Meningkatkan Peran Pembiayaan Perbankan

wahyu kuncoro snOleh :
Wahyu Kuncoro SN
Wartawan Harian Bhirawa

Langkah pemerintahan Jokowi-JK yang memangkas rantai perizinan dengan meresmikan pelayanan terpadu satu atap (PTSP) di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) beberapa waktu lalu menyembulkan harapan baru. Apalagi, langkah itu kemudian juga diikuti dengan terobosan Kementerian Dalam Negeri yang memangkas proses perizinan pembangunan rumah sederhana bersubsidi dari 44 tahapan menjadi delapan tahapan.
Delapan tahapan tersebut merupakan ringkasan dari 44 tahapan proses perizinan yang selama ini harus ditempuh pengembang dalam membangun rumah bersubsidi. Kedelapan izin itu antara lain izin lingkungan setempat, izin rencana umum tata ruang (RUTR), izin pemanfaatan lahan dan izin prinsip. Menariknya, masih ada kemungkinan proses perizinan pembangunan rumah sederhana bisa dipangkas lebih banyak lagi, hingga tinggal empat tahapan. Sudah tentu pemangkasan proses perizinan itu menjadi angin segar bagi para pelaku industri perumahan.
Harus diakui, selama ini yang membuat pengembang lama mengeksekusi pembangunan rumah murah adalah masalah perizinan dengan tahapan yang sangat banyak. Akibatnya, untuk mendapatkan izin membangun rumah sederhana, pengembang harus menunggu lama, bahkan hingga 2 tahun. Lamanya proses perizinan pembangunan rumah sederhana itu jelas ikut andil dalam masalah utama di sektor perumahan, yakni kesenjangan antara pasokan dengan kebutuhan rumah atau backlog perumahan.
Berdasarkan ketentuan itu jelas sudah bahwa langkah Kementerian Dalam Negeri bersama sejumlah kementerian/lembaga lain untuk memangkas proses perizinan pembangunan rumah sederhana merupakan sebuah keniscayaan yang harus dilakukan pemerintah. Meski dirasa terlambat-UU Perumahan sudah terbit 2011-namun upaya pemangkasan proses perizinan itu patut diapresiasi. Selain itu kita juga perlu mengawal agar dalam pelaksanaannya juga berjalan dengan benar di lapangan supaya backlog perumahan dapat dikurangi secara signifikan.
Pembiayaan Perbankan
Saat ini memiliki rumah memang tidaklah mudah. Kebijakan regulator mengenai penetapan down payment (DP) memukul masyarakat yang hendak membeli rumah, terutama rumah pertama. Pasalnya, pemerintah telah menetapkan besaran DP sebesar 20% untuk rumah pertama dan 30% untuk rumah kedua. Artinya, seseorang harus memiliki uang muka sebesar prosentase dimaksud dari harga sebuah rumah. Namun, masih banyak masyarakat yang berpandangan salah mengenai kebijakan ini.
Kebijakan penetapan DP sesungguhnya dilakukan guna menekan terjadinya potensi bubble di sektor properti. Kebijakan ini untuk menyaring kepemilikan rumah bagi mereka yang berhak, terutama bagi seseorang yang hendak memiliki rumah pertama. Sebagaimana diketahui, banyak masyarakat yang menjadikan properti sebagai investasi jangka panjang. Hal ini berdampak pada semakin sulitnya mencari rumah yang berimbang dan memadai untuk ditinggali sehingga membuat biaya memiliki rumah terus meningkat.
Ketersediaan perumahan bagi masyarakat menjadi momok bagi pemerintah. Pasalnya, ketersediaan lahan untuk pemukiman semakin langka sehingga harga perumahan dari waktu ke waktu semakin tak tergapai. Kebijakan down payment (DP) sebagaimana paparan di atas membuat memiliki rumah bagi masyarakat seakan menjadi angan-angan. Padahal, pemerintah dalam undang-undang (UU) bertanggungjawab untuk memenuhi rumah bagi rakyatnya. Dalam UU No. 1 tahun 2011 pasal 5 ayat 1 disebutkan negara bertanggungjawab atas penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman yang pembinaannya dilaksanakan oleh pemerintah.
Industri perbankan memiliki peranan penting pada posisi ini. Sebab, perbankan memiliki sistem dan data yang lengkap mengenai data nasabah ketika hendak membeli sebuah rumah. Perbankan memberikan early warning system untuk menekan orang-orang yang menjadikan properti sebagai investasi dengan cara kotor. Peran perbankan dibutuhkan untuk membantu masyarakat memiliki rumah idaman, terutama bantuan dalam hal pendanaan. Pemerintah harus mendukung bagaimana bank BUMN, menjadi wadah dalam program pemenuhan rumah sekaligus ‘senjata’ mengatasi backlog perumahan nasional. Peran perbankan sangat strategis dalam mendukung program pemerintah dalam pembangunan infrastruktur, utamanya dalam mensukseskan program pembangunan satu juta rumah yang sudah dicanangkan pemerintahan Jokowi-JK. Jika pemerintah dan regulator mau mendukung perbankan maka program pemerintah tersebut bisa berjalan maksimal.
Mengenai program pembangunan satu juta rumah, penulis percaya bahwa perbankan akan siap melaksanakan program tersebut berapapun yang dipercayakan oleh pemerintah. Bagaimanapun hal terpenting dalam pembangunan rumah adalah ketersediaan rumah itu sendiri. Artinya bagaimana kemampuan pengembang dalam menyediakan rumah tersebut. Kalau peran perbankan adalah mendukung pembiayaan perumahan yang sudah tersedia dan dibangun oleh pengembang. Jadi bisa saja untuk stimulus pemerintah memberikan insentif bagi pengembang yang turut melakukan pembangunan satu juta rumah.
Peluang dan Tantangan Bank BTN
Jika merujuk pada kue bisnis KPR, bank BUMN seperti Bank BTN misalnya telah menjadi pendamping utama pemerintah dalam memenuhi program rumah nasional, terbukti dalam setiap tahunnya sebanyak 90% lebih adalah share Bank BTN. Bank BTN masih memiliki branding kuat di masyarakat sebagai bank perumahan. Hal ini dikarenakan BTN fokus pada pembiayaan perumahan yang saat ini masih menjadi kebutuhan primer masyarakat Indonesia.
Di tahun 2015 ini, Bank BTN ditantang untuk berperan lebih besar bagaimana dapat mendukung program perumahan nasional. Dengan core business di bidang pembiayaan perumahan, maka Bank BTN memiliki peluang akan berperan secara optimal dalam pengembangan infrastruktur melalui bidang pembangunan perumahan.
Bank BTN perlu membuktikan komitmennya mendukung ketersediaan perumahan bagi masyarakat dan memperkuat branding sebagai bank yang fokus terhadap perumahan. Sebagai bank fokus pembiayaan perumahan, BTN akan memberikan peran lebih besar dalam mendukung pemerintah menyiapkan program rumah nasional bagi masyarakat menengah bawah. Namun, bukan perkara mudah bagi Bank BTN menjadi jembatan bagi masyarakat untuk memiliki rumah. Peningkatan kapasitas supply perumahan murah, dan kepastian ketersediaan pembiayaan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah menjadi hal penting.
Soal keringnya likuiditas perbankan saat ini, Bank BTN sesungguhnya sudah memiliki kemampuan untuk menjaga likuiditas tetap terjaga dalam memenuhi pendanaan jangka panjang pada 2015 yaitu bisa dengan penerbitkan obligasi, menggandeng perusahaan-perusahaan besar, baik pemerintah maupun swasta untuk bekerjasama dan dananya ditempatkan di BTN dan melakukan pinjaman-pinjaman antar bank yang sifatnya jangka panjang kepada lembaga keuangan international.
Untuk mewujudkan target 1 juta rumah dan penurunan bunga KPR bersubsidi menjadi 5%, Bank BTN  membutuhkan dukungan dari pemerintah untuk memperbesar porsi penempatan dana bergulir. Selain itu, dukungan dari lembaga-lembaga seperti Asabri, BPJS, Taspen dan dana pensiun dalam pengumpulan dana murah juga sangat dibutuhkan. Di luar itu, Bank BTN perlu mencari sumber-sumber pembiayaan berupa pinjaman bilateral berbunga murah, juga meminta komitmen dari lembaga yang mempunyai dana berlimpah untuk menempatkannya di Bank BTN.
Singkatnya, komitmen pemerintahan Jokowi-JK yang yang ingin menyediakan hunian yang layak sesungguhnya bisa menjadi tantangan dan juga peluang bagi Bank BTN dalam memenuhi ketersediaan rumah. Sejauh ini, memang harus diakui bahwa pemenuhan satu juta rumah dalam setahun bukan perkara mudah, karena faktanya hanya realisasi hanya berkisar di level 400 ribu unit per tahun. Sebab banyak tantangan dan kendala dalam menyediakan perumahan. Namun ketika semua persoalan dan kendala utama seperti penyediaan lahan, perizinan, ketersediaan infrastruktur, sumber pembiayaan, serta rendahnya kemampuan finansial dari konsumen bisa diatas, maka bukan tidak mungkin program pemenuhan satu juta unit rumah dalam setahun akan bisa terwujud.
Wallahu’alam Bhis-shawwab.

                                                                                              ——————- *** ——————

Tags: