Wujudkan Surabaya Tanpa Narkoba

SuwantoOleh :
Suwanto
Peneliti di Fak. Adab & Ilmu Budaya, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan PPs Pend. Kimia UNY

Narkoba menjadi salah satu penyakit masyarakat terutama generasi bangsa yang hingga kini belum sepenuhnya tuntas diberantas. Korbanya pun tak pandang bulu menyasar ke berbagai kalangan dan juga jenjang usia. Mulai dari usia remaja hingga dewasa. Baik yang miskin maupun yang kaya. Kalangan artis, pejabat, birokrat, dan aparat pun tak sedikit yang turut terlibat. Bahkan mahasiswa yang notabene merupakan kaum terdidik dan seharusnya paham betul bahaya narkoba, tetapi justru banyak yang terseret kasus narkoba baik itu sebagai pelaku, korban, maupun sindikat jaringan pengedar. Miris memang melihat kenyataan ini.
Berdasarkan data dari Badan Narkotika Nasional (BNN) diketahui tersangka penyalagunaan narkoba yang coba pakai pada tahun 2014 berjumlah 1.624.026, meningkat 12% dari tahun 2011 sebesar 1.159.649, dimana notabene tersangka penyalagunaan narkoba ini sebagian besar adalah pemuda dan mahasiswa. Sementara Troels Vester, Koordinator Lembaga PBB untuk kejahatan kasus narkoba, UNODC (United Nations Office on Drugs and Crime), mengungkapkan bahwa di Indonesia terdapat sekitar 1,7 juta orang pengguna narkoba. Berdasarkan data 2011 jumlah pengguna narkoba berkisar 1,2 juta orang. Sebagian besar para pengguna termasuk kategori usia pemuda. Fenomena ini tak mengherankan sebab secara demografi Indonesia mempunyai populasi pemuda yang besar.
Tentu kita sadar memberantas naskoba bukanlah perkara mudah. Apalagi seiring dengan perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang berimbas juga pada perkembangan kejahatan narkoba semakin canggih dan lihai mencari mangsanya. Dengan perangkat berbasis teknologi para sindikat narkoba mampu merajalela dengan cepat. Motifnya pun bersifat multi-dimensional dimana dimensi organisasinya merambah hingga lintas sektoral baik dari segi ekonomi maupun politik. Dari aspek ekonomi, bisnis narkoba sangat menggiurkan karena mendatangkan keuntungan berlipat ganda hingga miliaran rupiah. Sementara itu, dari segi politik, bisnis barang haram ini diduga diinisiasi serta dikembangkan oleh sekelompok sindikat yang mempunyai misi tertentu untuk menghancurkan generasi bangsa (the lost generation).
Berbagai faktor itulah yang memicu kejahatan narkoba semakin merajalela tidak ada habisnya. Apalagi, daerah seperti Surabaya yang notabene lokasinya sangat strategis di kawasan laut. Hal ini pula yang membuat daerah ini sebagai sasaran empuk para sindikat narkoba, terutama jaringan skala internasional. Itu artinya Surabaya tidak hanya tempat transit saja, tapi juga sebagai daerah tujuan sekaligus target konsumen. Dengan kondisi seperti itu, Surabaya sebagai salah satu geo target and market yang rawan kasus penyelundupan narkoba.
Sehingga, kemungkinan mudah mendapat narkoba di wilayah Surabaya ini. Kehawatiran yang masuk akal memang karena daerah ini memenuhi semua syarat untuk menjadi pasar narkoba yang sangat empuk. Inilah kawasan dengan jumlah pendatang yang banyak baik bertujuan berwisata maupun mengenyam pendidikan tinggi. Masalah semakin pelik dengan penegakkan hukum yang masih buruk dan tertib sosialnya yang belum sepenuhnya kondusif. Maka sempurnalah penderitaan, membuat Surabaya sebagai surga dan lumbung bisnis narkoba.
Mengingat kompleksitas masalah narkoba ini, upaya pemberantasannya pun harus menyentuh segala aspek pendekatan. Pemberantasan kasus narkoba juga tak hanya tugas pemerintah atau BNN saja. Melainkan seluruh masyarakat juga punya tanggung jawab moral untuk bersinergi membasmi barang haram ini. Mulai dari level keluarga yang merupakan elemen terkecil dalam masyarakat. Hendaknya keluarga mendidik ana-anaknya untuk menjauhi narkoba. Institusi sosial kecil ini juga harus menyiapkan individu dengan diajari nilai-nilai budi pekerti yang luhur. Artinya, bahwa keluarga merupakan sekolah pertama yang sangat penting.
Di lingkungan masyarakat juga perlu digalakkan kampanye anti-narkoba secara masif. Kegiatan seperti ini bisa berkoordinasi dan bersinergi dengan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), khususnya yang konsen dalam hal penumpasan narkoba Masyarakat juga juga perlu memperhatikan berbagai modus operandi narkoba seperti traffickers, lebih khususnya black african, yakni merekrut wanita Indonesia dengan cara menikahinya lalu diberi kesempatan wisata ke luar negeri, dan membawa narkoba dalam perjalanan kembali.
Pemerintah sebagai pihak yang punya politic will harus menegakkan hukum setegak-tegaknya. UU No.35/2009 tentang narkotika dan Peraturan Pemerintah No.40/2013 tentang pelaksanaan undang-undang narkotika harus diterapkan betul. Sosialiasi dan edukasi masyarakat tentang penegenalan jenis-jenis narkoba dan bahayanya juga perlu digencarkan. Demikian juga kontrol/pengawasan di bandara dan pelabuhan melalui bea cukai lebih diperketat. Hal yang perlu diperhatikan yaitu sistem pengiriman lewat pos dengan alamat perorangan/perusahaan fiktif yang membuat sulit dilakukan dengan teknik controlled delivery.
Harapannya dengan sinergi antara pemerintah, instansi seperti BNN, Dinas Kesehatan, dinas Pendidikan, Polda, MUI, LSM, dan segenap masyarakat untuk menyatukan langkah dalam upaya pemberantasan narkoba. Sehingga, Indonesia bebas narkoba benar-benar terwujud, semoga.

                                                                                      ——————— *** ———————-

Rate this article!
Tags: