Wujudkan Ekosistem Digital Ramah Anak

Anak-anak adalah pelopor dan pelapor, sekaligus ujung tombak perjuangan pengaduan kekerasan. Oleh sebab itu, kini saatnya upaya dan perencanaan yang berkualitas untuk menurunkan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak, serta meningkatkan capaian pembangunan perlindungan anak penting untuk terwujudkan. Pasalnya, sampai saat ini anak-anak masih menjadi kelompok yang rentan terhadap risiko kekerasan termasuk di ranah siber. Terlebih, berkembangnya teknologi digital kerap dimanfaatkan pihak-pihak tidak bertanggung jawab akan adiksi internet, pornografi, hingga eksploitasi dan kekerasan berbasis online.

Banyaknya kejahatan berbasis daring (online) yang menyerang anak-anak, sehingga membuat anak-anak menjadi kelompok rentan di dunia maya. Berdasarkan data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) pada 2021, terdapat setidaknya 345 anak menjadi korban pornografi berbasis daring dan kejahatan siber (cybercrime). Lebih lanjut, tercatat 19 anak menjadi pelaku pornografi berbasis daring. Begitupun, angka laporan kasus kekerasan terhadap anak tercatat meningkat dari 11.057 pada 2019, 11.278 kasus pada 2020, dan menjadi 14.517 kasus pada 2021, (sindonews.com, 22/2/2022).

Itu artinya, kejahatan-kejahatan seksual berbasis online seperti child grooming, pornografi, cyberbullying, hingga eksploitasi anak menjadi warning kita untuk bersama-sama menjaga privacy dan melindungi diri anak di dunia digital, salah satunya dengan membangun ekosistem digital yang ramah anak. Terlebih, Indonesia masih minim literasi dalam menggunakan internet. Itu sebabnya sebagian masyarakat mudah terpapar konten negatif dari internet, kemudian anak-anak berpotensi menjadi sasaran kejahatan seksual.

Oleh sebab itu, ada baiknya masyarakat khususnya orang tua memperhatikan anak-anaknya. Peran orang tua penting terhadirkan guna menjadi pilar proteksi anak dari pornografi. Dilanjutkan peran lingkungan, pengasuh dan guru. Semakin bagus perhatian, literasi guru kepada anak semakin baik, insyaallah kasus kekerasan seksual bisa ditekan sedemikian rupa. Selain itu, seluruh pemangku kepentingan idealnya bisa bergandengan tangan secara sportif dan ramah anak, sehingga dengan begitu dapat mendorong menuju Indonesia Layak Anak di 2030 dan Indonesia Emas di 2045.

Ani Sri Rahayu
Dosen Civic Hukum Universitas Muhammadiyah Malang.

Rate this article!
Tags: