Dana Perimbangan Dipotong, Dewan Jatim Segera Datangi Menkeu

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

DPRD Jatim, Bhirawa
Dipotongnya dana perimbangan Provinsi Jatim di APBD 2015 yang mencapai hampir Rp 700 miliar memang sangat disesalkan dewan. Karenanya, dalam waktu dekat ini Komisi C akan segera mendatangi Menteri Keuangan (Menkeu) untuk mempertanyakan alasan dipotongnya dana perimbangan di saat APBD Jatim sudah disahkan. Selain itu, sesuai mekanisme yang terjadi selama ini penurunan dana perimbangan hanya berkisar antara 10 sampai 15 persen.
Wakil Ketua Komisi C DPRD Jatim Renville Antonio menegaskan tidak seharusnya Menkeu mengambil kebijakan di saat provinsi sudah mengesahkan APBD-nya. Sesuai Permenkeu ada alokasi dana perimbangan sebesar Rp 1,3 triliun untuk Provinsi Jatim. Namun dalam perjalanannya diinformasikan ada pemotongan sebesar Rp 700 miliar. Kalau hal ini dipaksakan akan menganggu stabilitas anggaran khususnya pada program pembangunan kerakyatan yang memang sudah dialokasikan di setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), sekaligus harus ada reposting program dalam pembahasan PAPBD 2015 yang rencananya digelar pada Juli mendatang.
“Seharusnya Mendagri konsisten dengan kebijakannya. Bukan mengambil keputusan secara tiba-tiba yang merugikan daerah. Seperti yang dialami Provinsi Jatim di mana pemotongan dana perimbangan dilakukan setelah APBD Jatim digedok. Kondisi ini juga terjadi di provinsi lain. Asal tahu, pembahasan APBD itu tidak mudah karena diperlukan sinkronisasi dan kinerja di masing-masing SKPD. Karenanya kalau  kemudian dipotong di tengah jalan, maka berimbas pada nasib sejumlah program pembangunan yang sudah diploting,”papar politisi asal Partai Demokrat, Selasa (28/4).
Kondisi yang dihadapi Pemprov Jatim semakin berat di saat Mendagri menerapkan pajak angkutan barang dan orang ditarik pusat yang berpotensi lost sebesar Rp 180 miliar per tahun.  Untuk itu, dewan berharap kebijakan pemotongan dana perimbangan ini diterapkan pada 2016, sehingga tidak membebani dana APBD Jatim.
Seperti diberitakan Bhirawa sebelumnya, dana  perimbangan dari pemerintah pusat untuk Provinsi Jatim pada 2015 menurun. Dari sebelumnya Rp 1,3 trilun, dikepras menjadi Rp 700 miliar. Akibat pemotongan dana ini dikhawatirkan akan berdampak pada program pembangunan di masyarakat.
Terpisah, Gubernur Jatim Dr H Soekarwo mengaku penurunan dana perimbangan disebabkan DBH (Dana Bagi Hasil) Migas turun hampir 50 persen diakibatkan harga minyak dunia di pasar turun drastis hingga 30 persen, dari 110 dollar AS per barel menjadi 40 dollar AS  per barel sehingga penerimaan DBH Migas untuk Jatim juga ikut turun.
“Harusnya DBH Migas yang diterima Jatim itu sekitar Rp 1,3 triliun, tapi yang masuk dalam APBD murni 2015 baru Rp 600 miliar, sehingga minus sekitar Rp 747 miliar. Ironisnya lagi, kekurangan itu tak akan terpenuhi hingga akhir tahun anggaran mendatang,” tegas mantan Sekdaprov Jatim ini.
Indikator lesunya perekonomian Indonesia termasuk Jatim dapat terlihat dari turunnya produksi dan penjualan kendaraan bermotor baru. Berdasarkan data  yang ada, kata Pakde Karwo pada triwulan pertama 2015, penjualan kendaraan bermotor baru mengalami penurunan hingga 30 persen.
“Bahkan market share beberapa perusahaan di Jatim sekarang ini tak berani menargetkan 100 persen melainkan hanya 70 persen, karena sudah tidak percaya lagi dengan pasar akibat lesunya perekonomian secara global,” tambahnya. [cty]