Zonasi Cegah Tumpang Tindih Kawasan Perairan

Foto Ilustrasi

Pentingnya regulasi zonasi untuk mencegah tumpang tindih kawasan perairan, terutama terkait dengan program Keramba Jaring Apung (KJA) lepas pantai. Perlu adanya zonasi agar peruntukkan perairan tidak tumpang tindih. Apa yang terjadi di Teluk Balikpapan (tumpahan pipa minyak) mesti dijadikan sebagai pelajaran berharga.
Program seperti KJA lepas pantai sangat dimungkinkan disebarkan di berbagai daerah dengan adanya syarat utama penyelesaian raperda zonasi agar kepentingan perikanan bisa benar-benar terlindungi. Bahwa sejumlah provinsi tengah mempercepat penyusunan Rencana Zonasi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) untuk pengelolaan ruang lautnya.
Ada beberapa catatan kritis yang disampaikan oleh pihaknya di tengah upaya percepatan penyusunan rencana zonasi tersebut. Susan berpendapat bahwa data yang digunakan sebagai landasan penyusunan rencana ada data yang sudah tidak memiliki relevansi karena data dari bertahun-tahun lalu.
Selain itu, harus dipastikan bahwa dalam proses penyusunan draf Ranperda RZWP3K menjamin adanya keterlibatan aktif masyarakat pesisir. Bahwa bila tidak ada keterlibatan aktif, maka penyusunan RZWP3K berpotensi menjadi proyek “bancakan” besar bagi investasi asing untuk mengeruk dan mengeksploitasi sumder daya alam serta kekayaan laut nasional.
Program Keramba Jaring Apung (KJA) lepas pantai, merupakan terjemahan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional. Latar belakang dari pembangunan KJA ini adalah instruksi presiden yang menginginkan negara yang memiliki laut yang begitu luas ini hendaknya dipergunakan seoptimal mungkin untuk kesejahteraan masyarakat.
Gagasan untuk mewujudkan KJA lepas pantai adalah karena Presiden Joko Widodo menginginkan adanya industrialisasi akuakultur yang selama ini dinilai belum dikembangkan dengan baik.

Abdul Halim
Pengamat perikanan dan Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan

Tags: