Hormati Kedaulatan Hukum Indonesia

Atok Miftachul HudhaOleh :
Atok Miftachul Hudha
Pengajar FKIP dan Trainer P2KK
Universitas Muhammadiyah Malang

Konstitusi kita sudah menggariskan bahwa negeri ini ikut serta melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial. Dalam rumusan yang lebih pendek, Indonesia menganut politik luar negeri bebas dan aktif. Salah satu dalil utama dalam politik luar negeri seperti itu ialah menghormati kedaulatan negara lain dengan tanpa mencampuri urusan domestik negara lain.
Hubungan diplomasi
Hubungan antarnegara dilakukan atas dasar prinsip-prinsip kesetaraan, penghargaan atas kedaulatan, dan penghormatan hukum negara mitra tersebut. Pada titik itulah, kita mendukung penuh langkah-langkah pemerintah yang teguh menghukum mati para gembong narkoba, baik warga sendiri maupun warga negara asing, kendati protes mengalir deras dari berbagai penjuru. Bahkan, rencana mengeksekusi mati dua warga negara Australia, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, yang tergabung dalam sindikat narkotika Bali Nine membuat pemerintah Australia mengeluarkan serangkaian ancaman. Begitu pula dengan Brasil yang mengancam memutuskan hubungan diplomatik akibat sejumlah warganya yang dieksekusi mati oleh Indonesia karena terbukti menjadi sindikat narkotika.
Pemerintah Indonesia bahkan telah mengambil langkah cepat dan tegas memanggil pulang Duta Besar RI untuk Brasil Toto Riyanto. Langkah itu dilakukan sebagai bentuk protes atas kesewenangan pemerintah Brasil yang mendadak tidak menerima surat kepercayaan (credential letter) Dubes RI yang penyerahannya dijadwalkan pada Jumat (20/2) waktu setempat di Istana Negara di Brasilia. Padahal, vonis mati atas sejumlah warga negara asing tersebut telah melalui proses persidangan dan mendapatkan putusan yang berkekuatan hukum tetap dari Mahkamah Agung. Peninjauan kembali pun telah dilakukan sebagai upaya untuk memastikan tidak adanya peradilan sesat atau miscarriage of justice.
Penolakan Grasi
Setelah berbagai upaya telah dilakukan, namun juga tak merasa mendapatkan keadilan tidak membuat para terpidana berhenti berupaya. Sebagai upaya terakhir, mereka mengajukan permohonan grasi kepada Presiden Republik Indonesia. Secara sederhana, dapat kita pahami bahwa grasi sendiri adalah hak presiden untuk memberikan ampunan terhadap para terpidana dengan pertimbangan dan alasan yang kuat.
Permohonan grasi pun sampai ke tangan presiden. Presiden Joko Widodo telah pula menolak permohonan grasi mereka. Penolakan itu didasarkan pada kebijakan pemerintah untuk tegas dalam memerangi narkoba karena saat ini Indonesia dalam kondisi darurat narkoba. Indonesia telah menjadi negara tujuan bagi para sindikat internasional dan menjadi negara nomor tiga yang memiliki penduduk dengan ketergantungan terhadap narkoba sangat besar.
Keputusan presiden Jokowi untuk tidak memberikan ampunan terhadap para terpidana tersebut patut diapresiasi. Setelah penolakan tersebut, maka dapat dipastikan Sukumaran dan Chan akan dieksekusi sesuai dengan putusan yang telah dijatuhi terhadap mereka.
Kondisi seperti itu pun telah disampaikan Indonesia kepada negara-negara yang warga mereka menjadi bagian dari eksekusi mati tersebut. Karena itulah, dengan prinsip politik luar negeri bebas dan aktif, Indonesia menghargai hak negara lain untuk memperjuangkan kepentingan warga mereka. Namun, itu tidak lantas dilakukan dengan “mengganggu” kedaulatan hukum kita. Melakukan ancaman boikot wisatawan, apalagi menolak surat kepercayaan duta besar, pada hakikatnya juga melanggar Konvensi Wina yang disepakati bangsa-bangsa di dunia.
Pasal 29 konvensi tersebut menegaskan negara mitra harus memperlakukan dengan hormat duta-duta negara lain dan harus menerima mereka secara bermartabat. Karena itu, tidak ada jalan lain bagi pemerintah Indonesia untuk tetap tegak lurus dengan keputusannya. Setiap negara berhak, bahkan harus, membela dan menghargai kemanusiaan dengan memperjuangkan hak hidup mereka. Namun, hukuman mati atas sindikat narkoba pada hakikatnya juga merupakan upaya keras agar prinsip kemanusiaan yang lebih besar tidak rusak. Kita tak boleh menyerah dan takluk oleh tekanan apa pun dan dari mana pun agar tragedi kemanusiaan itu tak makin menjadi-jadi.
Perangi bahaya narkoba
Melihat fakta tersebut sangat wajar bila saat ini Indonesia masuk dalam fase darurat bahaya narkoba dan butuh keseriusan penuh untuk menanggulangi masalah ini. Meskipun dalam beberapa kasus melalui para aparat penegak hukum upaya untuk penyeludupan narkoba ke Indonesia dapat digagalkan, namun barang haram tersebut tetap saja masih bisa ditemui. Dengan berbagai cara dan modus baru bahkan terkadang tidak pernah sedikit pun terbesit dalam pikiran kita cara tersebut dapat dilakukan. Hal ini tentunya sebanding, karena kegiatan ini telah menjadi bisnis yang menggiurkan sekaligus menjanjikan.
Melihat kondisi geografis Indonesia yang sangat luas dan teridiri atas kepulauan memberi ruang gerak yang cukup bagi para bandar dan pengedar untuk melakukan mobilitas transaksi yang empuk. Di tambah lagi, adanya bantuan dari beberapa oknum WNI yang bersedia menjadi kurir dengan iming-iming umpah selangit. Meskipun masih banyak praktek penjualan barang haram tersebut yang “kecolongan” dari perhatian aparat penegak hukum, namun tidak sedikit pula  kasus yang berhasil ditangani.
Berbagai Intervensi
Setelah Presiden Jokowi  menandatangani penolakan grasi terhadap para terpidana kasus narkoba tersebut, sontak mendatangkan kemarahan, tentangan bahkan dalam bentuk ancaman dan Intervensi yang disampaikan melalui media. Hal ini langsung disampaikan oleh Perdana Menteri Australia, Tony Abott. Sebagai upaya untuk melindungi warga negaranya, dalam salah satu jumpa pers ia menyatakan, untuk mempertimbangkan kembali keputusan yang diambil oleh pemerintah Indonesia mengeksekusi dua warga negaranya.
Menurut Abott, masih ada cara lain selain hukuman mati yang dapat diberikan terhadap para terpidana kasus narkoba. Desakan untuk tidak melaksanakan eksekusi mati juga digulingkan dengan beberapa ancaman dari pemerintah Australia. Mulai dari upaya menarik Duta Besar Australia dari jakarta dan iklim buruk di bidang inventasi perekonomian.
Menteri Luar Negeri Australia Julia Bishop juga turut angka bicara. Ia mengatakan bisa menggiring opini publik agar warga Australia tidak berwisata ke Indonesia terkhusus bali yang selalu menjadi pilihan utama berlibur warga negaranya. Aksi ini mulai ramai diperbincangkan di dunia maya melalui jejaring sosial twitter dengan ajakan “Boikot Bali”. Bahkan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Ban Ki-moon, meminta Indonesia membatalkan pelaksanaan hukuman mati atas sejumlah terpidana mati termasuk dua warga negara Australia.
Melihat sikap yang diambil oleh perdana menteri Australia, Meskipun beberapa kalangan menyatakan bahwa itu adalah hal yang wajar sebagai bentuk pembelaan dan perlindungan terdapat hak hidup warga negaranya namun hal ini terkesan pemerintahan Australia tidak sedikitpun menghargai hukum yang berlaku di Indonesia.
Terlebih lagi sikap yang diambil oleh Ban Ki-moon, yang cenderung melakukan intervensi dan membela negara-negara maju di PBB. Hal ini sangat berdasar; pertama, dimanakah beliau ketika Rumiyati yang harus menjalani hukuman mati di Arab Saudi ? ; kedua, beliau tidak sadar banyak orang mati karena ketergantungan narkoba, dimanakah suara beliau terhadap suara korban ? mengapa beliau berempati terhadap pelaku tetapi tidak pada korban ?
Seakan tak mempunyai martabat
Dunia seakan berlaku pilih kasih, mengapa hanya Indonesia yang diperlakukan seperti tidak memiliki marwah untuk menegakkan hukum, sementara masih banyak negara yang menerapkan hukuman mati terhadap beberapa kasus pidana. Dengan mudahnya mereka melakukan intervensi bahkan berupa ancaman. Mungkinkah penegakan hukum kita masih setengah hati ? Dan hukum dapat dibeli ? atau mungkin dari beberapa kasus terakhir kita dinilai takut menegakkan hukum dengan gertakkan dan ancaman?
Berbicara tentang penegakan HAM bukankah langkah ini ditujukan untuk memperjuangkan Hak asasi warga negara Indonesia yang berjumlah 250 juta jiwa dari bahaya narkoba. Sesuia bunyi pembukaan UUDNRI Tahun 1945 untuk melindungi setiap tumpah darah Indonesia. Semoga kedepannya permasalahan penegakan hukum di Indonesia dapat ditegakkan dengan seadil-adilnya menurut hukum. Dengan harapaan bahwa Indonesia sejatinya adalah negara hukum secara aplikatif bukan hanya sebagai teori.

                                                                                              ——————— *** ———————-

Rate this article!
Tags: