Membumikan Pendidikan Literasi

Oleh :
Muzayyinatul Hamidia, MPd
Dosen Bahasa Inggris IAIN Madura

Pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam peningkatan mutu Sumber Daya Manusia (SDM) sehingga pendidikan memiliki peran untuk mengoptimalkan dalam menggali potensi yang dimiliki oleh setiap individu manusia. Proses pendidikan tidak mengenal ruang dan waktu karena secara universal pendidikan bertujuan untuk membentuk manusia yang beradab, bernilai guna, serta bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan lingkungannya. Salah satu jenis pendidikan yang harus terus dikembangkan adalah pendidikan literasi.
Pendidikan literasi adalah pendidikan yang mengarah pada proses membaca dan menulis yang kemudian menghasilkan suatu karya. Sedangkan kata “literacy” itu sendiri berasal dari bahasa latin littera atau huruf yang pengertiannya melibatkan sitem-sistem dan konvensi-konvensi yang menyertainya, namun demikian literasi berhubungan dengan bahasa dan bagaimana bahasa itu digunakan http://repository.usu.ac.id/(diakses, 24 September 2019).
Secara universal, banyak pihak yang mendeskripsikan literasi dalam konteks baca tulis. Orang yang literate diartikan sebagai orang yang mampu membaca dan menulis, sedangkan orang yang illiterate diartikan sebagai orang yang tidak bisa membaca dan menulis atau disamakan dengan buta aksara/buta huruf (Harjatanaya, dkk. 2018:6).
Dewasa ini, pendidikan literasi merupakan salah satu inovasi yang strategis dalam peningkatan mutu pendidikan di Indonesia yang kemudian berimplikasi pada peningkatan produktifitas karya tulis ilmiah. Karya Tulis Ilmiah yang selanjutnya disingkat KTI adalah tulisan hasil (penelitian dan pengembangan) litbang dan/atau tinjauan, ulasan (review), kajian, dan pemikiran sistematis yang dituangkan oleh perseorangan atau kelompok yang memenuhi kaidah ilmiah. Kaidah Ilmiah adalah aturan baku dan berlaku umum yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan (LIPI, 2012:2).
Berdasarkan data dari Scopus tentang peringkat negara berdasarkan jumlah publikasi karya ilmiah, Indonesia berada pada peringkat ke-57. Naik 4 angka dari tahun 2013 yang ada pada peringkat ke-61. Pada peringkat ini, jumlah karya ilmiah dari Indonesia yang telah terbit ke jurnal internasional adalah sebanyak 32.355 karya. Sebuah angka yang sangat sedikit jika dibandingkan dengan negara peringkat pertama yakni United States. Pada peringkat pertama USA menghasilkan jumlah publikasi sebanyak 8.626.193 karya.
Dalam hal pendidikan, Indonesia belum dapat mengungguli negara-negara ASEAN lainnya seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand. Meski begitu, peringkat negara kita masih di atas Vietnam untuk masalah publikasi jurnal internasional. Sudah seharusnya kita segera bergerak mengejar ketertinggalan dari negara-negara tetangga yang lebih dulu maju (https://www.duniadosen.com/karya-ilmiah-m/ diakses 24 September 2019).
Faktor-faktor yang membuat sedikitnya publikasi ilmiah adalah, pertama budaya meneliti yang masih minim, hal ini terjadi karena penelitian merupakan laporan ilmiah yang membutuhkan kerja keras dan ketelatenan, dan jiwa inilah yang belum sepenuhnya dimiliki oleh peneliti-peneliti indonesia. Kedua, sedikitnya apresiasi dari pemerintah terkait dana penelitian, memang saat ini pemerintah membuka akses bantuan penelitian yang cukup banyak bagi kalangan akademisi, khususnya dosen namun dana penelitian yang ada jika dibandingkan dengan luar negeri, di Indonesia masih sangat kecil. Ketiga, kemampuan bahasa Inggris merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam publikasi ilmiah internasional yang kemungkinan hanya sedikit peneliti yang menguasainya.
Literasi Dini
Dalam mengembangkan pendidikan literasi butuh proses belajar yang bisa dimulai atau dikenalkan sejak dini kepada anak-anak agar mereka memiliki budaya literasi yang tinggi ketika dewasa, sebagaimana yang dikutip dari buku literasi di Indonesia (2018:8-10).
Literasii Dini [Early Literacy (Clay, 2001)], yaitu kemampuan untuk menyimak, memahami bahasa lisan, dan berkomunikasi melalui gambar dan lisan yang dibentuk oleh pengalamannya berinteraksi dengan lingkungan sosialnya di rumah Pengalaman peserta didik dalam berkomunikasi dengan bahasa ibu menjadi fondasi perkembangan literasi dasar.
Literasi Dasar (Basic Literacy), yaitu kemampuan untuk mendengarkan, berbicara, membaca, menulis, dan menghitung (counting) berkaitan dengan kemampuan analisis untuk memperhitungkan (calculating), mempersepsikan informasi (perceiving), mengomunikasikan, serta menggambarkan informasi (drawing) berdasarkan pemahaman dan pengambilan kesimpulan pribadi.
Literasi Perpustakaan (Library Literacy), antara lain, memberikan pemahaman cara membedakan bacaan fiksi dan nonfiksi, memanfaatkan koleksi referensi dan periodikal, memahami Dewey Decimal System sebagai klasifikasi pengetahuan yang memudahkan dalam menggunakan perpustakaan, memahami penggunaan katalog dan pengindeksan, hingga memiliki pengetahuan dalam memahami informasi ketika sedang menyelesaikan sebuah tulisan, penelitian, pekerjaan, atau mengatasi masalah.
Literasi Media (Media Literacy), yaitu kemampuan untuk mengetahui berbagai bentuk media yang berbeda, seperti media cetak, media elektronik (media radio, media televisi), media digital (media internet), dan memahami tujuan penggunaannya.
Literasi Teknologi (Technology Literacy), yaitu kemampuan memahami kelengkapan yang mengikuti teknologi seperti peranti keras (hardware), peranti lunak (software), serta etika dan etiket dalam memanfaatkan teknologi. Berikutnya, kemampuan dalam memahami teknologi untuk mencetak, mempresentasikan, dan mengakses internet. Dalam praktiknya, juga pemahaman menggunakan komputer (Computer Literacy) yang di dalamnya mencakup menghidupkan dan mematikan komputer, menyimpan dan mengelola data, serta mengoperasikan program perangkat lunak.
Dengan pendidikan literasi ini diharapkan, khususnya di kalangan mahasiswa dan dosen memiliki kesadaran bahwa menghasilkan suatu karya ilmiah merupakan salah satu sumbangsihnya terhadap ilmu pengetahuan dan juga menjadi tolak ukur kualitas SDM. Selamat menulis!

———– *** ————–

Rate this article!
Tags: