Merespons Vonis Hakim

foto ilustrasi

Majelis hakim menjadi harapan memperoleh keadilan terhadap sengketa. Walau selalu terdapat ke-tidak puas-an. Namun amar keputusan hakim selalu diperlukan sebagai “jembatan” perdamaian. Begitu yang terjadi pada majelis hakim pada sidang penistaan agama di Jakarta, menjatuhkan vonis lebih berat dibanding tuntutan jaksa. Banyak yang kaget, tidak puas. Padahal (ketua) majelis hakimnya telah kondang sangat ber-dedikatif.
Bahkan vonis kasus penistaan agama, juga memancing kritisi dunia luar. Antaralain perwakilan PBB (Persatuan Bangsa-Bangsa) ASEAN, serta Amensty International. Beberapa negara sahabat turut pula terpancing memberi komentar “miring,” meski di dalam negerinya juga terdapat hukum (positif) penistaan agama. Namun seluruh respons dunia luar tidak menjadikan langkah surut sistem pengadilan di Indonesia.
Dunia luar telah beberapa kali merespons vonis hukuman yang dijatuhkan oleh pengadilan di Indonesia. Yang paling ramai, tentang hukuman mati terhadap bandar narkoba. Sebanyak 18 bandar narkoba telah dihukum mati dalam tiga tahap eksekusi (hanya dalam 18 bulan). Tahap keempat sudah antre belasan lagi, karena status hukumnya sudah inkracht.
Terhadap eksekusi hukuman mati bandar narkoba, Indonesia memperoleh protes dari Sekjen PBB, Ban Ki-moon. Boleh jadi, Sekjen PBB lupa, bahwa lembaga yang dipimpinnya (PBB) telah menerbitkan United Nations Convention Againts Illicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic Substances. Isinya: merekomendasikan hukuman maksimal kepada bandar narkoba. Ketika konvensi diterbitkan (tahun 1988), Ban Ki-moon, masih tergolong politisi yunior di Korea.
Indonesia tidak akan menghentikan proses pengadilan yang telah berjalan. Bahkan presiden pun tidak memiliki kewenangan mencampuri proses pengadilan. Berdasar konstitusi, sistem peradilan Indonesia bersifat merdeka. Bukan dari pemerintah. UUD pasal 24 ayat (1) menyatakan, “Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.” Sedangkan perangkat penegak hukum yang lain (Kepolisian dan Kejaksaan) berada di bawah pemerintah.
Proses peradilan akan bermuara akhir pada tingkat kasasi (dan peninjauan kembali) di MA. Setelah inkracht, tugas dan wewenang peradilan telah selesai. Namun terdapat wewenang yudikatif yang melekat pada presiden (selaku eksekutif). Yakni, pemberian grasi (pengurangan hukuman), dan rehabilitasi. Seperti dinyatakan UUD pasal 14 ayat (1), bahwa “Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung.”
Bahkan konstitusi juga memberikan hak amnesti (pengampunan) dan abolisi kepada presiden. Hal itu diatur dalam UUD pasal 14 ayat (2), dinyatakan, “Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.” Kewenangan presiden ini khusus untuk masalah hukum yang berkait dengan politik. Sehingga harus mempertimbangkan saran DPR-RI.
Berdasar amanat konstitusi, majelis hakim, memiliki kewenangan dalam hal memberikan putusan perkara (sengketa). Sekaligus bersifat mengikat yang wajib dipatuhi. Tak terkecuali putusan terhadap kasus penistaan agama di Jakarta, dengan disertai perintah penahanan. Majelis hakim berpendapat, dikhawatirkan mengulangi melakukan hal serupa.
Ke-khwatiran mengulang tindakan serupa, sering dilupakan oleh pengamat hukum. Seringkali yang ditonjolkan hanya unsur kooperatif, dan tidak menghilangkan barang bukti. Ke-khawatiran mengulang tindakan serupa, merupakan penilaian (otoritas) majelis hakim. Banyak terjadi, terdakwa mengulang tindakan serupa pada saat proses banding dan kasasi. Diantaranya, bandar narkoba. Serta terpidana dengan suasana psikologis tertentu.
Ke-tidak puas-an terhadap putusan majelis hakim, niscaya, berhubungan dengan dedikasi personel hakim pengadilan. Indonesia memiliki banyak hakim yang dikenal “lurus” ( jujur, bersih, dan sederhana) sekaligus cerdas. Hakim “lurus” banyak tersebar di Pengadilan Negeri, sampai Mahkamah Agung. Seperti Ketua majelis hakim yang menyidangkan kasus penistaan agama, dikenal sebagai hakim “lurus.”

                                                                                                         ———   000   ———

Rate this article!
Merespons Vonis Hakim,5 / 5 ( 1votes )
Tags: