Debat Kekuatan Hankam

Debat etape kedua Calon Presiden (Capres) langsung tancap gas. Menohok pada problematika kinerja ketiga Capres. Walau terdapat enam tema, tetapi harus diakui, terdapat tema paling kritis. Yakni, meliputi isu pertahanan, keamanan, dan globalisasi. Sebenarnya, Capres bisa berpatokan pada amanat konstitusi. Karena seluruh tema telah diatur dalam UUD. Termasuk globalisasi, dan politik “bebas aktif” yang mengatur partisipasi nasional pada pergaulan global.

Segala hal politik kenegaraan, termasuk perang, dan pertahanan negara telah diatur dalam konstitusi. Pijakan utama tercantum dalam pembukaan UUD alenia ke-empat. Secara tekstual, dinyatakan, “Kemudian … untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial ….”

Partisipasi Indonesia pada tataran global, telah ditunjukkan dengan adanya Kontingen Garuda, biasa disingkat KONGA. Sejak tahun 1957, Indonesia selalu turut aktif mengirim pasukan (TNI) sebagai bagian dari Pasukan Penjaga Perdamaian PBB. Untuk pertama kali dikirim KONGA ke Mesir (8 Januari 1957). Sekaligus sebagai “solidaritas” Indonesia terhadap negara-negara Liga Arab, yang pertama kali mendukung Kemerdekaan RI. Bahkan KONGA juga berpartisipasi dengan melibatkan KRI (Kapal Perang RI), sejak tahun 2009, terlibat dalam MTF (Maritim Task Force).

Maka militer Indonesia (TNI) cukup disegani pada pergaulan internasional. Ironis, pada Pilpres 2019 lalu, terdapat isu, bahwa Indonesia hanya mampu bertahan perang selama tiga hari. Konon pernyataan Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu, dikutip oleh Capres Prabowo Subianto, dalam pidato kebangsan di JCC (14 Januiari 2019). Tak lama, Menhan, meng-klarifikasi pernyataannya, bahwa Indonesia siap berperang dalam waktu sangat lama.

Berdasar rilis Global Fire-Power (GFP), kekuatan militer Indonesia berada pada peringkat ke-13 dari 145 negara. Sejak tahun 2006 GFP telah memaparkan secara terbuka data dan rangking kekuatan militer modern 145 negara di seluruh dunia. GFP menentukan perankingan dengan mengukur 60 aspek dan metodologi. Aspek yang diukur antara lain, jumlah unit militer, kondisi keuangan, hingga kemampuan logistik dan kondisi geografi suatu negara.

Tema Hankam sangat menarik, karena terdapat dua Paslon yang pernah menjabat Menteri Pertahanan. Yakni, Paslon Prabowo – Gibran, dan Paslon Ganjar – Mahfud. Debat terasa cukup “panas” pada isu proses pembelian pesawat tempur Mirage 2000-5 dari Qatar. Tetapi yang dibeli pesawat bekas, produksi tahun 1997, nilainya mencapai US$ 734,53 juta (hampir Rp 11 trilyun). Kontrak pembelian telah ditandatangani pada akhir Januari 2023.

Namun setelah berbagai kritisi, kontrak pembelian pesawat tempur bekas, mendadak dibatalkan. Terutama karena alasan fiskal (kebijakan keuangan). Walau sebenarnya pesawat yang sama sudah pernah ditawarkan kepada Indonesia, sejak tahun 2009 (zaman Menhan Yuwono Sudarsono). Tawaran pesawat bekas dari Qatar ditolak, dengan alasan biaya pemeliharaan yang mahal. Menurut data Kementerian Pertahanan, kondisi saat ini, tidak membeli pesawat Mirage bekas, tidak akan mengurangi matra pertahanan udara.

Pertahanan NKRI, bukan sepele, dan gampang rentan. Karena disokong sistem pertahanan rakyat semesta. Prajuritnya bisa sejumlah orang dewasa (sekitar 180 juta orang), sesuai amanat konstitusi. UUD pada pasal 30 ayat (1), menyatakan, “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.” UU Nomor 34 Tahun 2004 Tentang TNI, pada pasal 2 huruf b, menyatakan Jati diri TNI, adalah tentara pejuang. Bukan mercenaries (tentara bayaran).

——— 000 ———

Rate this article!
Debat Kekuatan Hankam,5 / 5 ( 1votes )
Tags: