Manajemen UMKM Jamur Bisa Diadopsi Kediri

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Kediri, Bhirawa
Bank Indonesia Kediri, Jatim mengadakan survei Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) jamur di Desa Argorejo Kabupaten Bantul, Jateng dan menyebut jika manajemennya bisa diadopsi di Kediri.
“UMKM di sini (Bantul) sudah mandiri, bahkan sudah dikelola profesional dan ini menarik diterapkan di Kediri,” kata Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Kediri Djoko Raharto di Kediri, Selasa (8/11).
Djoko menyebut, sebenarnya UMKM ini pernah menjadi binaan BI, saat dirinya masih bertugas di Yogyakarta. Ia cukup senang, sebab dari binaan itu ternyata bisa maju sampai sekarang, bahkan warga juga mandiri secara ekonomi dengan usaha tersebut.
BI Kediri mengadakan survei UMKM yang tergabung di Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya (P4S) Lestari Makmur, Desa Argorejo, Kecamatan Sedayu, Kabupaten Bantul, Jateng, akhir pekan lalu. Kegiatan itu juga melibatkan jurnalis di wilayah BI Kediri.
Ketua Kelompok P4S “Lestari Makmur” Desa Argorejo, Kecamatan Sedayu, Bantul, Jateng Sumarjan mengatakan salah satu produksi kelompok tani ini adalah budi daya jamur merang dan tiram. Usaha ini sudah dirintis sejak 2004.
Ia mengatakan, awal mula usaha itu dimulai saat dirinya dengan sejumlah rekan baru keluar dari perusahaan budi daya jamur. Tempat mereka bekerja sebelumnya dinilai sudah tidak sehat, sehingga terpaksa keluar dari perusahaan tersebut.
“Kami sudah dapat ilmu, saya dan teman-teman membuat kelompok petani jamur. Dari kelompok tersebut, kami buat bibit dan bisa bertahan hingga sekarang,” paparnya.
Ia menyebut, dari yang semula hanya beberapa orang, saat ini UMKM ini sudah semakin luas. Terdapat 12 kelompok yang tersebar di seluruh Yogyakarta yang ikut dalam kelompok ini. Jamur yang dibudidayakan adalah jenis merang serta tiram.
Pengiriman jamur, selain memenuhi pasar domestik, juga dilakukan ke berbagai wilayah Indonesia, seperti Bali dan Batam. Pembelian pun dilakukan sesuai dengan permintaan.
Pihaknya menambahkan, harga jamur juga nisbi bagus dan stabil. Harga di tingkat pedagang untuk jamur merang antara Rp22 ribu hingga Rp23 ribu per kilogram, sedangkan di tingkat konsumen langsung harganya bisa hingga Rp25 ribu per kilogram.
Harga itu juga jauh lebih mahal jika sudah ke luar kota, misalnya, di Batam hingga Rp60 ribu per kilogram, dan di Bali hingga Rp55 ribu per kilogram. “Kalau harga jamur tiram nisbi murah, hanya Rp10 ribu per kilogram,” ucapnya.
Untuk omzet, Sumarjan menambahkan setiap hari bisa sekitar 100-150 kilogram. Jamur juga sesuai dengan permintaan pembeli, apakah dalam bentuk basah atau kering.
Pihaknya menyebut, jika jamur dikirim dalam keadaan basah hingga ke Bali ataupun Batam, memanfaatkan jasa penerbangan. Pagi hari setelah dipetik oleh petani, langsung dikemas dan dikirim memanfaatkan jasa penerbangan pagi hari. Waktu yang dibutuhkan juga nisbi singkat, sehingga jamur tiba masih dalam keadaan segar.
“Pembelinya juga beragam, ada yang pedagang pasar, hotel, sampai rumah makan. Sore hari biasanya telepon, lalu keesokannya kami petik dan kirim,” jelasnya.
Selain jamur, di kelompok tani ini juga mengelola beragam budi daya lainnya, misalnya, padi unggulan, serta cacing. Kelompok ini juga menjadi rujukan dari berbagai pelatihan pertanian, sehingga sudah mandiri.
Beberapa kali kelompok tani yang didirikan dengan teman-temannya menjadi lokasi “Studi banding” dengan kelompok tani lainnya. Selain itu, banyak yang sengaja ikut pelatihan pertanian.
Beberapa yang terbanyak pengunjung itu dari Jatim, misalnya, Kabupaten Nganjuk, Kediri, Tulungagung. Namun, selain itu juga terdapat beberapa kelompok tani daerah lainnya yang sengaja “Studi banding” demi mendapatkan pengetahuan cara bertani yang baik. [van]

Tags: