MKMK Jaga Etika MK

Hakim konstitusi mulai saat ini tidak bisa lagi leluasa memutus perkara gugatan undang-undang dengan cara melanggar etika. Pengukuhan Majelis Kehormatan MK yang cukup lama tertunda, kini sudah dilakukan, dan di-permanen-kan. Sehingga setiap saat bisa “mengadili” hakim konstitusi yang dianggap menyimpang. Pelanggaran etika hakim konstitusi semakin miris. Terutama berkait dengan UU Pemilu, dan berbagai sengketa Pilkada. Bisa mengancam legitimasi hasil proses demokrasi (Pemilu).

Majelis Kehormatan MK (MKMK) sebelumnya, sudah “menghukum” seluruh (sembilan orang) hakim Mahkamah Konstitusi (MK). Dinyatakan telah melanggar etika yang tercantum dalam “Sapta Karsa Hutama.” Bahkan Ketua MK dinyatakan telah melakukan pelanggaran berat. Sehingga dicopot dari jabatan sebagai Ketua MK. Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) juga “menghukum” 8 hakim konstitusi lainnya, dengan teguran tertulis. Namun putusan MK yang mengubah syarat usia Capres dan Cawapres, tetap berlaku, mengikat, dan bersifat final.

Usai Anwar Usman dicopot sebagai Ketua MK, keinginan membentuk MKMK semakin menguat. Jelang libur Nataru, tiga anggota MKMK sudah dikukuhkan. Terdiri dari Profesor Dr. Yuliandri (mantan Rektor Universitas Andalas Padang). Yang kedua, Dr. I Dewa Gede Palguna (mewakili tokoh masyarakat). Serta, satu orang yang diambil dari hakim aktif sesuai dengan ketentuan UU adalah hakim yang baru dilantik, yakni Dr. H. Ridwan Mansyur.

Tiga orang Majelis Kehormatan yang terpilih, dianggap memenuhi syarat kecakapan, dan memiliki integritas, jujur dan adil. Termasuk hakim konstitusi yang baru Dr. H. Ridwan Mansyur, belim lama dilantik (8 Desember 2023), menggantikan hakim konstitusi yang pensiun. Berdasar data MK, seluruh anggota Majelis Kehormatan telah berusia paling rendah 60 tahun, dan berwawasan luas. Juga tidak ada anggota hakim konstitusi yang berusia di bawah 40 tahun.

Ketiga anggota MKMK akan bekerja untuk masa jabatan 1 tahun. Bisa dipilih kembali pada tahun berikutnya. Pembentukan MKMK merupakan amanat UU Nomor 7 Tahun 2020 Tentang Mahkamah Konstitusi. Pada pasal 27A ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK) yang menyatakan, “Untuk menegakkan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim Konstitusi … dibentuk Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi.”

Keanggotaan MKMK harus berasal dari 3 unsur. Yakni, hakim konstitusi aktif, tokoh masyarakat, dan akademisi berlatar belakang hukum. Fungsi MKMK memiliki kewenangan menjaga keluhuran martabat dan kehormatan MK. Selain itu MKMK juga berwenang memeriksa dan memutus dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi paling lama 30 hari kerja sejak laporan dicatat.

MKMK yang permanen baru saja dilantik. Namun sudah mendapat “perlawanan” dari mantan Ketua MK, yang tidak menghadiri pelantikan. Anwar Usman diberhentikan MKMK dari jabatan sebagai Ketua MK karena terbukti melanggar kode etik terkait uji materi perkara nomor 90/PUU-XXI/202., Putusan berkaitan dengan syarat usia minimum calon wakil presiden. Bagai “membuka jalan” bagi putra sulung Presiden Joko Widodo, menjadi cawapres.

Putusan MKMK dilaporkan oleh berbagai pihak jajaran Hukum Tata Negara. MKMK menyatakan, hakim konstitusi terbukti melanggar Kode Etik Hakim Konstitusi. Yakni, yang tertuang dalam “The Bangalore Principles.” Meliputi prinsip independensi, ketakberpihakan, integritas, kepantasan dan kesopanan, kesetaraan, kecakapan dan keseksamaan, serta nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat Indonesia, yaitu prinsip kearifan dan kebijaksanaan.

Sudah banyak yang “dihukum” MKMK, umumnya berlatar politik pragmatis. Termasuk mantan Ketua MK Akil Mochtar (kader Golkar), dan Patrialis Akbar (kader PAN), yang sekaligus dihukum Pengadilan Tipikor, masuk penjara sangat lama.

——— 000 ———

Rate this article!
MKMK Jaga Etika MK,5 / 5 ( 1votes )
Tags: