Formula Kenaikan UMK Tak Mengacu PP 36 dan PP 78

Plh Sekdaprov Jatim Heru Tjahjono saat menemui para buruh, Selasa (30/11).

Surabaya, Bhirawa
Gelombang aksi buruh di Jatim menuntut kenaikan Upah Minimum Kabupaten / kota (UMK) berakhir dengan kondisif, Selasa (30/11) petang. Masa membubarkan diri sekitar pukul 18.00 setelah ditemui Plh Sekdaprov Jatim Heru Tjahjono dan Ketua Gabungan serikat pekerja (Gesper) Jatim Ahmad Fauzi.
Dalam kesempatan itu, Heru menyampaikan hasil pertemuan Pemprov Jatim dengan Gesper tentang kesepakatan sementara terkait kenaikan UMK dan upah unggulan atau UMSK. Hasil pertemuan itu antara lain, usulan UMK dari bupati / wali kota akan diakomodir. Selanjutnya, usulan upah unggulan juga akan dipertimbangkan Gubernur Khofifah.
Kemudian terkait upah kesepakatan sebagai jalan tengah bagi perusahaan yang kurang mampu terhadap usulan UMK bupati/ wali kota juga akan dipertimbangkan. “Besaran upah tersebut akan dibahas kembali dengan dewan pengupahan dan unsur serikat pekerja,” ujar Heru.
Sementara itu, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Himawan Estu Bagijo menambahkan, dalam penentuan upah ini pemerintah tidak menggunakan format dalam PP 78 maupun PP 36. Sebab, yang dituntut buruh adalah kenaikan. Formatnya seperti apa akan dibicarakan kembali dengan tetap mengacu regulasi yang ada. “Tetapi kita tidak menggunakan istilah-istilah itu (PP 78 dan PP 36), yang penting naik,” tegas Himawan.
Rumus kenaikan upah, dijelaskan Himawan antara lain menggunakan pertumbuhan ekonomi dan kenaikan inflasi. Sebab, dalam PP 36 tahun 2021 tentang pengupahan sendiri banyak formula yang diizinkan. Tergantung kebijakan atau persentase yang akan dipakai. “Tetap menggunakan pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Prinsip dasarnya itu. Karena kalau tidak begitu, kenaikannya tidak mencukupi,” ujar Himawan.
Himawan menegaskan, dalam pembahasan ini jika ditekankan pada satu regulasi tidak memungkinkan. Karena itu, akan ada diskresi yang akan dibuat Gubernur Jatim. Begitu juga usulan dari kabupaten/ kota juga tidak murni menggunakan acuan PP 78 maupun PP 36. Karena daerah juga memiliki formula tersendiri untuk menentukan kenaikan upah.
“Tapi yang perlu dicatat, bahwa semua ini bukan inisiasi ibu gubernur. Ini yang menginisiasi adalah bupati/wali kota yang menyimpang. Menyimpang karena usulannya aneh-aneh, tidak sesuai PP 36 ,” tutur Himawan.
Jubir Gesper Jatim Jazuli menegaskan, dari hasil pertemuan dengan Plh Sekdaprov adalah Gubernur Jatim mengakomodir kenaikan UMK 2022 sesuai usulan serikat buruh yaitu dengan menaikkan UMK 2022 seluruh Kabupaten/ kota. Namun, jika usulan tersebut tidak dipenuhi kembali, buruh di Jatim akan melakukan mogok kerja masal pada tanggal 6, 7, 8 Desember 2021.
Sementara itu, Wakapolda Jatim Brigjen Pol Slamet Hadi Supraptoyo menyampaikan terima kaaih atas aksi buruh yang telah berjalan tertib hingga lima kali di Kantor Gubernur maupun Gedung Negara Grahadi. Pihaknya bersyukur, semua aksi tersebut berjalan dengan tertib. “Semua pihak memberikan dukungan, termasuk rekan-rekan media yang memberikan informasi positif. Semua proses yang telah dilakukan merupakan upaya yang dilakukan pemerintah untuk menampung aspirasi masyarakat,” ujar dia. [tam]

Tags: