Penerapan Fintech Harus Didukung Trust dan Security

Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini saat menjelaskan perkembangan fintech di Surabaya. [achmad tauriq/bhirawa]

Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini saat menjelaskan perkembangan fintech di Surabaya. [achmad tauriq/bhirawa]

Surabaya, Bhirawa
Mendukung perkembangan ekonomi kreatif di Surabaya, para entrepreneur muda berbasis digital teknologi (start-up) mampu menjadi penggerak financial technology (fintech) yang sudah mulai berkembang meluas sejalan dengan aplikasi mobile yang kini bisa diakses darimana saja.
” Sangat menggembirakan di era digital seperti ini, keberadaan transaksi online sangat memudahkan. Anak-anak muda kreatif ini sudah saatnya untuk mengenal secara baik apa dan bagaiman layanan keuangan digital itu. Dengan begitu tetap nyaman dan aman selama bertransaksi,” ungkap Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini, Minggu (18/12) kemarin.
Menurut Risma dalam Forum Diskusi Jurnalis Surabaya-Bank Mandiri bertema ‘Implementasi Fintech pada Entrepreneur Muda Jatim’, untuk melakukan transaksi online harus ada trust (kepercayaan) dua sisi, baik dari penjual maupun pembeli. Dalam bisnis online, penjual harus jujur dalam menyampaikan semua informasi tentang apa yang dijualnya agar pembeli percaya.
“Di bisnis online tidak baik kalau kita menyembunyikan sesuatu. Kalau konsumen percaya maka dia akan membayar dengan benar, tepat waktu dan dengan dokumen yang benar pula. Ini yang membuat pembayaran digital menjadi nyaman. Jangan sampai penerapan teknologi justru akan menutup rezeki kita karena tidak ada trust di dua sisi itu,” jelasnya.
Selain itu Risma juga berpesan keamanan harus diperhatikan saat melakukan pembayaran digital, seperti kehati-hatian dalam memberikan nomer rekening supaya tidak disalah gunakan. “Sekarang ini semua serba mungkin, orang mati bisa membobol bank. Saya pernah diminta untuk menjadi saksi tentang seseorang yang sudah meninggal. Orang ini diketahui bisa pinjam ke bank hingga Rp15 miliar,” ujarnya.
Untuk itu anak-anak muda harus memahami betul bagaimana pembayaran digital tersebut, kalau tidak tahu harus tanya kepada pihak terkait seperti OJK.
Dalam kesempatan yang sama Deputi Direktur Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan OJK Regional 4 Jatim, Budi Susetiyo, mengatakan potensi pengembangan fintech di Jatim tersebut ditunjang dengan kebutuhan masyarakat terhadap jasa keuangan.
Tapi sejauh ini pihaknya belum melakukan identifikasi terhadap fintech yang sudah berkembang di Jatim. Hasil klasifikasi sementara OJK, perusahaan fintech yang masuk dalam otorisasi OJK seperti pinjam meminjam (peer to peer lending), crowd funding, channeling kredit dan lain-lain.
”Terus terang kami masih menunggu aturan terkait fintech,” pungkasnya.
Menurutnya, sejalan dengan pesatnya perkembangan fintech, aturan tentang fintech tersebut akan diselesaikan secepatnya. Selain bisa mendukung perkembangan industri jasa keuangan, serta memberikan jaminan perlindungan terhadap pengguna jasa atau konsumen. “Salah satu aturan yang akan disiapkan terkait security transaksi dan sumber daya manusia,” katanya.
Sementara Direktur Gerdhu Inkubator Teknologi Surabaya selaku penyelenggara Digital Lounge Telkom, Zaenal Arifin, menambahkan sudah ada beberapa perusahaan start up lokal Surabaya yang secara khusus mengembangkan fintech.
Yakni, peer to peer landing dan aplikasi bisnis berbasis akuntansi. Diakui, perkembangan start up fintech di Surabaya tidak sepesat di Jakarta.
“Bisa jadi dari sisi market, market di Jakarta lebih matang daripada di Surabaya. Tapi ke depan, sejalan dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap layanan jasa keuangan digital, maka perkembangan fintech terus membesar,” tandasnya.
Tapi biasanya dimulai dengan survei terhadap kebutuhan layanan jasa keuangan itu sendiri. “Karena sayang, kalau sudah terlanjur dikembangkan ternyata penggunanya tidak ada. Selain itu untuk mengembangkan layanan keuangan berbasis digital tidak sekadar mengandalkan programmer,” ujarnya. [riq]

Tags: