Mewaspadai Lost Generation Selama Pandemi Covid-19

Oleh :
Lumiyati, MPd
Founder Lembaga PAUD AN-NAJA Surabaya.

Dampak Pandemi Covid-19 begitu dasyat menguncang dunia. Salah satunya adalah dunia pendidkan. Dimana pola pendidikan dengan belajar tatap muka diganti dengan sistem daring (online). Panjangnya masa pembelajaran daring ini yang di mulai sejak Maret 2020 menimbulkan efek kejenuhan bagi para murid. Akibatnya mereka jadi malas untuk melakukan kegiatan belajar. Hal yang mengejutkan terjadi keika para siswa banyak yang melakukan pernikahan dini. Sebagaimana terjadi di berbagai daerah (Jawa Pos, 27 Agustus 2020). Kebanyakan yang melakukan pernikahan dini adalah adalah siswa Perempuan. Dimana rata-rata anak perempuan menikah pada usia 14-17 tahun, bahkan terkadang lebih dini. (Suyanto, 2020)

Selain Pernikahan dini para siswa perempuan akibat lamanya pembelajaran daring. Akibat yang jauh lebih besar adalah adanya potensi Lost generation (LG) dari para siswa-siswa angkatan tahun ajaran 2020-2021 dan mungkin sesudahnya. Karena yang diajarkan pada para siswa dan siswi tersebut lebih banyak aspek kognitif. Dimana mereka diberi materi pembelajaran semata tanpa ada interaksi langsung dengan guru sehingga aspek afektif dan psikomotorik pada siswa kurang digarap. Sehingga sekolah atau guru mempunyai hutang untuk mengajarkan aspek afektif dan psikomotorik di tahun depan. Karena aspek inilah yang hilang selama proses pembelajaran daring ini berlangsung.

Ancaman Lost Generation

Ancaman di depan mata akibat dari Pandemi Covi-19 ini pada dunia pendidikan yang paling membuat kita miris adalah adanya potensi terjadinya Lost Generation (Generasi yang hilang).Terminologi Lost Generation pada awalnya digunakan untuk menyebut anak-anak yang mengalami kebingungan dan kehilangan arah pada pasca periode awal perang dunia 1. Pandemi Covid 19 ini membuat anak-anak sekolah beresiko mengalami beberapa masalah psikologi seperti yang terjadi pada pasca perag dunia 1 tersebut.

Data data menunjukan kearah tersebut. Data Bank Dunia yang dirilis pada 18 Juni 2020 menemukan bahwa telah terjadi penurunan kualitas pendidikan dari para peserta didik di seluruh dunia akibat Pandemi-Covid-19. Penutupan sekolah telah menurunkan nilai- rata-rata ujian sebanyak 25 persen. Hal yang sama juga terjadi pada penurunan efektifitas tahun sekolah dasar yang tadinya 7, 9 tahun menjadi 7,3 tahun. Akibat penutupan sekolah banyak terhambat untuk mendapatkan materi- materi baru. Hal senada di temukan oleh Unicef bahwa Pandemi Covid-19 ini telah memicu penurunan kompetensi dasar yang harus doimiliki oleh seoarang peserta didik akibat menurunnnya kualitas waktu belajar siswa ( Jawa Pos, 13/8/20).

Melihat- data-data yang seperti di atas sungguh potensi terjadi Lost Generation pada peserta didik yang ada di sekolah dan perguruan tinggi sangatlah besar. Karena tiadanya aspek interaksi guru dan murid. Sehingga pembelajaran kurang mendalam hanya dipermukaan saja. Belum lagi apakah yang mengerjakan tugas dari guru itu apakah murid sendiri atau dibantu orang tua. Sehingga aspek seperti budi pekerti yang luhur seperti kejujuran dan lainnya kurang tergarap dalam aspek pembelajaran daring.

Sehingga dikhawatirkan apabila pembelajaran daring ini berjalan lama, misalnya sampai tahun depan 2021 saja maka dampaknya akan berkepanjangan. Potensi untuk terjadinya Lost Generation akan semakin besar.

Langkah Pencegahan

Langkah untuk mencegah Lost Generation supaya tidak terjadi atau diminimalisir maka yang dibutuhkan tidak cukup pemberian pulsa internet bagi siswa dan guru yang diangarkan oleh kemdikbud sebesar 9 Triliun. Tapi juga kurikulum yang menunjang siswa agar bisa menikmati belajar serta tidak jenuh dengan pembelajaran online. Oleh karena itu dibutuhkan “relaksasi” kurikulum yang menyesuiakan dengan pandemi Covid-19. Dengan adanya relaksasi kuriulum maka guru makin nyaman dan siswa juga tidak terbebani lagi dengan tugas belajar yang amat banyak.

Selanjutnya kalau bisa pemerintah memberikan subsidi smarphone bagi siswa yang tidak mempunyai smartphone. Karena kalau tidak walaupun mereka telah di subsidi pulsa internet selama empat bulan ke depan, kalau tidak ada samrtphone akan menjadi mubazir. Untuk itulah juga perlu adanya pendampingan bagi anak-anak yang kesulitan dalam menjalankan proses pembelajaran daring tersebut.

Kemudian untuk anak-anak perlu adanya perbaikan gizi dengan memberikan bantuan makanan bergizi bagi mereka sepertinya misalnya vitamin agar meningkatkan sistem imun tubuh mereka. Sehingga diharapkan dapat mencegah dari paparan Covid-19.

Serta perlunya pendampingan psikoologi bagi anak-anak yang depresi karena terpapar Covid-19, atau ada dari keluarga mereka yang terpapar Virus tersebut. Sehingga mereka mempunyai orang yang bisa diajak diskusi atau sebagai pendamping ketika keluarga mereka masih sakit karena terpapar virus tersebut.

Berbagai langkah pencegahan tersebut tentunya butuh sinergi antara siswa, orang tua siswa, sekolah, guru serta terutama pemerintah melalui Kemendikbud agar bisa meramu langkah-langkah yang di anggap tepat. Sehingga tidak terjadi Lost Generation pada putra-putri tercinta kita yang pada 10-15 akan datang akan berperan di masyarakat.

Sebagai kata penutup marllah kita renungkan perkataan pujanga Ronggowarsito tentang datangnya suatu zaman seperti adanya pagebluk Pandemi Covid1-19 untuk selalu eling lan waspada (sadar dan waspada). Terutama eling lan waspada akan ancaman Lost Generation.

———– *** ———–

Tentang penulis:
Nama : Lumiyati
Alamat : Rungkut Menanggal 3 No. 1 Surabaya
No. Rekening : 6750556785 an. Lumiyati pada BCA KCP Rungkut Mapan Surabaya
No. HP. : 081 332016108
Pendidikan : S-2 Pendidikan

Tags: