Zakat (lebih) Awal

Membayar zakat tidak perlu menunggu hari terakhir Ramadhan, karena fakir miskin telah menunggu. Kalangan ulama cenderung menyarankan pembayaran zakat fitrah sejak berbuka puasa pertama. Sedangkan zakat mal (harta kekayaan), bisa dibayarkan segera setelah mencapai haul (setahun) dan nishab (jumlah). Waktunya bisa diluar bulan Ramadhan. Maka pembayaran zakat lebih awal, memiliki kemanfaatan lebih besar.
Pembayaran zakat juga diwajibkan dengan etika (kesantunan). Yakni, tetap menjaga martabat fakir miskin (penerima zakat), dan bahan zakat harus yang terbaik. Pada zakat fitrah berupa beras, diwajibkan beras bermutu (setidak-tidaknya) medium (saat ini sekitar Rp 10 ribu per-kilogram). Serta di-sunnah-kan (untuk beras) jenis premium (sekitar Rp 11.500,- per-kilogram). Bahkan terdapat larangan memberikan beras zakat kualitas rendah, apek dan berkutu.
Sehingga kerumunan warga miskin berebut zakat (berupa bingkisan sembako maupun uang), seharusnya tidak perlu terjadi. Lebih lagi, antrean panjang di bawah terik matahari, sampai menimbulkan korban (jatuh pingsan). Zakat seharusnya diberikan oleh aghniya’ (orang kaya) secara bermartabat. Warga miskin tidak perlu antre, cukup menunggu di rumah. Diharapkan, dengan zakat tidak ditemukan keluarga yang kelaparan pada hari raya Idul Fitri.
Larangan menunaikan zakat dengan bahan buruk, tercantum dalam Al-Quran surat Al-Baqarah (QS 2:267). Kitab suci juga telah mengajarkan, terdapat delapan golongan yang boleh menerima zakat. Namun diutamakan dua kategori fakir, dan miskin. Kriteria fakir, adalah rakyat yang sengsara, dan tidak memiliki daya mencukupi kebutuhan hidup minimal. Dalam golongan fakir, diantaranya janda tua yang miskin. Sedangkan kriteria miskin, adalah keluarga dengan penghasilan sangat rendah.
Selain itu, terdapat prioritas kedua, yakni golongan al-gharim (selalu berhutang untuk kebutuhan hidup minimal). Begitu pula golongan “pejuang masyarakat” (guru mengaji di kampung) sebagai fi sabilillah, berhak atas zakat. Serta golongan pengelana (ibni sabil), terutama para pengungsi. Panitia zakat di kampung (maupun perkantoran) juga berhak menerima bagian zakat. Serta prioritas ketiga, golongan dzur-riqob (budak pembantu rumahtangga yang miskin), dan muallaf (baru masuk Islam).
Hakikat zakat (menurut kaidah agama), merupakan hak keluarga miskin yang “terselip” dalam tumpukan harta keluarga kaya. Sehingga wajib dikeluarkan dan diserahkan kepada pemilik hak (fakir miskin). Tenggang waktu penyerahan zakat sangat terbatas, sampai menjelang shalat Idul Fitri. Sehingga nominal riil zakat, seyogianya telah dihitung pada awal puasa Ramadhan. Toh, nilai zakat tidak besar, hanya 2,5% (uang dan perhiasan) sampai 5% (zakat mal, berupa hasil perkebunan).
Merasa tidak elok (dan malu), manakala harta masih “terselip” hak fakir miskin. Bahkan ajaran agama merekomendasikan negara (pemerintahan) turut dalam pengumpulan zakat. Karena itu seluruh negara (terutama negara mayoritas berpenduduk muslim) selalu memiliki lembaga penyaluran zakat. Pada negara dengan muslim minoritas, pengumpulan zakat dilakukan oleh LSM (lembaga swadaya masyarakat, NGO).
Di Indonesia, sejak lama telah didirikan BAZ (Badan Amil Zakat) di pusat dan seluruh daerah (kabupaten dan kota). Selain melalui BAZ yang dikoordinir Pemda, banyak pula diurus organisasi masyarakat yang kredibel. Maka penyaluran zakat bisa diverifikasi secara by name by address, wajib tepat sasaran. Potensi zakat, sesungguhnya sangat besar. Namun penggunaannya harus selalu disesuaikan dengan syariat.
Sehingga pemberian zakat, kelak, bukan hanya berupa beras (untuk konsumsi selama sepekan keluarga miskin). Melainkan boleh jadi, ditambah dengan modal kerja setelah Idul Fitri. Jika didampingi manajemen usaha, keluarga miskin bisa bangkit. Yang semula diberi zakat, akan bisa berubah menjadi muzaki (pemberi zakat) pada tahun berikutnya.

——— 000 ———

Rate this article!
Zakat (lebih) Awal,5 / 5 ( 1votes )
Tags: