Mantan Rektor Unesa Pertanyakan Gelar Gubes Putri Wapres

Prof Dr Warsono

Surabaya, Bhirawa
Pengukuhan putri keempat Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin, Siti Nur Azizah sebagai Guru Besar (Gubes) dibidang Ilmu Hukum Bisnis Halal oleh Rektor Universitas Negeri Surabaya (Unesa) menuai sorotan berbagai pihak. Utamanya civitas akademisi dan Gubes Unesa.
Sorotan ini, didasari dari proses pengukuhan Siti Nur Azizah sebagai profesor yang dinilai kilat. Rektor Unesa periode 2014-2018, Prof Warsono menyebut, ada berbagai proses yang harus dilewati dosen dalam pengajuan Guru Besar atau profesi dibidang keilmuannya.
Misalnya saja, dalam hal mengajar minimal harus 10 tahun berdasarkan Permendikbud. Kemudian memiliki karya ilmiah yang dipublikasikan dalam bentuk jurnal yang terakreditasi secara international. Misalnya saja, pengajuan Gubes saat periode Prof Warsono. Dikatakannya para kandidat diuji moralitas dan ketauladanannya dalam bermasyarakat di kampus saat proses pengajuan.
“Ada pertimbangan moral dan komitmen mengembangkan ilmu yang diampu. Jadi tidak hanya satu sisi saja. Tapi saya katakan Gubes berkaitan dengan Intelektual, Moralitas dan Integritas. Semua ini periode saya, diujikan ke kandidat Gubes. Kalau Azizah kemarin saya tidak tahu persis. Apakah syarat dipenuhi atau tidak,” terangnya.
Syarat yang dimaksud adalah, masa kerja yang dimiliki Azizah. Ia menyebut, Azizah baru bergabung dengan Unesa belum genap 5 tahun. Pihaknya juga tidak mengetahui apakah ada akumulasi masa kerja di tempat Azizah sebelumnya dan saat di Unesa.
“Meskipun saat kerja di Unesa belum lebih 5 tahun, apakah kerja ditempat lain itu juga lalu ada pengakuan memiliki angka kredit dan tersertifikasi saya juga tidak tahu,” terangnya.
Karena itu, Prof Warsono menyebut pengukuhan Azizah sebagai Guru Besar tentu banyak civitas akademika yang terkejut dan mempertanyakan gelar tersebut. Sebab, banyak dosen yang ternyata mengajukan Gubes tapi masih belum kelar.
“Dapat info dari teman-teman, dampaknya banyak yang bertanya terkait percepatan pengangkatan Gubes. Bahkan ada pembanding yang lama pengajuan belum diproses dan yang baru pengajuan justru cepat diproses,” terangnya.
Ia menekankan, mestinya Gubes memjadi prestasi yang didasarkan pada bukti nyata seperti karya ilmiah, masa kerja, angka kredit, tersertifikasi atau belum, tentu ada penelitian yang sudah dilakukan oleh Kemendikbud Ristek yang mempunyai kewenangan dalam mengeluarkan SK Gubes. Dalam konteks pengukuhan Azizah menjadi Gubes, Prof Warsono menyebut SK Gubes Azizah meloncat dari Lektor menjadi Gubes dengan pangkat 4D. Karena jenjang karie dosen ada 3D, 4A, 4B 4C, 4D. Sementara dalam jabatan ada Lektor dan Lektor Kepala.
Prof Warsono menilai, dalam aturan boleh saja dosen meloncat menjadi Gubes. Dari Lektor menjadi Gubes. Tentu saja aturan tersebut dibuat untuk memberi kesempatan dosen berprestasi. Namun, syarat wajib yang harus dipenuhi adalah memiliki karya ilmiah bereputasi intenational atau terindeks scopus minimal 4. Hal ini, katanya, menjadi bagian dari satu pembuktian. Bahwa yang bersngkutan memiliki kompetensi dan diakui dalam komunitas akademiknya.
“(Memang boleh dari Lektor ke Gubes loncat) tapi mereka memiliki intelektual dan kompetensi kemampuan yang luar biasa,” katanya.
Disinggung soal percepatan Lektor ke Gubes, Prof Warsono mengaku hal itu belum pernah ada di Unesa. Di Jatim pun seperti di ITS, Unair, dan UPN juga belum pernah ia ketahui. Akan tetapi, jika seandainya ada, biasanya adalah pengukuhan Gubes termuda yang menurut dia ada potensi meloncat (Lektor jadi Gubes, red). “Rata-rata ini orang hebat dan reputasi dibidang keilmuan sudah luar biasa dibuktikkan lewat karya ilmiah dan kemudian diakui komunitasnya,” tegasnya.
Sebab, menjadi Gubes merupakan karir akademik dan jabatan fungsional tertinggi bagi dosen. Oleh karena itu, setiap dosen mendambakan menjadi Gubes. “Gubes ini memiliki simbol intelektualitas, integritas dan moralitas,” ujar dia.
Artinya, lanjut Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum (FISH) Unesa ini, Gubes harus memiliki kemampuan akademik yang digambarkan dengan cara berpikir saintifik. Tugasnya dan kaitannya adalah dalam pengembangan ilmu dan teknologi.
Kemudian simbol moralitas, identik dengan menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran bagi seorang akademikus. Karenanya jika mengutip tulisan (dalam penelitian,red) orang lain pun harus sitasi. “Dalam konteks akademik ini sangat penting. Sisi lain harus melakukan satu penelitian sebagai sarana pengembangan ilmu,” tambah dia. Oleh karena itu, moralitas berkaitan dengan intelektualitas yang barus dimiliki Gubes yakni kemampuan menulis dan mengajar, yang merupakan tugas pokok. “Menjadi Gubes berarti punya peran yang dipertanggungjawabkan secara moral. Disamping mengajar meneliti dan menulis,” pungkasnya. [ina.iib]

Tags: