Dukung Merger, Dirut PJU Ingin Efektif dan Efisiensi

Dr Leo Herlambang SE, MM

Dr Leo Herlambang SE, MM

Surabaya, Bhirawa
Rencana merger BUMD Jatim, PT Jatim Nusa Usaha (JNU) dengan PT Petrogas Jatim Utama (PJU) diamini positif direksi perusahaan BUMD tersebut. Alasannya, karena dengan merger tersebut akan membuat perusahaan baru menjadi makin efektif dan efisien.
Dirut PT PJU Dr Leo Herlambang SE, MM menyatakan merger PT JNU dengan PT PJU memang diperlukan karena dalam Perda perubahan tentang PT PJU sudah ditambahkan bisnis Badan Usaha Pelabuhan (BUP). Sementara izin pengelolaan pelabuhan sudah dimiliki PT JNU melalui anak perusahaannya, PT Delta Artha Bahari Nusantara (DABN).
“Jadi merger tersebut memang diperlukan karena sesuai keadaan bisnis PT JNU yang dikaver oleh PT PJU. Efek dari merger yang pasti adalah perusahaan gabungan akan semakin produktif efektif dan efisien,” papar Leo yang belum genap sebulan menjadi dirut kepada wartawan, Senin (25/1).
Sebelumnya tiga direksi baru BUMD milik Pemprov Jatim menemui Komisi C DPRD Jatim pekan lalu. Hadir dalam kesempatan itu, Dirut PT Panca Wira Usaha (PWU) Ir Basanto Yudoyoko yang menggantikan Arif Afandi. Dirut PT PJU Leo Herlambang menggantikan Abdul Muid, serta Dirut PT JNU Ir Agus Edi Sumanto pengganti Leo. Baik Basanto maupun Agus Edi sebelumnya sudah menjadi direktur di dua BUMD tersebut.
Penggantian Arif Afandi sekaligus memperbaiki hubungan PT PWU dengan DPRD Jatim yang selama ini dinilai memburuk. “Hubungan kami sendiri dengan DPRD, khususnya Komisi C sebagai mitra kerja sangat baik. Bahkan anggota dewan mengapresiasi keberhasilan PT JNU, juga PT PJU.  Bagi kami Komisi C adalah partner dan kontrol, sesuai tugasnya melakukan pengawasan terhadap setiap aset Pemprov Jatim,” papar Leo.
Master dan doktor lulusan Universitas Airlangga (Unair) Surabaya ini ditetapkan sebagai Dirut PJU pada 29 Desember 2015 lalu. Menggantikan Abdul Muid merupakan kejutan. Sebab selama ini diperkirakan pengganti Dirut PT PJU orang dalam. Ternyata stakeholder mempercayakan pria kelahiran Magetan 28 Februari itu mengurusi perusahaan minyak milik Pemprov Jatim. “Saya tidak bisa menolak. Ini amanah untuk memperbaiki kinerja PJU dan memberikan PAD semaksimal mungkin,” kata Leo.
Tantangan bagi Leo tidak mudah. Apalagi kondisi saat ini harga komoditas minyak jatuh, sudah mencapai 27  dollar AS per barel.  Risiko bisnis PT PJU besar. Sangat mungkin mengalami kerugian. Ini dapat dilihat dari banyaknya perusahaan komoditas dan khususnya migas yang melakukan PHK besar-besaran. “Jika diperlukan untuk penyelamatan secara efektif maka penyertaan modal sangat diperlukan,” pungkasnya.
Tapi bapak tiga puteri ini bukan orang baru di BUMD Jatim. Pada 2010 lalu, Leo diminta Pemprov mengelola PT Jatim Investment Manajemen (JIM) yang saat itu dalam keadaan sekarat. Utangnya besar sedangkan pendapatan turun drastis. Bersama timnya, alumni S1 FE Universitas Brawijaya Malang ini memperbaiki kinerja PT JIM. Dia mengubah bisnis anak usaha PT JIM persewaan tangki penimbunan BBM, ditambah dengan tangki penimbunan CPO (minyak mentah). Setelah itu merambah bisnis pelabuhan.
Saat tengah bangkit, PT JIM menjadi PT JNU. Sebab izin operasional PT JIM  dari BAPEPAM LK atau sekarang OJK (Otoritas Jasa Keuangan). Padahal usaha tangki timbun minyak tidak boleh usaha di bidang finance. Maka izin PT JIM dikembalikan ke OJK dan berganti menjadi PT JNU dengan usaha utama logistik transportasi dan perdagangan. Transformasi bisnis tersebut membawa dampak positif. Hanya jangka waktu 3 tahun PT JNU telah bebas dari utang. Cash flow positif.
Lompatan luar biasa terjadi saat PT JNU melalui anak usahanya PT DABN diberi izin mengelola pelabuhan di Probolinggo. Ini menjadikan Pemprov Jatim sebagai provinsi pertama dan satu-satunya di Indonesia yang mengelola pelabuhan.  PT JNU memiliki keuntungan, karena sejak Januari 2015 untuk mendapatkan izin sebagai BUP, modal disetor minimal Rp 1 triliun. “Dengan syarat itu, kecil kemungkinan ada BUMD di Indonesia mendapatkan izin BUP, termasuk swasta,” ujar Leo.[cty]

Tags: