Gara-gara Kenari Sudarmaji

foto ilustrasi

Oleh :
Muhammad Farhan

Sarip membanting keras-keras topinya ke tanah. Sejak kemarin ia apes. Pagi ini ia sudah melewatkan lodeh Saamah istrinya. Ia rela membuat perut keringnya berisi angin hanya untuk mengejar waktu bertemu klien.

Ya, klien. Sarip risih jika dia disebut pengangguran sebagai makelar burung. Setidaknya ia punya alasan untuk bilang ke tetangganya jika kesibukan setiap harinya adalah bertemu klien.

Pagi ini ia luput. Dua target kliennya pergi tak berkabar meninggalkannya ngenes. Sarip selalu kalah marketing. Teman-temannya selalu bilang begitu di tongkrongan. Zaman sudah canggih begini, dia masih pakai pamflet.

Di kala pesaing-pesaingnya memilih pemasaran di media sosial, Sarip masih sibuk menempel pamflet-pamflet di tiang listrik. Mirip pamflet sedot WC. Pamflet Sarip haya berisi nomor telepon, beberapa nama jenis burung dan juga bahasa persuasif yang singkat, ‘Dijamin Amanah’.

Ia mondar-mandir di depak lapak Mardiyah. Meratapi nasib dompetnya yang tak kunjung berisi untuk penawaran pembeliannya pada Sudarmaji. Hanya itu sebetulnya. Perihal uang nafkah untuk istrinya tak terlalu ia pikirkan. Soal beras dan kebutuhan isian kulkas di rumah sudah ia amankan awal minggu kemarin. Dalam angan-angannya masih tak ingin kehilangan Kenari idamannya. Dua juta, untuk kicauan Kenari yang ngacer keriting milik Sudarmaji. Kenari itu hendak dipinang Marno. Namun Marno juga masih mencari duit. Sarip tak mau kalah persaingan tender itu. Ia pun hanya berjanji pada Sudarmaji untuk segera datang dan meminang Kenari oranye muda itu minggu-minggu ini.

Percayalah, Kenari Sudarmaji itu menggiurkan. Setidaknya burung oranye muda itu sudah punya sederet riwayat prestasi yang mentereng. Ia pernah mengalahkan Kenari milik Pak Dukuh. Bahkan Sudarmaji dielu-elukan sampai ia hampir dicalonkan menjadi kepala dukuh baru gara-gara kacer Kenari miliknya.

Siang itu pasar sepi. Burung-burung beristirahat mengoceh. Beberapa makelar sudah mengerek turun burung-burung mereka. Sarip masih mondar-mandir-dengan berkacak pinggang dan muka tegang tak karuan-di depan lapak Mardiyah yang juga melompong. Mardiyah juga termangu di atas meja kasirnya melihat kroto, jangkrik, jagung dan kepurnya yang belum laku satu pun sedari pagi.

“Prenjak sudah tak terlalu laris Rip,” ujar Mardiyah dengan muka masam.

Sarip tak menyahut. Ia masih berharap dua kliennya hari ini datang walaupun agak sorean. Masalahnya ia masih ngiler soal tawar-menawar harga melalui SMS kemarin malam. Salah satu dari keduanya menawar satu juta untuk Prenjak miliknya. Prenjak jantan miliknya itu sebetulnya sudah dilamar banyak orang, tapi Sarip masih tak cocok soal bebet dan bobot pelamarnya, lebih-lebih soal tawaran harganya. Prenjak miliknya itu dibesarkan dengan kasih sayang sejak dierami indukannya. Walau hanya sekali menang kontes, namun cukup bergengsi dikala Prenjak miliknya yang masih anakan mengalahkan petarung Prenjak lain yang sudah tua,

Dalam bayangan Sarip masih soal cita-citanya, ia ingin suatu saat berangkat membawa Murai Batu ke Presiden Cup. Edan, ia masih berdecak kagum setiap harinya melihat pasar Murai Batu yang tembus miliaran. Di rumahnya masih penuh dengan Kenari dan Prenjak. Namun ia yakin, suatu saat ada Murai Batu yang akan nangkring di gubuknya.

“Rip, Prenjakmu kepanasan,” celetuk salah seorang. Sarip hanya diam sambil menatap sangkar Prenjaknya. Prenjak itu berbalik menatap mata Sarip dalam-dalam. Sembari melenggang-lenggongkan leherhnya Prenjak itu tak mencicit.

“Apes kau Rip.” Sarip pun terkejut dan mengernyitkan dahinya. “Enak saja kau menjualku sejuta. Murah sekali.” Sarip pun semakin terkejut. Ah, Sarip memukul-mukul kepalanya, rupanya ia sudah pening. “Sudahlah Rip. Kenari Sudarmaji itu sudah tua. Sebentar lagi pensiun.” Sarip pun melongo menatap sangkar Prenjaknya.

Sejenak mereka berdua saling bertatap-tatap.

Sarip pun tak mau kalah. “He, ssst, Kenari Sudarmaji itu bisa laku lebih mahal lagi. Justru saat pensiun harganya mahal unuk indukan.”

Orang-orang pun keheranan melihat Sarip menunjuk-nunjuk sangkar Prenjaknya. Mulutnya komat-kamit sambil tangannya berkacak sebelah. Mungkin Sarip sudah gila, ujar beberapa orang.

“Halah. Kau itu kalau mau saja ditipu makelar seperti Sudarmaji. Jelas-jelas dia itu hanya cari untung. Dia sendiri tak bisa melatih Kenari miliknya.”

Kali ini Sarip pun terperangah sambil sedikit melotot. “Maksudmu?, itu bukan burung dia?.”

“Ya iyalah. Mana mungkin Kenari miliknya sendiri. Jelas-jelas Kenari tak jinak seperti itu. Sudarmaji mendekat saja kawus. Dia itu bohong padamu. Kenari tua lapuk begitu.”

“Hmmm, tahu dari mana kau?.”

“Kau meremehkan kami?. Manusia memang suka sok tahu. Kau kira kami ngoceh setiap hari tak saling bercakap-cakap?. Manusia bodoh, hanya bersiul dan menjentik-jentikkan jari-jemarinya saja, seperti menonton kami sedang tampil parodi. Sebetulnya, kami semua selalu menertawakan Sudarmaji dan Kenari lapuk itu.”

“Hahahahaha, konyol kau!!!! Bilang saja kau iri kan!!, Haha,” tawa Sarip meledak-ledak. Seisi pasar pun celingukan melihat tingkah konyolnya. ”

Prenjaknya terus nerocos. Orang-orang melihat pemandangan gila siang ini, yaitu Sarip dan burungnya.

“Dasar bego!, mana mungkin aku iri hanya dengan Kenari tua seperti milik Sudarmaji. Aku masih tahes. Kicauanku masih berumur panjang Rip.” Sarip pun kembali melongo. Lalu Prenjak itu pun kawus, ia mencicit sambil terbang menabrak-nabrak jeruji sangkar.

“Stress Prenjakmu itu Rip,” ujar seseorang. “Sudah bawa pulang saja Rip. Mana mungkin ia laku,” imbuh yang lain. “Kalau kau jualan itu mbok ya tahu pasar. Di sini sudah jarang yang mau menawar Prenjak,” ujar orang yang lain. Kini beberapa orang bergerombol di sekitar kurungan Sarip. Mereka pun ikut kebingungan melihat Prenjak Sarip yang kawus.

Tanpa basa-basi, Sarip pun mengangkat kurungan itu dan disangklot pulang. Ia berjalan tanpa berucap sedikit pun. Topinya ia tarik dalam-dalam untuk menenggelamkan mukanya. Benar-benar memalukan. Hari yang apes.

Tentabf Penulis :
Muhammad Farhan.
Seorang penulis lepas. Kini tinggal di Pasuruan, dan aktif menulis rubrik opini dan cerpen di media online (Sastramedia & Langgar.co) Ia juga salah satu pemenang lomba menulis cerpen children helping children Tupperware 2014 tingkat nasional, dan karyanya diterbitkan bersama para pemenang lainnya di tahun yang sama (Malaikat Penjaga Rel Kereta : Serial KKPK Mizan). Kesibukan kesehariannya sebagai marbot masjid dan juga guru di sebuah sekolah swasta. Ia sedang mempersiapkan kuliah lanjutan dan dalam perjalanan menyelesaikan dua karya buku. Ia bisa ditemui di akun media sosial; Instagram @farhanmuhammad2311, whatsapp 081235948035, atau twitter @MF_farchan.

Rate this article!
Tags: