Meneropong Panggung Politik Para Jenderal

Derap PolitikJudul Buku  : Derap Politik Para Jenderal
Penulis        : Andi Setiadi
Penerbit      : Palapa
Cetakan     : I, 2016
Tebal           : 288 halaman
ISBN            : 978-602-279-214-7
Peresensi : Sam Edy Yuswanto, Alumnus STAINU, Fak. Tarbiyah, Kebumen.

Menurut Andi Setiadi, betapa pun kelamnya sisi sejarah negeri ini, panggung politik selalu mengasyikkan untuk ditulis ulang, dibeberkan fakta-fakta unik yang barkait kelindan, sembari di sisi lain menyoroti perjuangan aktor-aktor yang bermain di dalamnya. Karena, setiap periode selalu melahirkan kisah berbeda terkait intrik politik yang kejam, konfrontasi yang mengerikan, dan persaingan yang penuh dendam.
Tujuan diterbitkannya buku ini, satu sisi untuk merekam potongan-potongan sejarah politik yang penuh dengan kekelaman, sementara di sisi lain meneropong jejak para jenderal di panggung politik, mulai dari era Orde Lama, Orde Baru, hingga Reformasi. Selain itu, penulis juga menyorot taktik para jenderal “dalam mengendalikan” sekaligus “dikendalikan” penguasa sehingga menentukan jalannya pemerintahan (hal 5-6).
Sejarah mencatat, peran yang dimainkan para perwira tinggi TNI AD (Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat) begitu penuh intrik, konflik, saling sikut, dan konfrontasi yang tak berujung. Ketika kepemimpinan militer pada era Orde Baru bernama Angkata Bersenjata RI (ABRI, di dalamnya termasuk Polri), panggung politik kian ramai, sebab keberadaan mereka ikut serta berlomba-lomba dalam politik kekuasaan (hal 7).
Panggung panas politik yang melibatkan barisan para jenderal sebenarnya sudah mencekam pada September-Oktober 1965 yang memunculkan isu-isu anti-Soekarnoisme. Sebuah peristiwa politik yang dikenal dengan Gestapu. Inilah salah satu periode kelam dalam sejarah bangsa ini. Pembantaian sesama anak bangsa menjadi pemandangan biasa. Gestapu telah memakan korban sosok yang dekat dan dipercaya oleh Soekarno, salah satunya yakni Jenderal Ahmad Yani (hal 8-9).
Ahmad Yani merupakan salah satu sosok pahlawan Revolusi Indonesia yang memiliki jasa tak ternilai bagi negeri ini. Pria kelahiran Purworejo, 19 Juni 1922 ini menjadi sosok pahlawan yang ikut mewarnai dinamika politik kebangsaan pada era Orde Lama. Keuletan, dedikasi, serta kecintaannya pada bangsa tertuang dalam setiap aktivitas yang diembannya sebagai seorang jenderal.
Ketika perang kemerdekaan berlangsung misalnya, Yani, panggilan akrabnya, dengan sangat berani menyita senjata Jepang di Magelang. Sebuah langkah cerdas sekaligus penuh resiko. Namun, ia menyadari bahwa setiap tugas yang diberikan padanya adalah bentuk tanggung jawab yang harus dijalankan dengan amanah. Pada kesempatan yang lain, Yani bersama pasukannya juga pernah menghentikan serangan Belanda di Pingit, Yogyakarta. Ini terjadi ketika Agresi Militer Pertama Belanda meletus (hal 35-39).
Namun, di akhir kisah hidupnya, panggung politik yang sedemikian heboh menyebabkan Yani menjadi salah satu martir yang gugur bersimbah darah. Akhir hidupnya yang sangat tragis akan selalu dikenang sebagai pengorbanan yang begitu besar dan tak ternilai.
Gatot Soebroto merupakan sosok jenderal yang memiliki jejak perjuangan panjang. Lelaki yang lahir di Banyumas, Jawa Tengah, tanggal 10 Oktober 1907 ini dikenal dalam sejarah Indonesia, karena ia adalah salah satu pahlawan yang layak dikenang jasa-jasanya. Jika membuka kembali lembaran sejarah, kita akan menemukan perjuangan Gatot yang penuh semangat (hal 91).
Gatot Soebroto adalah pejuang yang heroik, tanpa kenal kompromi. Dalam perjalanan sejarahnya ia dikenal sangat taktis, cerdas, dan mampu membangun hubungan baik dengan para petinggi pemerintahan di negeri ini. Misalnya, ia memiliki hubungan yang sangat akrab dengan sosok Presiden Soekarno.
Dedikasi Gatot Soebroto di dunia militer sangat jelas dan masih terasa hingga kini. Perhatiannya terhadap pembinaan perwira muda adalah kenyataan yang tak bisa dipungkiri. Menurutnya, salah satu cara membina perwira muda di tubuh TNI adalah dengan menggabungkan tiga matra dalam satu kesatuan. Gagasan inilah yang melahirkan Akabri atau Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (hal 95-96).
Masih banyak tokoh-tokoh politik dari kalangan para jenderal yang dikisahkan buku ini, misalnya Hartono Rekso Dharsono, Hoegeng Imam Santoso, dan lain sebagainya.

                                                                                                                 ——— *** ———

Tags: