Jangan Renggut Anak-anak dari Dunianya

Oleh :
Holikin, SPdI
Guru sekolah dasar dan tinggal di sebuah pulau terpencil di Kabupaten Sampang.

Anak saya, ketika berusia 2,5 tahun suka sekali bermain game zombie melalui HP android milik mamanya. Anak sekecil itu bisa, bahkan suka sekali main game? Mungkin Anda tidak percaya. Begitulah faktanya. Makanya, kakeknya menyarankan saya agar menjual HP android milik istri saya. Tujuannya, agar si kecil tidak berketergantungan dan selalu main game.
Saya dan istri berdiskusi perihal itu, istri saya menyampaikam agar mencoba ide orang tua yang akhir-akhir ini viral di media sosial, yaitu menghitamkan sekitar mata anak kecilnya saat tidur. Namun, saya menolaknya. Saya beralasan, itu sama saja dengan membohongi dan tidak baik untuk dilakukan. Masih ada cara lain, yaitu mengajak dia bermain tradisional seperti saya tempo dulu.
Akhirnya, saya buatkan ia ayunan. Bosan ayunan, saya buatkan ia pestol-pestolan. Sampai pada saya bikin halaman rumah yang tidak seberapa luasnya itu, saya sulap menjadi tempat bermain yang bisa menampung 10 sampai 15 orang anak. Saya ajak anak tetangga bermain bersamanya. Meski sulit dan butuh waktu yang cukup lama, cara ini cukup efektif. Anak saya yang doyan main gadget, akhirnya berkurang. Ia yang saat ini menginjak usia 3 tahun, sudah mulai jarang mainin HP. Bagaimanapun, bermain, entah yang tradisional maupun yang modern adalah dunianya.
Menurut penelitian yang pernah saya baca, manusia (dalam hal ini anak-anak) mengenal permainan sejak dalam kandungan. Mereka bermain-main dengan tali pusarnya, anggota tubuhnya sendiri, dan bahkan menendang dan mendorong dinding perut ibunya dari dalam. Kenyataan ini merupakan satu bukti bahwa bermain sesuatu yang vital dalam kehidupan anak-anak. Bermain jelas adalah dunia mereka.
Selain dunia mereka adalah dunia bermain. Juga bermain bagi mereka merupakan sifat naluriah (alami) yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan mereka. Bermain merupakan kegiatan yang menyenangkan dan menarik bagi anak-anak. Bermain membantu mengembangkan imajinasi anak, mengolah kreativitas, membangun kemampuan dalam memecahkan masalah, dan meningkatkan keterampilan sosial mereka.
Kegiatan bermain bagi anak-anak pada dasarnya adalah upaya mereka melakukan tindakan sederhana untuk mengeksplorasikan tingkah laku positif. Mereka dalam bentuk yang sederhana sedang melakukan kegiatan konstruktif, inovatif, dan kreatif ketika mereka sedang bermain. Menggunakan benda-benda atau mainan tertentu misalnya, seperti membangun menara dari mainan balok, dan sebagainya, dengan tidak secara langsung mereka sedang menciptakan sesuatu (pengalaman) yang baru.
Bermain menjadi penting karena kegiatan ini mendukung kemampuan kognitif, emosional, serta perkembangan fisik dan sosial anak.
Menghalangi mereka bermain, sama halnya dengan merampas kreatifitas mereka. Bahkan, Imam Al-Ghazali dalam karya monomentalnya, Ihya’ Ulumiddin menuturkan; “Fain muni’a al-shabiyu min al-la’abi wa irhaqihi ila al-ta’allumi daiman yamitu qalbuhu wa yabthulu dzakauhu” (jika anak-anak [bocah kecil] dilarang bermain, dan selalu dipaksa belajar, maka hatinya akan mati, dan kecerdasannya akan sirna).
Permainan secara tidak langsung merangsang jiwa imajinatif anak. Ketika anak-anak “berpura-pura” berperilaku seperti orang lain (orang dewasa), seperti bermain rumah-rumahan, bermain masak-masakan, dan semacamnya, secara tidak langsung mereka sedang belajar. Menurut Jeannette VOS ada empat bahasa tubuh dalam belajar (menyerap informasi), yaitu visual, auditorial, kinestetik, dan taktil. Yang terakhir ini merupakan gaya belajar atau cara anak-anak menyerap informasi melalui permainan dengan benda-benda.
Dalam artian, seorang anak secara tidak langsung mampu menyerap pengetahuan melalui permainan (Suroso; Smart Brain). Selain daripada itu, bermain juga menstimulus mereka agar berperilaku jujur. Contohnya, permainan yang terikat dengan aturan, seperti bermain petak umpet, dan permainan tradisional lainnya yang sejenis, ia merupakan bentuk permainan yang mengajarkan agar mereka berperilaku jujur (tidak curang).
Dengan menggunakan imajinasi, mereka menciptakan kepercayaan untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat di masa depan yang memungkinkan anak-anak untuk memiliki kontrol atas dunia mereka ketika mereka besar nanti. Seorang anak bisa bermain sendiri, bermain dengan anak-anak sebayanya, akan tetapi memiliki interaksi terbatas. Dan pola bermain seperti itu (bersama-sama) jelas mereka secara tidak langsung sedang berbagi pengalaman. Anak-anak dapat mengembangkan kosakata mereka dan kemampuan bahasa pada saat bermain bersama-sama. Mereka dapat mengembangkan keterampilan motorik halus mereka dengan bermain tanah liat, merangkai manik-manik atau kegiatan lainnya bersama-sama. Keterampilan motorik kasar dapat dikembangkan dengan bermain bola, lompat tali dan sebagainya. Bermain secara jama’i (berkelompok) membantu mereka merangsang perhatiannya terhadap kepekaan jiwa sosialnya.
Bermain dengan orang lain memungkinkan anak untuk belajar bagaimana bekerja dalam sebuah tim, berbagi, bernegosiasi, mendengarkan dan menyelesaikan konflik. Bermain sendiri juga dapat melatih anak-anak dalam mengambil keputusan, mengeskplorasi imajinasi dan kreatifitas mereka, serta menemukan minat atau pengalaman baru tanpa disadari.
Alhasil, bermain banyak manfaatnya bagi kehidupan anak-anak. Di antaranya adalah memahami diri sendiri, mengembangkan harga diri, menemukan apa yang dapat mereka lakukan, mengembangkan kepercayaan diri, melatih mental, meningkatkan daya kreativitas, membebaskan dari stres, mengembangkan pola sosialisasi dan emosi anak, melatih motorik, dan mengasah daya analisa mereka.
Akan tetapi sayangnya, dengan perkembangan teknologi dan gaya hidup modern yang serba instant seperti sekarang ini, menyebabkan terjadinya kontradiksi yang amat curam. Banyak permainan (game) modern yang dengan perlahan namun pasti menyeret kehidupan mereka ke ruang gelap hedonisme, perilaku satanis, dan tindakan sadis. Di lain pihak, kecanduan akan permainan tersebut telah banyak menimbulkan dampak negatif yang kian menganga.
Anak-anak perlu disisihkan waktunya untuk bermain. Penurunan waktu bermain pada anak-anak sangat tidak baik bagi sistem motorik mereka. Namun, permainan yang perlu disuguhkan pada mereka adalah permainan yang ramah dari dampak-dampak atau efek samping yang merugikan bagi kehidupan mereka. Permainan-permainan tradisional perlu dihadirkan kembali ke tengah-tengah kehidupan mereka. Di samping itu, permainan-permainan modern, seperti game online atau yang offline, playstation, dan sebagainya perlu dipilah dan dipilih demi meminimalisir dampak buruknya.
Sekolah dan lingkungan rumah perlu kiranya berperan aktif melakukan hal tersebut, mensosialisasikan serta memulai mengajarkan anak-anak tentang permainan tradisional, seperti yang saya lakukan, dan dengan bersamaan menginformasikan kepada mereka agar memilih permainan modern yang ramah untuk mereka serta memilah dan menjauhkannya dari permainan modern yang berpotensi buruk bagi kehidupan mereka. Tentu, pengawasan guru dan orang tua menjadi mutlak adanya.

———– *** ————

Rate this article!
Tags: