Menaker Tekan Pengangguran Tembus 9,7 Juta Orang

Menaker Ida Fauziyah saat melakukan kunjungan kerja dan menyaksikan langsung penerima Bantuan Subsidi Upah (BSU) di Grinting, Kecamatan Tulangan, Kabupaten Sidoarjo, Jumat (6/11) lalu. [Gegeh Bagus Setiadi/bhirawa]

Sidoarjo, Bhirawa
Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia (Menaker RI) Ida Fauziyah menyebut angka pengangguran di Indonesia saat masa Pandemi Covid-19 melonjak ke angka 9,77 juta jiwa. Angka itu baru dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS).

Hal itu dipaparkan Menteri asal Mojokerto saat melakukan kunjungan kerja dan menyaksikan langsung penerima Bantuan Subsidi Upah (BSU) di Grinting, Kecamatan Tulangan, Kabupaten Sidoarjo, Jumat (6/11) lalu.

“Bulan Februari 2020 sebenarnya angka pengangguran turun dari angka 7,50 juta ke 6,88 juta. Tapi karena ada Pandemi Covid-19, pengangguran kita jadi 9,77 juta,” ungkap Ida.

Ida menambahkan, yang menganggur didominasi besar tingkat pendidikannya lebih baik, yaitu SMA dan SMK. Ketika dinamika ketenagakerjaan semakin kompetitif, maka harus berpikir seribu kali dan seribu langkah agar kompentisi tenaga kerja bisa bersaing. “Upah boleh naik terus, tapi yang penting bagaimana kompetensi tetap terjaga,” paparnya.

Ida Fauziyah menyebut, perusahaan akan senang menaikkan upah karyawan jika kompetensinya tinggi.

“Rasanya berat kita menuntut kenaikan upah terus-menerus tanpa diimbangi dengan kompetensi dan produktivitas. Saya kira ini kita harus fair, karena kompetensinya akan semakin tajam dan keras,” terangnya.

“Investasi memilih investasi ke negara lain. Kemungkinan orang berusaha di dalam juga tidak mungkin tumbuh karena tidak ada iklim berusaha yang sehat. Yang terjadi adalah beban pengangguran kita tidak bisa terselesaikan,” sambung Ida.

Ida melanjutkan, angkatan kerja baru tercatat 2,4 juta hingga 3 juta setiap tahun. “Jadi beban yang harus diberikan kesempatan bekerja, disiapkan pasar kerjanya sekitar 11 juta hingga 12 juta lapangan pekerjaan setiap tahunnya. Kalau ini tidak ada lapangan pekerjaan, maka yang berdampak bukan bonus tapi malah abot (berat). Karena kita tidak mampu menyiapkan pasar kerja yang menyerap tenaga kerja kita. Ini bukan pekerjaan mudah,” pungkasnya. (geh.ach)

Tags: