajah, rajin mencuci tangan, dan selalu menjaga jarak bila bertemu orang lain. Ibu juga harus bisa memonitor diri mereka sendiri apabila menemukan gejala Covid-19. Misalnya, demam, gejala infeksi saluran napas, sesak nafas, nafsu makan menurun atau terjadi diare, anosmia (tidak dapat membau), atau pusing berkepanjangan. Jika hal tersebut terjadi, maka segera memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan terdekat.

———— *** ————-

Tags: