Diberi Peringatan, Petrokimia Tetap Anggap Bukan Limbah B3

Kepala BLH Jatim Indra Wiragana sedang melihat pengambilan uji sample terhadap lahan reklamasi dan air laut.

Kepala BLH Jatim Indra Wiragana sedang melihat pengambilan uji sample terhadap lahan reklamasi dan air laut.

Gresik,Bhirawa
Setelah mendapat surat peringatan keras dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Jatim, PT Petrokimia Gresik ( PG)  akhirnya menghentikan reklamasi untuk pengembangan TUKS (Terminal untuk Kepentingan Sendiri) yang ada di kawasan perusahaan tersebut. Penghentian itu dilakukan karena  reklamasi yang digunakan  diduga menggunakan bahan limbah B3 ( Bahan Berbahaya dan Beracun).
Kendati demikian,  Petro tetap membantah jika reklamasi itu menggunakan bahan limbah B3. “Kalau kapur itu dianggap B3,  ya sudah kita hentikan. Pada intinya kita mematuhi surat KLH itu,” terang Kepala Biro Humas PT  Petrokimia Gresik Yusuf Wibisono, Rabu ( 3/9).
Menurut Yusuf, alasan Petro menggunakan  produk kapur gypsun untuk reklamasi itu karena menurut PP No 18  Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
kapur  bukan masuk kategori B3. Selain itu, juga diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan perguruan tinggi ITS pada 2002 lalu yang dikatakan  bahwa kapur itu bukan B3.
Sementara, di sisi lain Petro sendiri  kesulitan untuk membuang limbah produksinya  keluar dari pabrik karena tidak ada regulasinya. Sehingga, limbah produk itu sampai menumpuk bak gunung. Mungkin karena volumenya yang begitu besar itu sehingga  KLH Pemprov Jatim menganggap itu sebagai limbah B3.
Sebenarnya, tambah Yusuf, Petro sudah mengurus izin ke Kementerian LH agar limbah itu bisa dibuang ke luar pabrik.  Namun, sampai saat ini izin itu belum keluar. “Pernah kita buang keluar, ternyata disalahgunakan.,” terang Yusuf.
Seperti diberitakan Bhirawa sebelumnya, Pemprov Jatim melalui Badan Lingkungan Hidup (BLH) Jatim telah melayangkan surat peringatan keras atau sanksi administrasi paksaan pemerintah terhadap salah satu Badan Umum Milik Negara (BUMN) yaitu PT Petrokimia Gresik karena telah mereklamasi lahan dengan menggunakan material limbah B3. Perusahaan itu diketahui telah melanggar UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Kepala BLH Jatim Indra Wiragana SH saat itu mengatakan, ada beberapa pelanggaran yang dilakukan PT Petrokimia Gresik. Di antaranya, tidak mengolah lebih lanjut material uruk berupa limbah padat sisa produksi yang tergolong limbah B3.  PT Petrokimia Gresik juga dilarang menyebarluaskan/menyerahkan ke pihak lain untuk menggunakan atau memanfaatkan limbah B3 sebelum mendapatkan izin atau persetujuan dari KLH RI.
Sementara itu, pakar hukum lingkungan Unair Surabaya Seoparto Wijoyo mengatakan,  apapun alasannya reklamasi menggunakan bahan limbah B3 tidak boleh. Jika ada perusahaan yang reklamasi menggunakan limbah B3, merupakan kejahatan terhadap lingkungan.”Sebab, B3 itu sangat bahaya bagi keselamatan,” terang Soeparto.
Limbah B3 lanjutnya, bisa dimanfaatkan kembali, namun harus melalui proses pengolahan. Pusat pengolahan limbah B3 di Indonesia hanya ada di Cileungsi, Bogor.”Itu pun harus ada izin dari Kementerian LH,” jelasnya.
Terkait dengan kasus Petro, Soeparto  tidak banyak komentar karena belum tahu fakta yang sebenarnya. Jika Petro benar reklamasi menggunakan limbah B3, jelas itu sebagai bentuk kejahatan. Sebagai perusahaan BUMN, Petro tidak patuh terhadap lingkungan.
Sebenarnya, kata Soeparto, kepolisian sudah bisa begerak untuk melakukan pemeriksaan terhadap perusahaan yang memproduksi pupuk terbesar se-Indonesia itu. Dasarnya adalah surat BLH Provinsi Jatim yang dilayangkan ke Petro.”Dengan bukti surat itu mestinya kepolisian sudah bisa bertindak. Karena ini bisa pidana,” pungkas Soeparto. [eri]

Tags: