Membangun Sikap Kritis Melalui Keterampilan Membaca

Oleh :
Suci Puspita Sari
Pendididikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Malang 

Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan dasar bagi manusia. Dengan pendidikan yang diperolehnya manusia, akan mampu menyiapkan diri dalam menjalani kehidupan. Tantangan pendidikan saat ini adalah mampu menghasilkan individu yang dapat bersaing di era milenial. Sebagai salah satu tanda dalam melaksanakan unit pendidikan nasional adalah dengan meningkatkan keterampilan berpikir kritis yang bisa dilaksanakan di sekolah sesuai dengan kebutuhan dan karakeristik peserta didik. Salah satu mata pelajaran yang dapat meningkatan kemampuan berpikir kritis adalah melalui pembelajaran Bahasa Indonesia.
Pembelajaran Bahasa Indonesia memiliki peran penting dalam mempengaruhi kemampuan berkomunikasi pada peserta didik, baik di sekolah maupun di rumah. Adanya aktivitas membaca pada mata pelajaran Bahasa Indonesia, menjadikan peserta didik dibekali dengan pengetahuan formal dalam berbahasa, seperti kaidah berbahasa, proses berbahasa, maupun keterampilan berbahasa. Peserta didik dikatakan terampil apabila menguasai empat kemampuan dalam berbahasa yaitu menulis, berbicara, menyimak, dan membaca. Keempat keterampilan tersebut dapat dikuasai oleh peserta didik jika disertai dengan upaya dan latihan dengan bersungguh-sungguh.
Berbanding terbalik dengan keadaan sebenarnya. Dewasa ini minat baca pada peserta didik mengalami penurunan. Peserta didik lebih suka menikmati informasi-informasi melalui gadget.
Sayangnya, informasi yang diserap peserta didik melalui gadget bukanlah informasi yang mengandung unsur pengetahuan yang dibutuhkan di sekolah. Aktivitas chatting dan upload di sosial media adalah hal yang digemari para kaum milenial. Peserta didik kurang menyukai aktivitas membaca atau yang disebut dengan aktivitas literasi. Selain itu, ketika telah sampai di rumah peserta didik juga tidak lagi mengulang pembelajaran yang diberikan oleh guru, melainkan menghabiskan waktu istirahat dengan menikmati fasilitas android seperti game. Hal ini yang menjadi permasalahan pada menurunya minat baca peserta didik, sehingga dapat berpengaruh pula pada pemahaman dan pola pikir peserta didik.
Untuk meningkatkan kemampuan literasi membaca, seseorang memerlukan suatu sarana dalam pengembangan penalaran dan kekritisan. Sebagai sarana pendukung proses tersebut, penting untuk memilih kualitas materi yang akan menjadi pokok bacaan, sehingga informasi yang diperoleh akan lebih bermakna. Selain itu, kemudahan dalam memperoleh buku atau sumber bacaan mempengaruhi terhadap frekuensi sesorang dalam membaca. Semakin sering seseorang melakukan aktivitas membaca berarti semakin banyak pula informasi yang diperolehnya. Secara tidak langsung, akan semakin banyak pula ide dan gagasan yang akan diwujudkan dalam bentuk tulisan maupun lisan.
Aktivitas membaca adalah salah satu keterampilan berbahasa yang bertujuan untuk memahami gagasan pokok dalam suatu teks tertentu. Menurut Slamet (2014), membaca adalah kegiatan memahami ide, isi, atau gagasan baik secara tersirat maupun tersurat. Hakikat membaca adalah mencapai suatu pemahaman. Ketika membaca pemahaman, seseorang diharuskan untuk melakukan aktivitas membaca kritis.
Membaca kritis adalah suatu kegiatan mengkritisi bahan bacaan dan berpendapat mengenai bahan bacaan tersebut. Ketika membaca kritis, aktivitas yang dilakukan tidak hanya sekedar membaca saja, tetapi secara kritis dapat memahami teks yang dibaca. Ketika membaca, secara tidak langsung dapat melatih kemampuan berpikir kritis. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Muttaqiin, kemampuan membaca kritis yang tinggi akan menyebabkan kemampuan berpikir kritis yang tinggi pula, karena kegiatan membaca kritis secara alami mampu merangsang kemampuan berpikir kritis. Dengan demikian, kegiatan atau aktivitas membaca kritis dapat menggambarkan kemampuan berpikir kritis pada peserta pada seseorang.
Peserta didik yang memiliki kemampuan berpikir kritis menurut Santrock akan melakukan kegiatan yakni 1) menanyakan bagaimana dan mengapa bukan hanya apa yang terjadi, 2) mencari bukti-bukti yang mendukung suatu fakta, 3) berani berpendapat saat diskusi dengan cara yang masuk akal, bukan dengan emosi, 4) mengenali bahwa ada lebih dari satu jawaban atau penjelasan, 5) membandingkan jawaban-jawaban yang beragam dan mampu menentukan jawaban yang terbaik, 6) mengevaluasi apa yang dikatakan orang lain, dan 7) mampu menanyakan pertanyaan, serta 8) berani berspekulasi untuk menciptakan ide dan informasi baru. Berdasarkan ciri-ciri di atas, salah satu yang paling terlihat adalah saat peserta didik sering bertanya tentang suatu hal. Indikasi itulah yang paling mudah dalam mengenali anak yang berpikir kritis.
Agar implementasi berpikir kritis bisa berjalan dengan baik, seluruh warga sekolah harus berperan penuh untuk lebih mengefektifkan keberhasilan dalam kemampuan berpikir kritis. Untuk mengetahui kemampuan membaca kritis yang dimiliki peserta didik saat proses pembelajaran, guru sebaiknya dapat melakukan beberapa hal-hal tertentu. Kebebasan guru untuk mempersiapkan, melaksanakan, dan mengevaluasi terhadap pembelajaran akan mempermudah dalam menyampaikan ilmu pengetahuan pada peserta didik. Guru selalu terbuka, untuk membantu dan memotivasi peserta didik dalam menemukan sesuatu saat proses pembelajaran.
Kompetensi dan transfer pengetahuan akan tercapai jika suasana pembelajaran dapat berjalan dengan demokratis, menyenangkan, dan terjadi perubahan perilaku pada peserta didik menjadi lebih baik. Guru dapat memulai kegiatan membaca kitis dengan memberikan bahan bacaan.
Bacaan yang diberikan kepada peserta didik dapat dilengkapi dengan beberapa pertanyaan yang mampu mengarahkan peserta didik dalam aktivitas berpikir kritis. Hal-hal tersebut dapat dilakukan guru dengan memberikan beberapa pertanyaan yang meliputi 1) inti sari bacaan, 2) tujuan penulis membuat bacaan atau teks, dan 3) kesimpulan dari bacaan tersebut.
Selain itu, usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan motivasi membaca adalah sebagai berikut. Pertama, menciptakan budaya literasi membaca. Kedua, Kegiatan membaca sebagai suatu kebutuhan dan kewajiban. Ketiga, membaca sebagai proses memperkaya diri. Jika kita sudah terbiasa menerapkan upaya-upaya tersebut dalam aktivitas sehari-hari, pastilah kegiatan membaca kritis akan tercapai dengan baik.
Penciptaan budaya membaca dapat kita mulai dengan menumbuhkan kesadaran diri untuk selalu kritis dan kreatif dalam membaca. Setelah proses membaca dilakukan dan dibiasakan, nantinya kita akan mempunyai karya dari hasil membaca. Karya tersebut dapat berupa ringkasan, sinopsis, resensi, analisis, dan simpulan.
Untuk membiasakan diri agar akrab dengan kegiatan membaca, kita harus mampu membuat komitmen pada diri sendiri untuk selaIu membaca. Hal ini dilakukan dengan cara mengurangi kebiasaan budaya banyak bertutur atau berbicara seperti (bergosip, mengobrol, dan bergunjing) dan menggantinya dengan kegiatan membaca.
Menumbuhkan literasi membaca dalam diri seseorang memang tidaklah mudah. Kesadaran tersebut harus dimulai dari diri pembaca agar selalu menumbuhkan semangat membaca. Seseorang akan merasakan manfaat dari kegiatan membaca ketika mampu menyelesaikan tugas, menambah wawasan, dan menambah sumber referensi.

———– *** ————–

Tags: