Yusril : Presiden Jangan Cari Kambing Hitam

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Aksi Damai Bela Islam
Jakarta, Bhirawa
Pemerintah terkesan mencari kambing hitam atas dugaan adanya oknum yang menyusupi aksi damai bela Islam pada 4 November lalu. Hal itu terlihat dari pidato yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Sabtu (5/11) dini hari yang dinilai tidak menyentuh subtansi masalah. Padahal yang dituntut oleh peserta unjuk rasa adalah adanya penegakan hukum akan dugaan penistaan agama yang dilakukan Basuki Tjahja Purnama (Ahok). Namun, Jokowi malah menyentuh peristiwa bentrokan antara polisi dengan sejumlah massa yang diduga oknum HMI.
“Pemerintah terkesan membelokkan persoalan, mencari kambing hitam, sementara inti persoalan tak tersentuh dan tak tertangani,” kata Ahli Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra menyikapi aksi damai bela Islam seperti dikutip dari pers rilisnya, Minggu (6/11).
Yusril juga menilai waktu dua minggu untuk mengusut kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh Ahok boleh dibilang terlalu lama. Karena dalam waktu selama itu tidak menutup kemungkinan apapun bisa terjadi. “Masyarakat sekarang ini menunggu bukti dari janji pemerintah,” kata Yusril.
Dia juga menilai, apa yang dihasilkan dari pertemuan antara perwakilan peserta aksi 4 November dengan pemerintah tidaklah cukup memuaskan. Apalagi Presiden Jokowi juga tidak menemui langsung utusan pengunjuk rasa.
Padahal, kata Ketua Umum PBB ini, Presiden Jokowi dicitrakan sebagai sosok yang dekat dengan rakyat, namun di saat yang genting justru menghindar dari rakyatnya. “Pemerintah harus mempercepat proses ini. Jika tidak ada langkah nyata, demo lebih besar bukan mustahil akan terjadi,” katanya.
Menurut mantan Mensesneg itu, jika pemerintah bertindak tegas terhadap siapa saja yang menista agama, berarti pemerintah telah membuat tenteram hati rakyat.  Citra dan wibawa pemerintah akan naik. “Tetapi jika lalai, citra dan wibawa pemerintah akan terus merosot,” katanya.
Untuk diketahui Presiden Jokowi menolak menerima perwakilan massa demonstrasi yang sedang melakukan aksi damai bela Islam dan memilih meninggalkan Istana Kepresidenan, Jumat (4/11) kemarin . Jokowi justru lebih tertarik mengunjungi kawasan Bandara Soekarno Hatta untuk melihat langsung perkembangan pembangunan kereta bandara. Sedangkan peserta demo yang jumlahnya jutaan itu berasal dari berbagai daerah di Indonesia.
Sementara itu anggota DPD AM Fatwa menulis surat terbuka kepada Presiden Jokowi, Minggu (6/11). Dalam surat tersebut, Fatwa mengungkapkan kekecewaan masyarakat kepada Presiden Jokowi dan mengingatkan pentingnya menangani kasus Ahok dengan cepat.
Fatwa mengatakan, sepanjang sejarah Republik Indonesia, dan kesaksiannya terhadap gerakan-gerakan perubahan, sebagai aktivis politik sejak muda dan termasuk penggiat demonstran pada 1966, 1978, dan 1998, belum pernah terjadi demo rakyat secara menyeluruh yang lebih besar dari aksi 4 November 2016. “Khusus di Jakarta, belum pernah ada demo sebesar dan setertib ini,” katanya.
Masalah tuduhan penistaan Alquran oleh Ahok, lanjut Fatwa, telah menjadi perhatian di seluruh Tanah Air dan dunia. Sehingga aksi demonstrasi menyebar luas ke berbagai daerah dan juga terjadi di berbagai negara.
“Sangat disayangkan bahwa Presiden Jokowi tidak merespons, malah meninggalkan istana untuk sekadar meninjau proyek KA di Cengkareng,” tulis Fatwa.
Ia menilai, presiden juga tidak sensitif dengan menugaskan anggota kabinet untuk menerima perwakilan massa yang lantas ditolak. Kemudian presiden menugaskan kepada Wapres Jusuf Kalla (JK), dan akhirnya perwakilan demo terpaksa menerima.
Padahal, semua orang tahu, sasaran yang dituju oleh demonstran adalah bertemu langsung dengan seorang presiden. Hal tersebut menunjukkan sikap politik presiden yang terlalu menganggap remeh masalah ini.
Ia memaklumi antara Wapres JK dan umat Islam tidak ada permasalahan. Yang ada ialah kecurigaan dari umat, bahwa antara Presiden Jokowi dan Ahok terjalin kerjasama saling melindungi. ”Sikap presiden yang tidak sensitif, tidak aspiratif, dan menghindar dari tanggung jawab dalam menghadapi demonstran menimbulkan ekses terjadinya kerusuhan sesaat di beberapa titik,” ucapnya.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR Sodik Mudjahid menilai, Presiden Jokowi yang tidak berada di tempat saat aksi damai bela Islam  menegaskan bahwa blusukannya selama ini hanya pencitraan.
Sebab, mereka yang sudah bersusah payah datang dari berbagai pelosok dengan aksi yang damai dan tertib malah ditinggalkan. Harusnya presiden menemui wakil demonstran.
“Aspirasi mereka sangat bagus dan konstitusional, yakni penegakan hukum bagi penista agama dan perusak kerukunan umat beragama,” kata Sodik, Minggu kemarin.
Politikus Fraksi Gerindra menambahkan, presiden selama ini sering blusukan mencitrakan diri aspriratif kepada rakyat, tapi entah kenapa, menurutnya, sekarang sulit menerima aspirasi rakyatnya. Jika aspirasi tidak ditindaklanjuti dengan serius, maka akan mengganggu sektor lain bahkan menjadi bom waktu.
Menurut Sodik, ada sebuah keanehan yang luar biasa dengan presiden. Jokowi yang juga dinilai sering peduli dan menangani langsung terhadap perkara kecil, lanjutnya, tapi sangat lambat reaksinya dalam penegakan hukum bagi seorang Ahok.
“Dengan lambatnya kasus ini, menguatkan dugaan orang bahwa Jokowi tidak berani tegas bertindak, karena Ahok pegang banyak ‘kartu mati’ Jokowi,” tegasnya.
Selain itu, lanjut Sodik, aksi ini adalah akumulasi dari kekecewaan umat dan masyarakat terhadap seorang Ahok, yang menurut mereka belum punya prestasi dan sumbangsih apa-apa kepada NKRI, dibandingkan dengan para pejuang dan pemimpin bangsa Indonesia terdahulu.
Apalagi, kata Sodik, kepribadian Ahok yang arogan, merasa paling bersih, pintar dan hebat, serta paling berjasa, sehingga pikiran dan mulutnya banyak melecehkan berbagai kelompok masyarakat, termasuk surat Al Maidah ayat 51.
Presiden Jokowi sendiri memastikan kondisi Tanah Air usai aksi damai bela Islam dalam situasi aman dan baik. Menurut Jokowi, stabilitas politik juga tidak ada masalah, sehingga tidak ada yang perlu dikhawatirkan.
“Tetapi masih memerlukan konsolidasi-konsolidasi politik, konsolidasi-konsolidasi kenegaraan,” ujar Presiden Jokowi saat menyapa warga Indonesia di Sydney melalui konferensi video di Istana Kepresidenan Bogor, Minggu (6/11).
Presiden menyebutkan sejak Sabtu (5/11) pagi hingga malam terus mengundang tokoh-tokoh politik dan agama guna bertukar pikiran. “Untuk memberikan masukan-masukan dalam rangka memberikan rasa sejuk, mendinginkan suasana, dan hal-hal seperti itulah yang terus akan kita lakukan dalam minggu-minggu ini,” ujar Presiden Jokowi.
Presiden Jokowi mengingatkan meski konstitusi Indonesia memberikan peluang untuk menyampaikan aspirasi, memberikan peluang untuk berdemokrasi, tetapi penyampaian itu harus dilakukukan dengan cara-cara yang tertib dan damai.

Gelar Perkara Terbuka
Gelar perkara kasus penistaan agama terhadap Al Maidah 51 akan dilakukan secara terbuka. Rencananya gelar perkara akan dilakukan pada minggu ketiga di November 2016 ini.
“Pelaksaan gelar perkara hari ini (kemarin) belum ditentukan, waktu masih tentatif tetapi paling tidak minggu ketiga November,” ujar Kadiv Humas Polri Irjen Boy Rafli Amar di Nusa Dua Bali, Minggu (6/11).
Boy berujar alasan dilakukan gelar perkara secara terbuka karena kasus ini menjadi perhatian publik. Sehingga semua masyarakat ingin mengetahui bagaimana nasib kelanjutan kasus dugaan penistaan agama yang menjerat mantan Bupati Belitung Timur ini.
“Semua ingin transparan oleh karena itu agar bisa sama-sama dilaksanakan secara transparan, secara objektif, dan menghadirkan para ahli agar mereka bisa menyampaikan pendapatnya.  Ini artinya sesuatu yang bisa dilihat publik,” papar Boy.
Dengan begitu lanjut dia maka bagaimana perumusan pengambilan keputusan terhadap perkara dapat disaksikan secara langsung oleh masyarakat. Padahal lanjut Boy, gelar perkara dilakukan secara terbuka adalah hal yang tidak lazim sebelumnya, namun karena perintah presiden maka Kapolri pun memerintahkan penyidik untuk menampilkan secara langsung.
Selain itu tambahnya, untuk menepis hal-hal yang bisa saja ada yang dicurigai masyarakat selama ini perihal penyelidikan yang dilakukan oleh polisi. [cty,ira,bed,rep,ins]

Tags: