JOB PPEJ Klaim Dampak Gas Buang Tinggal 10 %

Akbar Pradima, Field Andim Superintendent JOB PPEJ saat menanggapi aksi  demo warga Desa Rahayu, Kecamatan Soko, Tuban, Kamis (21/7). (Khoirul Huda/bhirawa])

Akbar Pradima, Field Andim Superintendent JOB PPEJ saat menanggapi aksi demo warga Desa Rahayu, Kecamatan Soko, Tuban, Kamis (21/7). (Khoirul Huda/bhirawa])

Tuban, Bhirawa.
Joint Operating Body Pertamina Petrochina East Java (JOB PPEJ) memastikan akan tetap memberikan kompensasi pada warga yang terdampak gas buang. Meski begitu, sebagaimana aturan perundangan, mulai tahun 2016, JOB PPEJ hanya akan memberikan kompensasi pada warga yang benar-benar terdampak gas flare.
Sebelum ini, JOB PPEJ  dari tahun 2009 hingga 2015 memberikan kompensasi pada warga Desa Rahayu, Sokosari, Kecamatan Soko dan Desa Bulurejo, Kecamatan Rengel. Warga di tiga desa menerima kompensasi yang berbeda mulai Rp 300.00, Rp 400.000 dan Rp 500.000/bulan.
“Pola pemberian kompensasi seperti itu tidak bisa dilakukan lagi, JOB PPEJ berharap warga memahami, sesuai aturan perundangan, pemberian kompensasi hanya bisa diberikan pada yang benar-benar terkena dampak,” kata  Field Andim Superintendent JOB PPEJ, Akbar Pradima menanggapi aksi  demo warga Desa Rahayu, Kecamatan Soko, Tuban, Kamis (21/7).
Dipaparkan, pada tahun 2009 gas buang JOB PPEJ di flare mencapai 20 juta kaki kubik per hari (MMscfd). Pada puncak produksi 2012 hingga 2013 gas buang yang dihasilkan bahkan bisa mencapai 26 MMscfd. “Kini pada tahun 2016, gas buang paling tinggal 2,6 MMscfd. Gas buang tinggal 10% dibanding dulu,” terang Akbar Pradima.
Penurunan gas buang ini, lanjut Akbar Pradima, dipicu dua hal. Pertama, telah berfungsinya  PT PT. Gasuma Federal Indonesia sebagai pembeli  gas buang dari flare yang ada di Desa Rahayu. Kedua, produksi minyak JOB PPEJ telah turun drastis dari puncak produksi 48.000 barel per hari (bph) pada tahun 2013 menjadi sekitar 15.000 barel per hari pada tahun 2016 ini.
“Jadi selain produksi gasnya turun, kini sebagian gas JOB PPEJ telah dibeli oleh PT Gasuma. Sehingga gas buang yang dihasilkan telah turun drastis. Karena itu dampaknya pastilah turun sangat drastis,” katanya.
Dicontohkan, pada puncak produksi paparan panas yang dihasilkan dari gas flare membentang pada radius antara 150 hingga 300 meter. Kini paparan panas dari gas flare tinggal pada radius 50 meter.
“Kalau diukur, radius 50 meter itu masih ada di dalam fasilitas lahan milik JOB PPEJ. Artinya, paparan panas itu diasumsikan hanya dirasakan fasilitas lahan JOB PPEJ,” katanya.
Gandeng LPPM ITS
Meski meyakini dampak gas buang yang tinggal 10% sudah sangat kecil, lanjut Akbar Pradima, JOB PPEJ tidak bisa membuat keputusan hanya berdasarkan asumsi semata. Karena itu  JOB PPEJ telah menggandeng LPPM ITS  untuk memastikan bagaimana dampak gas buang setelah volumenya turun drastis.
“LPPM ITS merupakan lembaga yang punya riputasi tinggi dan dikenal sangat idependen. Lebih dari itu, LPPM ITS memang punya kompentensi melakukan kajian dampak flare baik itu mengukur dampak kebisingan ataupun pencayahaan atau panas,” katanya.
Dijelaskan, tim kajian LPPM ITS ini sudah melakukan penelitian sejak bulan September hingga Desember 2015. Tim itu, lanjutnya, meneliti di 425 titik pada radius 600 meter dari pusat flare.
“Hasil kajian tim LPPM ITS itu sudah selesai. JOB PPEJ berharap hasil kajian itu kita hormati dan bisa menjadi dasar penerapan pola baru dalam pemberian kompensasi dampak gas buang,” katanya.
Bagaimana hasil kajian tim LPPM ITS? Ditanya hal itu., Akbar Pradima mengatakan, JOB PPEJ sudah menyiapkan jadwal bagi tim LPPM untuk melakukan sosialisasi hasil kajian kepada warga masyarakat, termasuk bagi para jurnalis.
“Soal hasil kajian, biarlah tim ITS yang menyampaikan. Mereka yang meneliti, mereka yang lebih punya hak untuk mempublikasikan,” katanya.(hud)

Tags: