Mencari Solusi Pasca Era Minyak

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Jatim, Bhirawa
Angka subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang setiap tahunnya jebol membuat pusing pemerintah. Tahun 2014 ini angka subsidi menurut APBN dipatok 210 triliun. Hanya saja, melihat konsumsi yang terus meningkat, angka subsidi tersebut diperkirakan bisa menembus angka kisaran Rp 285 triliun.
“Ini sudah pasti menjadi persoalan tersendiri bagi negara. Dan ini perlu solusi yang tepat guna. Untuk mengurangi subsidi BBM diperlukan sebuah ketegasan pemimpinan untuk mencari jalan keluarnya,” kata Ir Tengku Bob Iskandar SE, CIP, MSTT’S, Praktisi Risk Management Oil &Gas dan Marine.
Mengurangi subsidi yang paling mudah memang dengan menaikkan harga BBM. Juga bagaimana pemerintah mempunyai kemauan yang keras untuk melakukan konversi dari BBM ke bahan bakar gas (BBG). Persoalannya, BBM bersubsidi tetap, konversi berjalan di tempat, sehingga mengakibatkan jebolnya subsidi BBM.
“Saya berharap pilpres 2014 ini melahirkan pemimpin yang berani mengambil keputusan demi rakyat. Tidak hanya berani, tapi dia cerdas dalam mengambil keputusan itu, sehingga kebijakan yang diambil pada akhirnya dapat memakmurkan rakyat,” kata Bob yang alumni ITS tersebut.
Bob mengatakan, salah satunya yang diperlukan dalam waktu dekat ini, yakni adanya gerakan penghematan penggunaan BBM, karena impornya terus membengkak. Dengan adanya penghematan tersebut berkorelasi kepada penghematan subsidi BBM.
Kementerian Keuangan pun meminta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebagai  instansi  teknis  disektor  energi  untuk  lebih  serius  menjalankan program penghematan subsidi BBM.
Wakil Menteri dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Susilo Siswoutomo mengatakan, impor minyak mentah dan BBM saat ini sudah mencapai 950 Ribu barel perhari.  Itu terjadi atas impor BBM sekitar 350 ribu bph dan impor minyak mentah 600 ribu bph. “Untuk mengimpor total 950 ribu bph, uang yang harus dikeluarkan mencapai US$  120 juta per hari,“  katanya pada pertemuan dengan Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) di Jakarta,Selasa (4-03-2014).
Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) 5-03-2014, dilaporkan  impor BBM pada Januari 2014 mencapai 1,2 juta ton, atau US$ 1,3 milyar atau sekitar Rp 15 triliun.
tentu saja situasi ini sangat menghawatirkan, dan dalam hal ini adalah realistis bahwa sulit untuk meningkatkan produksi minyak Indonesia. Sumur-sumur minyak yang sudah tua dan tidak adanya penemuan sumber minyak baru dalam jumlah besar, membuat tren roduksi inyak justru turun. Sementara  trend kons umsi (BBM)  terus  naik.
Turunnya produksi minyak memang berimplikasi panjang. Selain memperkecil penerimaan negara dari sektor migas, kondisi tersebut juga membuat Indonesia terpaksa mengimpor lebih banyak minyak mentah dan BBM untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri.
Harus diakui bahwa, seiring dengan tumbuhnya penjualan kendaraan bermotor, baik mobil maupun sepeda motor, upaya untuk menekan konsumsi BBM memang sulit dilakukan.
Didalam hal ini pemerintah juga sudah memulai langkah-langkah untuk  mengurangi beban  subsidi BBM  untuk memperbaiki current account atau transaksi berjalan, yaitu dengan menggalakan pengunaan biodisel dan mengembangkan Bahan Bakar Gas (BBG) sebagai substitusi BBM.
Program konversi BBM ke BBG sebenarnya bukan baru sejak tahun 2010
Kementrian ESDM sudah memulai inisiatif Konversi BBM ke BBG untuk kendaraan angkutan umum. Namun Program-program baik biodisel, maupun konversi BBM ke BBG sampai sekarang masih agak jauh dari target yang diharapkan.

Kendala Biodisel
Sementara itu, Bob Surachman, pimpinan PT Samudera Petro Gas mengatakan, dalam pengembangannya, para produsen biodisel mendesak pemerintah untuk mengkaji ulang harga tender biodisel, sebab dibeli Pertamina ditujukan kepada sektor BBM subsidi dan non subsidi dimana semestinya ada perbedaan perlakuan didalam pembelian harga biodisel.
Pertamina sudah dua kali mengadakan tender, tetapi sulit untuk memenuhi pengadaannya, padahal jumlah biodisel yang dibutuhkan oleh Pertamina cukup tinggi mencapai 5,3 juta KL selama dua tahun ini. [adv]

Rate this article!
Tags: