Oleh :
Kurnia Hidayati
Guru SMPN 6 Batang
Tak ada yang lebih risau, selain sepasang mata penyair yang jauh memandang danau
di Tasikardi, kesunyian menjelma gelombang yang bergerak.
kadang melintang, kadang remuk, dan saling bersilang
meningkahi cermin air di permukaan
perahu angsa berbaris di sisi replika pulau. seperti ingkar pada dermaga yang memanjang menikam danau.
dan para penyair yang tiba dari jauh kota, saling berbalas puisi bagai tak menyadari bahwa di tasikardi, ada yang bisa dilarung selain puisi
yaitu sunyi
2014
SEGAYUNG UTARA
1/
tandil kebun!
jengilkan mata pada para pekerja
yang berkerumun, di antara juntai daun, nging nyamuk hutan, sengatan semut merah, ancam tawon raja, lenting ekor kalajengking, lompatan tupai, dan desis ular-ular
tanyalah, “apakah isi kepala saat ini hanya berujar seputar rumah dan janabijana?
bukan ihwal buah kakao dan butir-butir kelapa.”
sebab di sini, pohon-pohon akan murka
jika alpa diunduh buah-buahnya
“mari melintas di atas kering daunan yang lepas. beradu tangkas; berebut kakao dan kelapa dengan para pencuri dan hama. jika beruntung, kakao-kakao matang akan menyesak di karung dan melampaui punggung. amati pula reput-relai kayu-kayu pohonan agar kerentaannya tak jatuh menimpa badan. di segayung utara, kita lebih dari seorang pekerja. ”
2/
tandil kebun!
amatilah para pekerja
buruh yang mendaki pohon kelapa terlampau tinggi
dan pemetik kakao dengan caping di kepala
semuanya takzim pada intai
dan titahmu
yang terus menggema
nyaring
di segayung utara
Batang, 10 Maret 2015
Malam Untuk Dhima
dan malam kembali menjadi milikmu
kuhidu telon dan minyak kayu putih
bedak bayi dan parfum kanak-kanak
; aroma masa kecil dalam genggam tangan mungil
manusia yang baru hidup beberapa minggu
kamu tak bisa memilih lahir dan berada
sebab Tuhan yang telah memilihku melahirkan siapa; dirimu
yang lantas kukenali sebagai buah hatiku
tangan kecil tubuh kecil dan mimpi-mimpi kecil
Dengan ingin tahu besar terhadap apa yang lantas ditemukan
Terimalah aku sebagai ibumu
yang selalu ingin menjadi malam yang sabar menidurkanmu di bahu rindu
Dan membisikkan dongeng yang akan kau kenang
Sepanjang usia
Selamat malam, Dhima! Mungkin saat ini kamu belum bisa membaca
Namun puisi ini tak perlu kata untuk sekadar menyelami tiap baitnya
Batang, 29 April 2019
KEPADA ANAK KECIL DALAM DIRIKU
Untukmu yang terbelenggu
dalam raga orang dewasa
aku melihatmu; tertunduk dan menangis
kecewa dan sedih
di sudut kamarku
memeluk lutut
tiada garis bahagia
hanya raung di antara raut murung
tak menyadari bahwa ada luka
yang luput menemukan penyembuhannya
****
kepada anak kecil dalam diriku
sudahkah kau menyelesaikan
guliran gundu di tanah pekarangan waktu itu?
kau yang piawai memainkannya
bersama kawan sebaya
tertawa dan melupakan apa saja
termasuk tipu daya dunia
kepada anak kecil dalam diriku
lihatlah! Jernih alur sungai di depan rumah
ia menanti, kau menceburkan diri
menelusuri arus dan kelokan
Batuan serta ikan-ikan
Hingga kuyup basah
Mengingkari segala resah
Kau tak bisa dusta bahwa kanak-kanakmu tak sempurna
Panjat pohon, lompat tali, rumah-rumahan boneka
Namun, kau tetap paham bahwa hidup berjalinan antara suka duka
***
Untuk tangis yang tersembunyi dalam lahat masa kini
Ingatlah bahwa kini ia hanya ingin mengenangnya
Sebagai bagian dari perjalanan usia
Batang, 16 Oktober 2019
Mimpi Buruk Kesunyian
Mimpi buruk kesunyian adalah mencari tanpa menemukan
Di batin mana ia terdiam
Padahal sunyi ini paling ngeri
Tertoreh sepanjang sejarah negeri
Orang-orang diam dalam rumah bersama kesunyiannya sendiri
Mungkin di balik pintu, ada seseorang
Meringkuk dan mengenang
Sepasang terompah
Dan sisa petualangan
Namun kesunyian kian menyengsarakan
Dengan mimipi buruk dan rasa sakit tanpa muara
Tatkala nyawa telah tiada
akan tiba pula
Sunyi lain yang serupa
Dengan raut wajahnya
Batang, 21 Juni 2020
Biodata Penulis:
Kurnia Hidayati lahir di Batang, Jawa Tengah. Tulisan-tulisannya pernah dimuat di berbagai media massa seluruh Indonesia. Buku puisinya “Senandika Pemantik Api” terbit tahun 2015. Saat ini bekerja di SMP N 6 Batang.