Jaga PPKM “Terkendali”

foto ilusrtrasi

Selama sepekan Jawa Timur telah meng-awali PPKM level 1 secara nasional. Baru akan menyusul Jawa Tengah, dan DKI Jakarta. Tren ke-pandemi-an di seantero Jawa telah menurun drastis dan konsisten selama sebulan (sejak pertengahan Agustus 2021). Beberapa indikasi keparahan standar guideline WHO (World Health Organization), sudah terlampaui. Namun masyarakat masih harus waspada, tetap menjaga protokol kesehatan (Prokes), tidak abai 3M.

Berdasar assesmen Kementerian Kesehatan, sebanyak 10 kabupaten dan kota, sudah tergolong PPKM level 1. Termasuk kota Surabaya dan aglomerasi (Sidoarjo, dan Gresik). Daerah yang memperbaiki peringkat PPKM ke level 2 sebanyak 26 daerah, termasuk Ponorogo, dan Magetan (semula sangat dikhawatirkan. Serta PPKM level 3 hanya tersisa 3 daerah. Menjadikan Jawa Timur memperoleh assesmen terbaik. Seluruh daerah sudah tergolong zona kuning, kecuali kota Blitar.

Jawa Timur layak memperoleh penurunan kegawatan PPKM menjadi level 1. Terbukti dari beberapa indikator yang membaik pesat. Antara lain terdiri dari kasus aktif (pasien dirawat) tersisa 0,9%, jumlah kematian (19 jiwa), sembuh (558 orang) dan positive rate (1,85%). Juga jumlah testing, tracing, dan kesiapan treatment, serta kapasitas respons, seluruhnya dinilai telah memadai.

Tingkat kesembuhan yang meningkat, niscaya menumbuhkan pengharapan besar. Sekaligus menambah imun masyarakat, turut menyokong herd immunity. Penurunan kasus CoViD-19, menjadi perhatian negara-negara sedunia. Bukan disebabkan menurunnya testing dan tracing, karena masih dilakukan terhadap 192 ribu orang (melalui swab PCR, dan antigen). Melainkan kukuh melaksanakan PPKM secara terukur.

Kerja keras tenaga kesehatan yang makin cakap menangani CoViD-19, membuahkan hasil manis. Bersyukur saat ini sudah sangat jarang terdengar suara sirine ambulance yang mengangkut pasien gawat darurat CoViD-19. Juga tidak ada lagi antrean mobil jenazah. Kebersamaan melawan pandemi menampakkan hasil gemilang. Sampai membuat takjub dunia. Indonesia bisa menangani CoViD-19 tanpa lockdown. Walau sebenarnya, PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) tak kalah menyengsarakan.

Seluruh masyarakat rela menjalani PPKM, walau sangat menghimpit perekonomian keluarga. Banyak masyarakat menjadi miskin, serta miskin dengan keparahan mendalam. Pemerintah juga tekor lebih dari Rp 1.200 trilyun (sekitar 43,68% nilai APBN tahun 2021). Terutama untuk menyelamatkan masyarakat, melalui program kuratif (pengobatan), preventif (pencegahan), dan promotif (ketahanan kesehatan) melalui vaksinasi. Maka pemikiran “tidak percaya ada CoViD-19,” harus benar-benar dihapus.

Pandemi nyata berada di tengah masyarakat. Sudah banyak kerabat sanak saudara, dan sahabat telah menjadi korban. Sebagian bisa ditolong, bisa cepat ditangani tenaga kesehatan (Nakes). Namun sebagian tidak tertolong, karena terlambat ditangani. Saat ini kasus positif baru CoViD-19 tercatat sekitar 3 ribu kasus per-hari. Dalam sepekan masih fluktuatif, bisa naik, bisa turun. Sehingga masih perlu dijaga kasus harian CoViD-19 tidak naik.

Penjagaan ketahanan kesehatan masa pandemi, terutama dengan semangat 3M. Mengenakan masker secara benar, mencuci tangan dengan air mengalir, dan menjaga jarak antar-orang (tidak berkerumun). Termasuk pada kalangan “perguruan” khusus keolahragaan (dan bela diri). Kelompok khusus diharapkan turut aktif berpartisipasi dalam pencegahan CoViD-19. diantaranya mengikuti vaksinasi.

UU Nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan pada pasal 9 ayat (2), menyatakan, “Setiap orang berkewajiban ikut serta dalam penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan.” Tidak mematuhi Kekarantinaan Kesehatan, diancam dengan pasal 93. Berupa pidana penjara paling lama satu tahun, dan atau denda sebesar Rp 100 juta.

UU Kekarantinaan Kesehatan pada pasal 11 ayat (1) juga me-wasiat-kan pelaksanaan PPKM “mempertimbangkan kedaulatan negara, keamanan, ekonomi, sosial, dan budaya.”

——— 000 ———

Rate this article!
Tags: