Akademisi Dukung Pemerintah Gelar PTM Usai Vaksinasi Guru

Dr Lia Istifhama

Dr Lia Istifhama
Rencana pemerintah menggelar Pembelajaran Tatap Muka (PTM) setelah vaksinasi terhadap guru dan dosen selesai mendapat respon positif dari sejumlah kalangan. Salah satunya yang disampaikan akademisi yang juga Ketua III Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Taruna, Surabaya, Dr Lia Istifhama.
Menurut Ning Lia, sapaan karib Lia Istifhama, wacara pemerintah juga telah didukung Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Lenny N Rosalin, harus disikapi secara positif dan didukung semua pihak.
“Awal 2021 sempat ada wacana menggelar PTM. Namun banyak pihak yang menolak karena peduli dengan kesehatan para siswa. Jujur saya sebagai ibu dari dua anak dan warga Indonesia, heran dengan sikap orang – orang yang seakan – akan garang bersuara tapi tidak berpikir holistik,” ujar Tokoh Muda Inspiratif Jatim versi FJN ini.
Holistik yang dimaksud Ning Lia, adalah pentingnya berfikir dari banyak aspek. Banyak fakta dan kejadian yang telah banyak menciptakan kerumunan. Seperti saat Pilkada serentak 2020, pusat perbelanjaan yang tetap ramai apakah benar menciptakan kasus lonjakan Covid-19?.
“Pemerintah sudah melakukan sedemikian cara untuk menekan Covid 19. Saya kira pemerintah sudah berhasil kok. Kalau kita masih tidak puas, bagaimana pemerintah bisa membuat kebijakan yang adaptif dengan kebutuhan masyarakatnya? Terutama kebijakan terkait masa depan generasi muda,” ungkapnya.
Ning Lia menjelaskan, banyak pihak yang khawatir akan terjadinya lost generation. Generasi yang hilang akibat pendidikan dan ilmu tidak diserap secara optimal. Ancaman itu sebenarnya sangat nyata dan telah terjadi pada anak – anak saat ini.
“Anak – anak yang sekarang kecanduan gadget lalu mengalami telat bicara, males gerak, obesitas, males berpikir apalagi mikir hitung – hitungan. Banyak anak juga yang mengalami problem psikis karena tidak mau diganggu saat main game online. Itu namanya apa lagi kalau bukan konteksnya kesehatan mental, mata dan psikis?,” tegasnya.
Ketua Perempuan Tani HKTI Jatim ini juga menyayangkan jika aspek kognitif dan pertumbuhan anak-anak terutama usia PAUD, TK dan SD diabaikan. ”Kedewasaan kita dapat terbukti saat kita mikir generasi anak – anak. Jangan kita yang orang tua hanya mikir anak kita sendiri, tapi cuek dengan anak tetangga yang jadi aneh gara-gara gadget. Ingat, banyak anak-anak yang juga terpengaruh sikap – sikap yang tidak benar. Seperti konten anak lelaki dengan gaya genit,” terangnya.
Lebih lanjut, Ning Lia Berharap, budaya pembatasan gadget atau gawai untuk anak-anak diberlakukan lagi seperti pada 2017 lalu. Berdasar rekomendasi dari Akademi Pediatri Amerika saat itu, waktu maksimal bagi anak usia 2 hingga 5 tahun untuk bersentuhan dengan gawai hanya satu jam per hari. Itu pun orang tua harus memastikan anak menonton program berkualitas tinggi.
“Sedangkan anak berusia 18 bulan ke bawah tidak direkomendasikan bersentuhan dengan gawai sama sekali. Jadi saat itu literasi, yaitu menulis dan membaca, serta permainan non gawai menjadi penting untuk diinternalisasi sebagai kebiasaan anak-anak,” pungkas Sekretaris MUI Jatim ini. [iib]

Tags: