Melacak Tapak Manusia Pra-aksara di Madura

Oleh :
Ahmad Muhli Junaidi
Penulis adalah anggota MGMP Kab. Sumenep dan peserta Seminar Arkelogi Manusia Praaksara Pamekasan dan Sumenep, sekaligus guru Sejarah di SMA 3 Annuqayah.

Beberapa bulan yang lalu, saya menulis artikel dengan tema yang sama dimuat di JPRM (16/7/’19), mendedahkan hasil penelitian Badan Arkeologi D.I. Yogyakarta terkait dengan peninggalan manusia praaksara di utara Pulau Madura (Bangkalan, Sampang, dan Pamekasan) melalui seminar kesejarahan. Penyelenggaranya adalah Tim Balar, bekerja sama Dinas dengan Pariwisata, Pemuda dan Olah raga Kab. Pamekasan.
Pada 3/12/’19 lalu, hal serupa diadakan Tim Balar melalui seminar di Aula Arya Wiraraja, gedung Pemkab Sumenep, bekerja sama dengan Dinar Infokom, Cabdin Pendidikan Jawa Timur, dan Dina Pariwisata, Pemuda dan Olah raga Kab. Sumenep. Kegiatan ini merupakan inisiasi Musyawarah Guru Mata Pelajaran Sejarah (MGMP) Kab. Sumenep.
Dalam seminar itu, dipaparkan bahwa pulau-pulau kecil wilayah Madura, atau Sumenep berfungsi sebagai stepping stone atau tempat transit dalam proses migrasi manusia prakasara di Nusantara. Temuan situs-situs dari berbagai tempat arkeologis, lebih-lebih pada masa sebelum ditemukannya tulisan, yang terdapat di Kep. Kangean menjadi bukti fenomena tersebut. Kondisi ini memungkinkan beberapa pulau di sekitar Pulau Madura memiliki peran sebagai tempat perantara ataupun hunian manusia purba itu sendiri. Saat ini, di pulau-pulau seperti Masalembu, Sepudi, Bawean, Kangean, Karimun, dan sebagainya hidup berdampingan masyarakat dari berbagai suku di Nusantara, hasil dari interaksi sejak ribuan tahun lampau.
Untuk membuktikan hipotesa di atas, Tim Balar telah melakukan kegiatan penelitian dengan memfokuskan diri di Gua Arca, Dusun Bantilan, Desa Dadung, Kec. Kangayan. Melalui testpit (alat tes kepurbakalaan), menghasilkan temuan sisa aktifitas manusia purba berupa artefak, yakni gerabah dan batu, ekofak, yakni fragmen tulang binatang, gigi binatang, cangkang kerang laut, arang, biji tumbuhan, dan fitur lapisan abu. Temuan itu sebagai tanda dominasi penggunaan sumberdaya laut dan sebagian kecil sumberdaya darat.
Penelitian di atas berupaya menggali lebih lanjut tentang bagaimana perkembangan bagian tertentu kegiatan manusia purba terkait teknologi dan kebudayaan yang mereka gunakan dan wujudkan. Untuk lebih menguatkan penelitian, Tim Balar melakukan ekskavasi di Gua Arca 2 dan Gua Arca 3. Survei yang dilakukan telah menambah kekuatan data arkeologi praaksara berupa potensi hunian menusia purba di kepulauan tersebut. Hasil testpit, baik berupa artefak maupun ekofak, serta fitur tanah membuktikan akan tingginya potensi hunian di gua-gua di atas.
Beberapa analisis yang dilakukan Tim Balar menghasilkan informasi yang valid berkaitan dengan kehidupan masa lampau manusia penghuni pulau-pulau kecil seputar Madura. Perbandingan antara temuan artefak, ekofak dan fitur lapisan tanah pada setiap spit menunjukkan adanya pola di mana terjadi peack atau kegiatan makhluk hidup pada masing-masingnya dengan intensitas waktu yang berbeda. Hasil analisis temuan cangkang kerang dan tulang binatang juga menunjukkan adanya pola subsistensi atau bagian pola kehidupan di mana pada lapisan budaya neolithikum akhir, para penghuni gua lebih banyak bergantung pada sumberdaya kelautan. Sementara pada lapisan mesolitik sumber darat memegang peranan utama.
Temuan artefak didominasi oleh litik berbahan chert atau bahan dari bebatuan gamping. Selain litik ditemukan juga fragmen gerabah dan lancipan tulang. Ditemukan juga sisa manusia berupa tulang jari dan gigi. Dari hasil analisis, diketahui bahwa sisa manusia purba tersebut adalah peninggalan homo sapiens, namun afiliasi ras masih butuh penelitian lebih lanjut.
Berdasarkan hasil eskavasi, testpit dan survei lapangan dapat diperoleh gambaran mengenai kehidupan masa praaksara di Pulau Kangean. Gua dan ceruk telah dimanfaatkan manusia sebagai hunian dan tempat beraktifitas sejak masa praaksara. Manusia tersebut mengkonsumsi sumberdaya marin dan sumberdaya darat, seperti binatang dan tanaman. Temuan tulang-belulang binatang menandakan bahwa pola sosial-kebudayaan mereka terjadi atau terbentuk sekitar zaman berburu dan mengumpulkan makanan (food huntering & food gathering).
Secara teknologi, mereka hidup di zaman litos tengah dan litos akhir, serta teknologi gerabah yang terjadi di zaman perundagian. Kehidupan mereka berlangsung sekitar 6.211 SM sampai 900 SM. Secara genetika, manusia Kangean belum dapat dipastikan, apakah mereka berafiliasi pada ras Mongoloid, atau ras Austronesoid. Namun, jika memperhatikan sisa-sisa peninggalan, kemungkinan besar berras Mongoloid, dengan subsistem Proto atau Deutro Melayu. Atau campuran keduanya yang kemudian kita kenal dengan ras Australomelanisoid.
Hasil penelitian telah menunjukkan arti penting secara akademis bahwa manusia purba Indonesia tidak hanya berpusat di Sangiran, Pacitan, Solo, dan Wajak. Hasil ini menandaskan bahwa sejak 10.000 tahun yang lalu, pulau Madura dan sekitarnya telah dihuni oleh manusia-manusia dengan tingkat kecerdasan tinggi yang digolongkan menjadi homo sapiens. Secara akademis pula, penelitian ini seyogyanya merevisi pelajaran Sejarah yang ada selama ini.
———– *** ———–

Tags: