Pejabat Pemkab Probolinggo yang Diperiksa KPK Terus Bertambah

ASN Kab Probolinggo yang diamankan KPK diberhentikan sementara. [wiwit agus pribadi]

Kab Probolinggo, Bhirawa
Pejabat Pemkab Probolinggo yang diperiksa tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam penyidikan kasus dugaan korupsi seleksi jabatan di lingkungan Pemkab Probolinggo tahun 2021, gratifikasi, dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terus bertambah.
Tim penyidik KPK memanggil sebanyak empat saksi dari pejabat, ASN, pensiunan dan swasta yang pemeriksaannya dilakukan di Polres Kota Probolinggo, Jawa Timur, Rabu (13/10).
“Memang benar hari ini ada pemeriksaan saksi tindak pidana korupsi terkait seleksi jabatan di lingkungan Pemkab Probolinggo tahun 2021, dugaan gratifikasi dan TPPU untuk tersangka Bupati nonaktif Puput Tantriana Sari (PTS) dan kawan-kawan,” kata Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam pesan singkat yang diterima di Kabupaten Probolinggo.
Empat saksi yang dimintai keterangan yakni Rachmad Hidayanto (Camat Pajarakan), Poedjiono (pensiunan), Astono Sutjahyo (swasta), dan Edy Suryanto (ASN). “Semua saksi tindak pidana korupsi terkait seleksi jabatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Probolinggo tahun 2021 diperiksa di Polres Probolinggo Kota,” jelasnya.
Tim penyidik KPK sudah beberapa kali memanggil pejabat Pemkab Probolinggo sebagai saksi dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi seleksi jabatan, gratifikasi, dan TPPU yang dilakukan Bupati nonaktif Probolinggo PTS dan suaminya Hasan Aminuddin yang juga anggota DPR RI.
Pemanggilan ini untuk mendalami sumber gratifikasi dan kepemilikan aset dalam kasus yang menjerat PTS. Untuk mendalaminya itu, KPK pada Selasa (12/10) lalu, telah memeriksa 11 saksi dalam penyidikan kasus dugaan korupsi seleksi jabatan di lingkungan Pemkab Probolinggo pada 2021, gratifikasi, dan pencucian uang.
“Didalami pengetahuannya antara lain terkait dugaan penerimaan gratifikasi oleh para tersangka yang salah satunya bersumber dari pemberian ASN di lingkungan Pemkab Probolinggo dan kepemilikian aset berupa tanah di beberapa wilayah di Kabupaten Probolinggo,” kata Ali Fikri.
Sebelas saksi yang diperiksa, yaitu Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Probolinggo, Taupik Alami, Kepala Dinas PUPR Kabupaten Probolinggo, Hengki Cahjo Saputra, Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Probolinggo, Ugas Irwanto, Kabid Mutasi BKD Kabupaten Probolinggo, Taufiqi, Kasi Evaluasi dan Pelaporan Bidang Jasa Konstruksi dan Peralatan Dinas PUPR Kabupaten Probolinggo, Cahyo Rachmad Dany.
Selanjutnya, Widya Yudyaningsih selaku Subbag Keuangan pada Dinas PUPR Kabupaten Probolinggo, Nuzul Hudan selaku Fungsional Pertama Pengadaan pada Bagian Pengadaan Barang dan Jasa Setda Kabupaten Probolinggo, Winda Permata Erianti selaku PNS dan tiga notaris masing-masing Poedji Widajani, I Nyoman Agus Pradnyana, dan Fenny Herawati.
Terkait kasus seleksi jabatan, KPK total menetapkan 22 tersangka. Sebagai penerima, yaitu Puput Tantriana Sari, Hasan Aminuddin yang merupakan suami Puput dan juga pernah menjabat sebagai Bupati Probolinggo, Doddy Kurniawan (DK) selaku Aparatur Sipil Negara (ASN)/Camat Krejengan, Kabupaten Probolinggo, dan Muhammad Ridwan (MR) selaku ASN/Camat Paiton, Kabupaten Probolinggo.
Adapun konstruksi perkaranya, KPK menjelaskan bahwa pemilihan kepala desa serentak tahap II di wilayah Kabupaten Probolinggo yang awalnya diagendakan pada 27 Desember 2021 mengalami pengunduran jadwal.
Adapun terhitung 9 September 2021 terdapat 252 kepala desa dari 24 kecamatan di Kabupaten Probolinggo yang selesai menjabat. Untuk mengisi kekosongan jabatan kepala desa tersebut maka akan diisi oleh penjabat (Pj) kepala desa (kades) yang berasal dari para ASN di Pemkab Probolinggo dan untuk pengusulannya dilakukan melalui camat.
KPK menyebut ada persyaratan khusus di mana usulan nama para Pj kades harus mendapatkan persetujuan Hasan yang juga suami Sari dalam bentuk paraf pada nota dinas pengusulan nama sebagai representasi dari Puput dan para calon Pj kades juga diwajibkan memberikan dan menyetorkan sejumlah uang.
Adapun tarif untuk menjadi Pj kades di Kabupaten Probolinggo sebesar Rp20 juta per orang ditambah dalam bentuk upeti penyewaan tanah kas desa dengan tarif Rp5 juta per hektare. Setelah ditemukan bukti permulaan yang cukup, KPK juga menetapkan Puput dan suaminya sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan gratifikasi dan TPPU dari pengembangan kasus seleksi jabatan.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Probolinggo, Lukman Hakim menyatakan, mendukung penuh upaya pembersihan birokrasi di Pemkab Probolinggo. “Dukungan kepada KPK itu jelas. Karena hukum harus menjadi panglima yang betul-betul panglima di negeri ini. Jadi tidak ada alasan untuk tidak mendukung KPK dalam pemberantasan korupsi di sini,” tegasnya.
Sebagai salah satu mantan aktifis mahasiswa 98, Lukman menegaskan, keran demokrasi yang sudah diwariskan harus tetap dijaga. Tak terkecuali di Kabupaten Probolinggo, marwah demokrasi harus dijaga sepenuhnya. Termasuk kekuatan hukum sebagai panglima yang tidak bisa diganggu oleh siapapun.
Atas dasar itulah, Lukman menegaskan kembali pihaknya akan satu suara dengan aliansi santri, dalam hal mendukung KPK untuk berantas korupsi di Kabupaten Probolinggo. “Kita harus mendukung langkah KPK untuk menciptakan birokrasi yang bersih,” tandasnya.
Sedangkan pengasuh Ponpes Sunan Kalijaga, Gus Ubaidillah menyebut, ada hal yang penting untuk diperhatikan. Selain itu, dukungan pada upaya KPK berantas korupsi di Pemkab Probolinggo yakni nasib jamiiah Nahdlatul Ulama (NU) di kawasan Probolinggo.
“Bagaimana dukungan dari dewan ini terhadap mustasyar, agar didemisionerkan. Sekarang mustasyar itu sedang ‘mondok’ di Kuningan, asuhan bapak Firly Bahuri. Saya dengar juga, Ketua Laziznu-nya (Camat Krejengan) turut ‘mondok’ di Jakarta,” katanya.
Kondisi di atas, praktis nasib jamiiah Nahdlatul Ulama Probolinggo di ujung tanduk. Karena itu, jamiiah Nahdlatul Ulama harus didorong kembali pada khittohnya, yakni menjadi pengayom umat. Bukan malah menjadi intimidator umat,” tegas Gus Ubaid.
Selama rezim tersebut berkuasa, Gus Ubaid menyebut para kyai dan tokoh agama yang tidak seirama, akan dilarang dan dihalangi untuk berjuang bersama umat. Hal ini tentu menjadi problem besar. Utamanya dalam urusan demokrasi kebangsaan.
Terhadap permintaan itu, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Probolinggo Lukman Hakim bilang, pihaknya bersama pimpinan dewan lain akan segera ambil tindakan. Salah satunya sowan kepada tokoh-tokoh Nahdlatul Ulama dan membicarakan hal tersebut. Utamanya pada para kyai yang menjadi simbol NU di Kabupaten Probolinggo. [wap.ant]

Tags: