Orang yang Rugi di Bulan Ramadan

Drs H Choirul Anam Djabar

Drs H Choirul Anam Djabar

Oleh:
Drs H Choirul Anam Djabar
Ketua Jam’iyah Tilawatil Quran Provinsi Jatim

Hadist Nabi yang menggambarkan keistimewaan bulan Ramadan, seperti dibukanya pintu-pintu surga, ditutupnya pintu-pintu neraka dan terbelenggunya para setan, seharusnya tidak hanya ditafsirkan secara tekstual melainkan dengan konteks yang diinginkan teks hadist itu.
Dinyatakan bahwa di bulan Ramadan pintu-pintu surga dibuka, maksudnya adalah di bulan ini banyak lahan amal ibadah yang sengaja Allah sediakan agar dapat digarap setiap muslim untuk meningkatkan kualitas keimanan dan keislaman.
Sedangkan pernyataan bahwa pintu-pintu neraka ditutup, maksudnya adalah banyak hal di bulan suci ini yang dapat menghalangi seorang muslim untuk berbuat maksiat. Oleh karena itu, hadist itu ditambah dengan pernyataan bahwa setan pun ikut terbelenggu. Ini adalah kiasan, yang artinya adalah setan akan sangat kesulitan untuk menggoda muslim ketika sedang berpuasa di bulan suci.
Akan tetapi hal itu tidak menutup kemungkinan seorang muslim tetap terjaga dari godaan setan. Setan akan terus menggoda manusia dengan berbagai macam cara termasuk dengan situasi dan kondisi sehari-hari pada bulan puasa itu.
Walaupun mungkin tidak sampai membuat puasa batal secara hukum, akan tetapi nilai-nilai esensi yang terkandung dalam puasa akan hilang sehingga puasanya menjadi sia-sia. Demikianlah seperti yang disabdakan oleh Nabi: “Betapa banyak orang yang berpuasa, namun tidak mendapatkan apa-apa selain lapar, dan berapa banyak orang salat di tengah malam tidak mendapatkan apa-apa selain begadang” (HR Nasa’i).
Terdapat beberapa dalil yang menunjukkan bahwa tidak semua orang yang menjalankan ibadah puasa akan mendapat apa yang dijanjikan secara sempurna. Semua tergantung dari sejauh mana manusia menunaikan hak-hak puasa itu.
Ada yang mampu menjalankan ibadah puasa dengan sempurna, ia tidak hanya mampu menjaga diri dari segala yang membatalkan dan yang dapat merusak puasa, melainkan ia mampu memakmurkannya dengan berbagai macam kebajikan.
Namun, lebih banyak lagi yang menyia-nyiakan hari-hari di bulan Ramadan. Bulan Ramadan dijadikan sebagai bulan makan-makan dan tidur di siang harinya. Sehingga menyelisihi hikmah disyariatkannya puasa.
Tiada aktivitas di siang hari selain menunggu datangnya berbuka. Tidur, bermain atau menghibur diri (kendati dengan perkara mubah) agar waktu serasa cepat berlalu dan waktu berbuka cepat datang. Ia justru tidak memanfaatkan Ramadan sebagai bulan amal, menambah pahala dan sarana merenungi dosa-dosa yang telah dilakukan sebelumnya.
Ada pula sebagian orang – bahkan mungkin kebanyakan orang, yang menjadikan bulan Ramadan sebagai momentum pemborosan. Aneka ragam makanan diborong untuk dijadikan bahan berbuka puasa, porsi makan pun berlipat, seakan ingin jatah makan siang diambil pula untuk malam harinya. Demikianlah kiranya ironi orang yang berpuasa, namun tidak benar-benar berpuasa sehingga tidak mendapatkan apa-apa selain lapar dan haus.
Suatu tuntutan bagi setiap muslim untuk menyadari bahwa puasa adalah momen yang sangat tepat untuk merenungi keberadaannya di dunia ini. Bahwa puasa di bulan Ramadan adalah media yang Allah sediakan bagi setiap muslim untuk meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan.
Tiada yang lebih mulia dari pada bulan suci Ramadan. Maka sungguh sangat merugi bila kita termasuk orang yang menyia-nyiakan puasa Ramadan. Sebuah kata hikmah pernah tersimpulkan, bahwa; “Terkadang kita baru merasakan nikmatnya suatu nikmat yang diberikan Allah ketika nikmat itu telah pergi dan berlalu dari kita”. Semoga kita tidak termasuk orang merugi dengan menyia-nyiakan momen bulan Ramadan ini. Amin ya rabbal álamin. *

Rate this article!
Tags: