Fenomena Dimas Kanjeng

Bagus A Putra

Bagus A Putra

Bagus A Putra
Fenomena Taat Pribadi (Pimpinan Padepokan Dimas Kanjeng Probolinggo)  juga disoroti psikolog Dr MG Bagus Ani Putra. Ahli psikologi sosial dari Unair  Surabaya itu menilai kondisi masyarakat yang mengalami Materialistic Value Oriented  atau menghargai materi secara berlebihan itulah yang menyuburkan fenomena Dimas Kanjeng. “Itu sebenarnya bukan fenomena baru, namun MVO itu terjadi sejak era industrialisasi atau sekitar 1970-an,” ucap dosen Fakultas Psikologi Unair itu, Minggu  (9/10).
Menurut dia, MVO  itu menggerus nilai-nilai sosial bangsa Indonesia, seperti gotong royong, sukarela (tanpa pamrih), dan gugur gunung (kerja bakti bersama).
“Nilai-nilai itu sudah digantikan dengan materi sebagai ukuran, karena itu fenomena Dimas Kanjeng pun terjadi terus-menerus, meski tidak pernah ada yang terbukti seperti Uang Logam Bung Karno, Uang Brazil, Peti Nyai Roro Kidul dan semacamnya,” paparnya. Apalagi, katanya, Dimas Kanjeng Taat Pribadi itu menggunakan mahar  yang sesungguhnya aneh dibandingkan dengan fenomena yang sama sebelumnya. “Anehnya lagi, belum pernah ada bukti dan memakai  mahar itu tetap saja membutakan masyarakat yang mengalami MVO itu,” ujarnya.
Ditanya solusi untuk keluar dari serangkaian kebodohan dengan fenomena MVO itu, Bagus yang pernah menjabat Kepala Humas Unair itu menyatakan masyarakat seharusnya memberikan social punishment (sanksi sosial), seperti dikucilkan.
“Bukan seperti sekarang yang justru dimaklumi, karena keberadaan Padepokan Dimas Kanjeng yang dimanfaatkan untuk membuka kantin, lahan parkir, menjadi (oknum) petugas pengaman, dan sebagainya sehingga Dimas Kanjeng merasa benar dan berterima oleh masyarakat,” ujarnya.
Secara tidak sengaja, sikap berterima dari masyarakat itu justru menjadi legitimasi bagi Dimas Kanjeng  sehingga dia dapat memiliki tiga modal yakni informational power, media sosial, dan kredibilitas internal-eksternal.
“Modal informational power atau kekuatan informasi adalah informasi yang beredar dari pengikut kepada masyarakat, seperti dia memiliki kehebatan ini itu, lalu media sosial juga mempromosikan, seperti YouTube,” tuturnya.
Selain itu, Dimas Kanjeng juga memiliki kredibilitas internal, seperti jubah, celak, berwajah Arab dan sebagainya, sedangkan kredibilitas eksternal yang dimiliki antara lain memajang foto bersama tokoh seperti Dahlan Iskan, Jokowi, dan sebagainya.
Oleh karena itu, ia menyarankan pemerintah, tokoh agama, dan tokoh pendidikan untuk segera bersikap, karena masyarakat yang menjadi korban semakin banyak dan Dimas Kanjeng juga melecehkan agama, seperti Shalawat Fulus dan Kun Fa Yaqun.
“Pendidikan juga harus berbenah, seperti pendidikan agama tidak hanya mengajarkan agama secara normatif, seperti salat, puasa, dan sejenisnya, melainkan agama hendaknya diajarkan secara moralitas, seperti ahlak yang rahmatan lil alamin,” tandasnya.
Ia menambahkan pendidikan agama (akhlak) itu penting, karena pengaruh Dimas Kanjeng itu tidak hanya menimpa masyarakat menengah ke bawah, namun juga masyarakat kelas atas dan intelektual, seperti Marwah Daud. [ins,ant]

Rate this article!
Fenomena Dimas Kanjeng,5 / 5 ( 1votes )
Tags: