Zohri dan Komoditas Politik

Oleh :
M. Syaprin Zahidi, MA
Dosen di Prodi Ilmu Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Malang 

Kemenangan Lalu Muhammad Zohri dalam kejuaraan dunia atletik U-20 di Finlandia pekan lalu menjadi sorotan publik Indonesia karena kemenangan Zohri tersebut seperti pemuas dahaga rasa lapar publik kita akan kemenangan di cabang olah raga. Kemenangan Zohri ini juga menjadi penutup rasa kecewa masyarakat pada kegagalan Timnas U-19 sepak bola Indonesia menjadi juara dalam Piala AFF U-19 di Sidoarjo, Jawa Timur.
Menjadi menarik bagi penulis menyoroti kemenangan Zohri tersebut karena secara tiba-tiba ternyata banyak “orang-orang baik” yang perhatian pada Zohri. Apalagi dibumbui oleh media yang meliput tempat tinggal Zohri yang sangat sederhana. Mulai dari pengacara terkenal Hotman Paris yang menjanjikan bantuan 100 juta rupiah, Gubernur NTB yang memberikan bantuan 200 juta rupiah, Presiden yang memerintahkan kementerian PU-Pera untuk memugar rumah Zohri dan masih banyak lagi perhatian-perhatian lainnya kepada Zohri yang sudah dijanjikan.
Menurut penulis hal tersebut dapat dimaknai dalam dua aspek baik itu aspek positif ataupun negatif. Aspek positifnya tentu kita sebagai masyarakat senang bahwa ternyata perhatian pemerintah dan tokoh-tokoh bangsa ini kepada para atlet kita yang berprestasi sangat baik ditambah lagi dengan kondisi keluarga Zohri yang memang sangat perlu untuk dibantu. Namun, disisi lain ada aspek negatif yang seharusnya juga harus diingat yaitu jangan sampai perhatian pada Zohri ini hanya seperti acara selebritas yang digunakan oleh para tokoh-tokoh politik sebagai tempat “numpang” tenar sehingga dapat merebut atensi massa kepada mereka. Ketika nanti Zohri sudah tidak berprestasi lagi bisa saja tiba-tiba perhatian itu akan hilang bak ditelan bumi.
Kekhawatiran ini menurut penulis sangat beralasan karena sudah banyak contoh atlet yang mengalami hal tersebut dipuja pada masa jaya, lalu tiba-tiba puja-puji tersebut hilang dengan sendirinya ketika sang atlet sudah tidak berprestasi lagi bahkan hidup mereka sangat memprihatinkan di masa tuanya diantaranya: Rachman Kili-kili, Suharto, Wongso Suseno, Yuni Astuti dan masih banyak lagi atlet lainnya yang tidak terekspos oleh media.
Hal inilah yang membuat penulis pada akhirnya berharap jangan sampai kemenangan Zohri ini hanya dijadikan sebagai komoditas politik oleh para politisi yang berkepentingan untuk mencapai kepentingan mereka masing-masing. Apalagi kita tahu tahun ini adalah tahun politik sehingga akan banyak orang atau tokoh politik yang akan berlomba-lomba terlihat baik di mata masyarakat. Kemenangan Zohri ini juga patut dikatakan sebagai salah satu ajang mereka untuk mendapatkan perhatian masyarakat.
Adanya indikasi bahwa kemenangan Zohri ini menjadi komoditas politik bisa dilihat dari ucapan selamat salah satu partai politik kepada Zohri namun dibalut dengan kampanye partai tersebut. Ini tentu menjadi salah satu bukti bahwa ada saja pihak yang berkepentingan untuk menjadikan kemenangan Zohri ini sebagai objek kampanye. Memang harus diakui relasi antara politik dan olah raga tidak bisa dipisahkan bahkan menurut penulis hubungannya bagaikan dua sisi mata uang yang berdampingan. kalau kita mau melihat secara objektif pada akhirnya setiap kejuaraan olah raga tidak akan pernah lepas dari pengaruh politik. sebagai contoh pengibaran bendera negara atlet pemenang di suatu kejuaraan olah raga tentunya mencerminkan esensi politik itu sendiri.
Apa yang terjadi pada Zohri dengan pengibaran bendera Indonesia di Finlandia juga sudah menunjukkan relasi antara politik dengan olah raga itu sendiri. Dalam sejarah olah raga dunia atlet-atlet sukses pasti akan selalu didekati oleh beberapa partai politik untuk direkrut sebagai duta kampanye atau bahkan menjadi kader dari partai itu sendiri. Beberapa partai di Indonesia menggunakan juga cara ini untuk mendulang suara dari fans atlet tersebut. Beberapa nama atlet yang terjun ke dunia politik di Indonesia diantaranya adalah Moreno Soeprapto dan Utut Adianto bahkan nama terakhir resmi diangkat sebagai salah satu wakil ketua DPR RI.
Dalam level globalpun banyak atlet yang akhirnya menjadi politisi dengan mengandalkan popularitasnya sebagai contoh misalnya ada: George Weah sang mantan atlet sepak bola yang pada tahun 2017 terpilih sebagai Presiden Liberia. Manny Pacquiao, atlet tinju yang menjadi anggota Dewan di Filipina. Arnold Schwarzenegger, atlet binaraga yang kemudian menjadi aktor film terpilih menjadi gubernur Califonia pada tahun 2003. Andriy Shevchenko, atlet sepak bola yang pernah bersaing menjadi anggota parlemen ukraina. Kakha Kaladze, atlet sepak bola yang pernah menjadi Menteri Pembangunan daerah dan Infrastruktur di Gerogia dan masih banyak lagi atlet lainya yang terjun ke dunia politik.
Pada akhirnya jika kita melihat Zohri saat ini memang terlalu prematur untuk mengatakan bahwa dia akan didorong untuk terjun ke dunia politik karena usianya yang masih 18 tahun. Namun, menurut penulis tidak menutup kemungkinan jika Ia mampu mempertahankan eksistensi prestasinya akan ada saja partai politik di Indonesia yang nanti meminangnya menjadi kader partai yang bersangkutan sebagaimana yang terjadi pada Moreno dan GM Utut Adianto yang bahkan sukses di bidang politik. Tapi lebih dari itu semua untuk saat ini menurut penulis yang terpenting adalah seluruh pemangku kepentingan di negara ini harus tetap fokus pada pembinaan atlet Indonesia baik di masa jayanya maupu ketika nanti mereka sudah pension. Semoga.

————— *** ————–

Rate this article!
Tags: