Habib Syakur: Pemimpin sebagai Pelayan Bukan Dilayani

Inisiator GNK Habib Syakur Bin Ali Mahdi Al Hamid. [cahyono/Bhirawa]

Kab Malang, Bhirawa.
Masyarakat Indonesia menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) yang akan diselenggarakan pada tahun 2024 mendatang, berbagai pandangan untuk memilih sosok seorang pemimpin yang dipercaya. Sedangkan pandangan masyarakat dalam memilih pemimpin beragam, salah satunya pandangan dari tokoh agama, budayawan, akademisi, organisasi masyarakat (ormas) hingga partai politik (parpol).

Seperti padangan Inisiator Gerakan Nurani Kebangsaan (GNK) Habib Syakur Bin Ali Mahdi Al Hamid, Minggu (2/4), kepada Bhirawa, bahwa seorang pemimpin harus bisa membumi. Karena sepeninggalnya Presiden Republik Indonesia (RI) Pertama Ir Soekarno (Bung Karno) belum ada pemimpin di negara ini yang membumi.

Sementara, pemimpin yang benar-benar takut pada amanah yang tidak bisa terlaksanakan, dan taat pada alam semesta. Dan hingga saat ini masih belum ada pemimpin yang memiliki kepemimpinan seperti Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam (SAW).

Namun, lanjut dia, masih ada beberapa kepala daerah yang dalam kepemimpinannya membumi. Jika saya menjabarkan, pemimpin yang mendekati tuntunan Nabi Muhammad SAW itu, setelah Bung Karno hingga Presiden RI Joko Widodo saya belum menemukan. Tapi saya menemukan kepala daerah di zaman masa orde baru, diantaranya mantan Wali Kota Malang Sugiyono, yang juga pernah menjabat sebagai Wakil Gubernur Irian Jaya atau sekarang Papua, mantan Gubernur Jawa Timur Wahono, mantan Gubernur Irian Jaya Acup Zaenal, dan mantan Gubernur Daerah Kota Istimewa (DKI) Jakarta Ali Sadikin. Salah satunya beliaunya itu merasa dirinya bukan pemimpin tapi sebagai abdi masyarakat.

“Karena cintanya masyarakat kepada pemimpinnya, seperti namanya Acup Zaenal diabadikan sebagai nama jalan. Dan kesimpulannya, bahwa Nabi Muhammad SAW itu dalam memimpinnya melayani bukan dilayanai,” ujar Habib Syakur.

Sehingga, tegas dia, yang benar adalah pemimpin melayani masyarakatnya, artinya nama-nama pemimpin yang sudah saya sebut itu, pemimpin yang melayani rakyat bukan dilayani rakyatnya. Sedangkan pemimpin yang melayani masyarakat berhati-hati dalam berbicara pada rakyatnya dan tidak berlaku semena-mena, tegaspun tegas yang sangat obyektif. Namun, di era reformasi ini banyak tokoh-tokoh yang kebablasan.

Ada baiknya di zaman orde baru itu semuanya terkontrol, di era reformasi ini banyak tokoh-tokoh yang kebabalasan yang akhirnya menjadikan tokoh-tokoh orde baru bersuara sangat keras memperjuangakan Hak Asasi Manusia (HAM), tapi setelah orde baru tumbang menjadi raja-raja kecil yang meminta kavlingan kepada negara.

Jika saya kaitkan dengan secara syariat kepemimpinan era sekarang dan era kepemimpinan Nabi Muhammad SAW, kata Habib Syakur, tidak bisa saya mengakaitkan itu. Maksudnya mencari pendekatan prinsip-prinsip kedekatannya itu tidak bisa. Dan misalkan saya mencotohkan ke zaman kekhalifahan ottoman sama.

“Jika kekhalifahan sahabat nabi tidak bisa dibandingkan, dan untungnya prisisip demokrasi itu untuk pemerataan konstitusi di daerah, seperti kepala daerah, camat, lurah, mereka semuanya menjadi kesatuan yang utuh dibawah control pemerintah pusat untuk benar-benar mengawal kedaulatan republik ini,” jelasnya.

Dan jika dari sisi budaya, dia menambahkan, pemimpin yang memiliki etika ke Indonesian secara murni hanya satu-satunya Bung Karno. Artinya, etika ke-Indonesiaan itu, pemimpin yang tidak haus akan kekuasaan dan tidak rakus akan harta. Sementara, seorang Proklamator Kemerdekaan dan Presiden RI Pertama disusir dari istana hanya membawa bendera merah putih yang dibungkus dengan koran dan tidak membawa uang pensiun.

Padahal, rata-rata Presiden yang tidak menjabat lagi terima uang pensiun, dapat tunjangan, keamanannya di jamin oleh negara, dan dilindungi oleh Undang-Undang (UU). Dan satu-satunya Presiden RI yang tidak dilindungi UU setelah pensiun adalah Bung Karno.

“Jadi kalau saya katakan, bangsa ini benar-benar kacau balau. Yang menjadikan negeri ini aman karena negeri kita tempat dimakamkan para wali-wali. Sedangkan para wali-wali ini datang ke Indonesia menyebarkan agama Islam dan ditakdirkan Allah meninggal di Indonesia khusus untuk menjaga Indonesia dan menyelamatkan bangsa Indonesia,” pungkas Habib Syakur. [cyn.wwn]

Tags: