Membangun Pendidikan Berkarakter Pancasila

Muzayyinatul HamidiaOleh :
Muzayyinatul Hamidia
Mahasiswi S2 Pendidikan Bahasa Inggris UNISMA, Malang

Pada awal Mei lalu, dunia pendidikan menggelar perhelatan akbar untuk mengenang bapak pendidikan Indonesia Ki Hadjar Dewantara yang terwujud melalui Hari Pendidikan Nasional. Tema yang diangkat pada tahun ini adalah,”Pendidikan dan Kebudayaan sebagai Gerakan Pencerdasan dan Penumbuhan Generasi Berkarakter Pancasila”.
Karakter pancasila merujuk pada nilai-nilai luhur seperti bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, cerdas, berakhlaq, berintegritas, cinta ilmu, jujur dan cinta tanah air. Ironinya, para generasi bangsa dewasa ini sangat jauh dari nilai-nilai pancasilais. Hal ini bisa kita lihat pada fenomena miris pasca UN, ada banyak pelajar yang merayakannya dengan ‘pesta seks’, aksi corat-coret seragam dan bahkan terdengar kabar ‘undangan pesta bikini’.
Fenomena-fenomena ganjil dalam dunia pendidikan kita telah memberikan pesan secara implisit, bahwa tujuan pendidikan belum seutuhnya tercapai. Hakikat pendidikan adalah memanusiakan manusia, bukan ‘membinatangkan’ manusia. Senada dengan Driyakara (2008) yang mendefinisikan pendidikan sebagai upaya memanusiakan manusia muda. Pengangkatan manusia ke taraf insani itulah yang disebut mendidik.
Pancasila sebagai ideologi bangsa hendaknya tidaklah hanya menjadi simbol yang diagung-agungkan kesana-kemari, tetapi harus mendarah-daging dalam setiap jiwa anak-anak negeri karena nilai-nilai pancasila adalah nilai luhur yang paling ideal dengan kebudayaan dan tradisi ketimuran yang sesuai dengan karakter nenek moyang bangsa Indonesia.
Terkikisnya nilai-nilai luhur pancasila dalam dunia pendidikan kita disebabkan oleh banyak faktor. Pertama, mengguritanya kecanggaihan tekhnologi seperti gadget atau ponsel pintar. Melalui ponsel pintar yang menyediakan banyak fitur untuk mengakses segala informasi dengan jaringan internet, para pelajar dengan mudah menyerap budaya-budaya barat yang sangat bertolak belakang dengan adat ketimuran yang menjunjung tinggi nilai-nilai luhur pancasila.
Kedua, hilangnya kepercayaan diri akan potensi yang dimiliki oleh setiap pelajar. Maraknya begal yang pada umumnya dilakukan oleh usia pelajar disebabkan oleh kurangnya kesadaran dalam diri pelajar bahwa mereka memiliki potensi yang besar untuk menjadi orang-orang hebat, sehingga ketidakpercayaan ini mengalihkan pikiran dan tindakannya kepada hal-hal negatif.
Usia pelajar adalah masa-masa yang ingin mendapat pengakuan dari lingkungan dan teman sebayanya, sehingga untuk mendapatkan pengakuan tersebut mereka cenderung melakukan tindakan-tindakan negatif, akhirnya pembegalan, aksi tawuran, pesta seks menjadi pelampiasannya.
Faktor lain dari minusnya moral anak bangsa adalah menyukai segala sesuatu secara instan. Mereka cendrung tidak mau berproses untuk menjadi sukses, tidak mau belajar keras untuk berprestasi. Para pelajar cenderung memandang kesuksesan secara parsial, hal ini terjadi karena mereka hidup pada zaman yang serba mudah sehingga memiliki paradigma bahwa kehidupan yang berkualitas bisa digapai dengan cara-cara instant.
Maka sudah saatnya bangsa ini membumikan pendidikan berkarakter pancasila, guna mengembalikan moral anak-anak bangsa pada nilai-nilai luhur pancasila. Namun upaya ini sulit untuk berhasil jika hanya dilakukan oleh sepihak (baca: guru), karena masalah pendidikan adalah tanggungjawab bersama yang meliputi orang tua (keluarga), sekolah, masyarakat dan pemerintah.
Bagi setiap orang tua hendaknya mampu untuk selalu mengontrol anal-anak mereka dalam menggunakan ponsel pintar, anak yang bermain gadget tanpa pengawasan orang tua akan berakibat fatal. Menemani anak bermain ponsel pintar dan mengajaknya browsing segala sesuatu yang bermanfaat, seperti mengakses ensiklopedia, situs-situs sejarah online, video-video berbahasa inggris yang edukatif adalah cara yang bijak dalam menggunakan ponsel pintar bagi anak.
Guru dalam konteks pendidikan di sekolah adalah model bagi setiap peserta didik, maka keteladanan guru sangat berpengaruh bagi perkembangan karakter anak didik. Jika setiap anak didik mau diarahkan pada nilai-nilai luhur pancasila, maka guru sebagai pendidik harus lebih berkarakter pancasilais, artinya usaha guru tidak akan pernah mempan dalam membentuk karakter anak didik, selama gurunya sendiri belum memiliki karakter pancasila. Maka disini, setiap guru dituntut untuk menjadi pribadi-pribadi yang selalu menginspirasi.
Mendarah-dagingkan nilai-nilai luhur pancasila juga tidak bisa lepas dari peran serta masyarakat dan pemerintah. Kedua aspek tersebut juga harus berbenah diri guna memberikan contoh yang baik bagi anak-anak negeri. Maraknya koruptor di negeri ini cukup berpengaruh pada perkembangan para generasi bangsa. Maka sudah saatnya, koruptor dibumihanguskan dari bangsa ini.
Mari jadikan moment Hari Pendidikan Nasional ini sebagai pembuka pintu kesadaran diri untuk membangun pendidikan berkarakter pancasila.

                                                                                                             —————— *** —————–

Tags: