Pembentukan Shelter HIV/AIDS Jatim Dinilai Tak Perlu

SONY DSCPemprov Jatim, Bhirawa
Ide pengembangan Shelter bagi anak terlantar penderita HIV/AIDS oleh Dinas Sosial dipandang kurang perlu oleh Dinas Kesehatan.  Anak dengan penyakit HIV/AIDS cukup dirawat oleh Dinas Sosial melalui Lingkungan Pondok Sosial (Liponsos), panti atau tempat pembinaan yang ada.
”Kita kurang sepakat jika Dinkes harus menyiapkan Shelter untuk anak terlantar (Penderita HIV/AIDS, hal ini mengingat tanggung jawab Dinkes tidak menampung anak terlantar meski dia mempunyai penyakit HIV/AIDS,” ujar Kasi Pemberantasan Penyakit Dinkes Jatim, Setyo Budiono .
Menurut Setyo pendirian Shelter merupakan tanggung jawab penuh Dinsos, sedangkan Dinkes hanya membantu pengobatan dan penyembuhan anak penderita HIV/AIDS.
“Dinkes akan menyediakan obat antiretroviral (ARV) yang dapat diambil oleh petugas Dinsos di rumah sakit yang telah dirujuk. Obat ini dapat diberikan kepada penderita dengan didampingi oleh petugas dari Dinsos,” tegasnya.
Lebih lanjut Setyo mengatakan, dalam penanganan anak penderita HIV/AIDS, Dinsos diharuskan merawat penderita dengan penanganan yang khusus atau sesemstinya. Untuk perawatannya anak penderita HIV/AIDS tidak sama dengan anak pada umumnya.
”Bisa jadi ada dokter atau perawat yang merawat anak dengan penyakit mematikan ini, akantetapi perawat atau orang yang berada di sekitar anak tersebut diharapkan untuk tidak menjauhi atau mengucilkannya,” tambahnya.
Dijelaskannya, penularan HIV/AIDS pada anak akan sulit dilakukan jika anak tersebut tidak melakukan hal-hal diluar batas kenakalannya seperti seks bebas menggunakan jarum suntik bergantian dan sejenisnya. Jika dilihat tidak mungkin anak tersebut akan melakukan hubungan seksual sembarangan dan menggunakan jarum suntik bergantian, hal ini mengingat pengawasan Liponsos sangat ketat.
”Saya berharap dengan penanganan dan pengawasan yang baik dari petugas dan pengelola Liponsos anak yang mengidap HIV/AIDS akan tertangani dengan baik,” ucapnya.
Menurutnya, dengan kerjasama yang baik antara Dinsos dan Dinkes kedepannya akan memperkecil penularan virus HIV/AIDS ke orang lain. ”Kita tidak lepas tangan untuk menangani dan mambantu penderita HIV/ADIS, akantetapi untuk mendirikan Shelter masih dirasa sebagai tindakan yang berlebihan. Jika di Dinsos dapat diatasi mengapa harus dilimpahkan ke Dinkes,” ulangnya dengan nada mantap ini.
Perlu diketahui, sebelumnya Kepala Dinsos Jatim, Indra Wiragana mengatakan, selama ini Dinsos Jatim juga menerima anak yang mengidap HIV/AIDS, namun anak tersebut tidak berlokasi di UPT melainkan bersama keluarganya dengan pengobatan melalui rumah sakit yang ditunjuk.
“Dinsos Jatim tetap memberikan bantuan pada anak tersebut melalui pemberian tabungan. Sebab, membantu dampak dari permasalahan sosialnya tersebut,” katanya.
Menurutnya, penanganan yang dilakukan Dinsos selama ini untuk membantu masyarakat dari sisi sosial. “Lain halnya bayi terlantar dengan mengidap AIDS. Meskipun terlantar, namun ada penyakit yang harus disembuhkan dan membutuhkan perawatan dimana di bidang kesehatan yang lebih mengetahuinya,” katanya.
Dikatakannya penanganan balita dan anak terlantar memang seharusnya melalui Dinas Sosial Jatim maupun Dinsos Kabupaten/kota. Namun, hal itu berbeda ketika balita atau anak terlantar tersebut mengidap penyakit HIV/AIDS. Untuk itu, lanjut Indra perlu ada sebuah unit khusus yang bisa menangani anak terlantar penderita HIV/AIDS.
Diperlukan shelter khusus bagi bayi atau anak terlantar mengidap HIV/AIDS dimana hal tersebut lebih mengarah ke Dinas Kesehatan atau Rumah Sakit. Sebab, lanjut Indra, jika diserahkan pada Dinsos Jatim melalui UPT Pelayanan Sosial Asuhan Balita Terlantar maka dikhawatirkan penyebaran penyakit tersebut bisa ke balita dan anak lainnya. [dna]

Keterangan Foto : Pembinaan yang dilakukan Dinsos kepada anak-anak terlantar. [dna/bhirawa]

Tags: