YLKI dan Toko Ritel Nilai Aturan Akan Bebani Konsumen

Transaksi di toko ritel minimal Rp 250 ribu akan dikenakan bea materai di struk pembeliannya. Kebijakan ini diperkirakan akan membebani konsumen, apalagi tarif bea materai akan dinaikkan. Materai  Rp 3 ribu menjadi Rp 10 ribu dan materai Rp 6 ribu menjadi Rp 18 ribu.

Transaksi di toko ritel minimal Rp 250 ribu akan dikenakan bea materai di struk pembeliannya. Kebijakan ini diperkirakan akan membebani konsumen, apalagi tarif bea materai akan dinaikkan. Materai Rp 3 ribu menjadi Rp 10 ribu dan materai Rp 6 ribu menjadi Rp 18 ribu.

Jakarta, Bhirawa
Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan berencana akan mengenakan bea materai untuk setiap struk pembelian untuk nominal belanja minimal sebesar Rp 250 ribu di toko ritel. Namun, hal itu dinilai akan sangat membebani masyarakat sebagai konsumen. Pasalnya, konsumen saat ini sudah terbebani dengan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
“Wacana ini saya rasa sangat membebani konsumen, karena sudah ada pajak juga,” ujar Koordinator Bidang Pengaduan YLKI Sularsi, Selasa (10/3).
Ia menilai pengenaan materai tersebut tidak tepat meskipun sudah ada sejak lama. Menurutnya, penyertaan materai diperlukan jika ada perjanjian secara hukum untuk kedua belah pihak. “Materai itu kan suatu perjanjian, dan suatu pajak. Dalam melakukan transaksi pembelian itu sudah kena tax, ada retribusi dan PPN. Menurut kami materai dokumen itu untuk legalitas, tapi kalau cuma transaksi jual beli di ritelĀ  kurang pas diterapkan,” imbuhnya.
Selain itu, penerapan wacana materai juga masih belum jelas regulasinya. “Ini nggak benar, siapa yang menjamin bea materai masuknya ke mana. Pertanyaannya ini tujuannya untuk apa, terus dibebanin ke siapa,” jelasnya.
Seperti diketahui, pemerintah berencana menyertakan bea materai untuk nominal belanja sebesar Rp 250 ribu hingga Rp1 juta sebesar Rp 3.000. Sementara untuk belanja yang lebih dari Rp 1 juta maka terutang bea materai Rp 6.000. Padahal dalam waktu dekat pemerintah juga akan menaikkan tarif bea materai Rp 3.000 menjadi Rp 10.000 dan Rp 6.000 menjadi Rp18.000. Namun, tarif baru tersebut harus menunggu keputusan DPR terlebih dahulu. Hanya saja targetnya tahun ini akan diterapkan.
Sementara itu Corporate Affair Director PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT) Solihin mengatakan jika memang pengenaan bea materaiĀ  tersebut akan menjadi aturan, pihaknya akan menerapkannya. “Sebagai pengusaha, kalau itu memang aturan kita ikut saja,” ungkapnya.
Meskipun begitu, pihaknya menilai penerapan bea materai tersebut akan membebani konsumen. “Intinya konsumen lagi, sebenarnya kalau soal pajak, harga barang itu kan sudah dikenakan pajak,” ujarnya.
Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mempertanyakan kelayakan aturan materai yang diterapkan pemerintah pada bukti pembayaran. “Ini perdebatan lama, pertanyaannya aturan ini layak tidak? Apakah tepat atau tidak, kalau mau dipaksakan konsumen terbebankan, sebatas mana? Jangan hanya selalu ritel yang kena, bisa nggak berlaku untuk semua?” papar Wakil Ketua Umum Aprindo Tutum Rahanta.
Sebelumnya Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Sigit Priadi Pramudito menegaskan bahwa peritel seharusnya menyiapkan bea materai untuk transaksi di atas Rp 250 ribu. Pasalnya, peraturan ini luput pada pihak peritel.
Menurutnya transaksi di atas Rp250 ribu terkena tarif bea materai. Namun, bukan dibebankan kepada pembeli. “Iya kena dong, tapi dibebankan ke peritel,” kata dia.
Pengamat pajak dari Universitas Pelita Harapan, Rono Bako menilai penerapan tarif bea materai yang akan dibebankan pada struk belanja perusahaan-perusahaan ritel dianggap telah sudah cukup jelas untuk segera diaplikasikan perusahaan ritel kepada masyarakat. “Kita sebagai masyarakat seharusnya sudah tahu tentang regulasi ini,” ujarnya.
Ia menuturkan, pemerintah tidak ada kewajiban untuk menyosialisasikan regulasi tersebut. “Ini tinggal soal aplikasinya,” tutur dia. Menurutnya, pelaksanaan pilihan teknis juga tidak sulit dikarenakan bea materai mempunyai beberapa bentuk, mulai tempel seperti prangko, cap hingga elektronik.
Pembebanan bea materai pada struk belanja juga dinilai sebagai suatu beban bagi konsumen yang ingin berbelanja. “Restoran kan sudah ada pajaknya. Orang-orang tidak masalah, karena sudah terbiasa dengan pembebanan pajak di restoran,” tandasnya. [ira,cty,geh]

Tags: