Peringati 25 tahun LPPM UKWMS, Prodi PAUD Workshop Media Pembelajaran

Ketua prodi FKIP Fisika, Herwinarsoh menjelaskan cara kerja dari teori kelistrikkan dihadapan mahasiswa UKWMS pada acara 54 tahun LPPM bagi siswi kelas 4 SD dengan menggunakan media sederhana.

Tingkatkan Kecerdasan Anak Melalui Media Pembelajaran
Surabaya, Bhirawa
Gelar Karya LPPM dengan tema Getok Tular Ilmu yang ke 25 tahun, Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya (UKWMS) adakan serangkaian acara kegiatan, Kamis (6/9). Salah satunya adalah memberikan pelatihan pembuatan media pembelajaran kepada puluhan guru PG-PAUD yang sudah kerjasama sejak beberapa tahun yang lalu.
Dalam kesempatan ini, para guru diajak membuat media pembelajaran sederhana yang berbahan dari barang bekas. Namun, memiliki manfaat besar bagi aspek kognitif dan perkembangan anak-anak. Ketua Program Studi PG-PAUD UKWMS, Brigita Puridawaty mengungkapkan jika media pembelajaran merupakan salah satu cara yang efektif dalam menstimulasi kecerdasan anak usia 3 hingga 5 tahun.
“Pada kesempatan ini kami ajarkan para guru membuat media pembelajaran yang sederhana. Berbahan barang bekas namun tetap aman dan sehat bagi anak-anak,” ungkap dia.
Misalnya, dalam membuat sebuah box yang setiap sisinya memiliki warna yang berbeda. Box berwarna tersebut akan melatih anak-anak usia dini dalam menstimulus fisik motorik dan konsentrasi anak.
“Di awal guru-guru ini menunjukkan perintah apa saja di balik setiap warna pada sisi box. Kalau siswa sudah mengerti dan ingat, permainan bisa dimulai,” lanjut dia.
Contohnya, ketika guru mengatakan warna oranye untuk perentangan tangan, anak-anak akan secara refleks mengikuti penjelasan yang disampaikan para guru PAUD sebelumnya. “Kalau mereka salah, berarti anak-anak kurang konsentrasi. Karena setiap warna yang di intruksikan akan membutuhkan konsentrasi,” jelas dosen yang kerap disapa Gita ini.
Untuk membuat media pembelajaran ini, sambung dia, para guru cukup menggunakan kertas manila maupun kardus bekas. Dalam membantu proses tumbuh kembang anak, guru PAUD seharusnya mampu mempunyai sisi kreatif dan inovatif dalam mengembangkan media pembelajaran. Ia menganggap, dengan adanya K13 setidaknya para guru sedikit terbantu dalam mengembangkan pola pembelajaran bagi anak-anak yang menyenangkan dan inovatif. Namun sayangnya, tidak sedikit guru PAUD belum mendapatkan pelatihan penuh dalam mengembangkan alat edukatif.
“Perlu ada suatu kegiatan yang dirancang khusus untuk menghasilkan guru-guru inovatif dengan media pembelajarannya,” tutur dia
Dalam membuat satu media pembelajaran, sambung dia, harus memiliki sedikitnya enam aspek untuk menstimulus perkembangan anak usia dini. Seperti pengembangan kecerdasan, nilai agama dan moral, sosial dan emosi, bahasa kognitif, sains dan matematika.
“Jika kita bisa menggerakkan semua panca indera anak-anak, secara tidak langsung akan melatih holistic integrative,” papar dia.
Gita berharap, nantinya guru tidak hanya menggunakan produk media pembelajaran yang sudah jadi. Melainkan, guru juga harus bisa mengembangkan kurikulum yang lebih efektif dengan cara menyenangkan dan inovatif.

Buat Media Pembelajaran, Hilangkan Sikap Apatis terhadap Sains
Sains dan Teknologi adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan. Akan tetapi, tidak sedikit para siswa khusunya, apatis terhadap ilmu sains. Ini karena, banyak dari mereka menganggap ilmu sains terkesan sulit dan menjenuhkan. Namun, oleh Herwinarso stigma tersebut ia hilangkan perlahan dalam diri para siswa. Menurutnya, apatisnya sikap siswa dengan ilmu sains, tidak lain Karena pola penyampaian yang salah di awal.
“Siswa mengenal ilmu sains kan sejak SD. Kalau kita sampaikan ilmu ini hanya berdasar teori, tidak akan membantu mereka mengerti. Ini awal dari sikap apatis yang mungkin dialami banyak siswa,” ungkap dia.
Dalam penelitian yang ia buat beberapa tahun lalu. Pada dua tempat berbeda, yaitu SDK Wijana Sejati dan SDN Gedongan I Mojokerto menyatakan jika 95.40 persen dari siswa dan 96.30 persen dari guru mengidentifikasi jika media pembelajaran yang ia buat baik dan bisa digunakan sebagai media utama proses belajar mengajar IPA di tingkat SD.
“Saat itu saya membuat media pembelajaran dari teori udara, listrik dan macam energi dan perubahannya. Dengan media pembelajaran ini, siswa akan dengan mudah menangkap hasil eksperimen yang dilakukan guru,” jelas dia.
Misalnya, dalam mengetahui teori bahwa udara menempati ruang. Dalam eksperimen tersebut Ketua prodi Fisika ini melakukan eksperimen dengan menggunakan dua botol minum bekas. Di mana tutup botol tersebut di bentuk dua buah lubang yang memiliki ukuran berebda. Lubang besar untuk masuknya air melalui corong dan lubang kecil untuk masuknya udara. Di mana jika lubang kecil ditutup, dan lubang besar diisi air. Maka air akan tertahan dalam sebuah corong. Akan tetapi jika lubang kecil dibuka, air akan mengucur ke dalam. Ini membuktikkan bahwa udara menempati ruang kosong.
“Cara-cara sederhana inilah yang membuat anak-anak tertarik dengan sains. Dan eksperimen sangat penting dalam menjelaskan teori penalaran ilmu sains. Bukan hanya sekedar teori dan teori,” kata dia.
Selain itu, Herwinarso juga membuat sebuah media pembelajaran untuk membuktikkan teori kelistrikan, yaitu rangkaian seri dan parallel. Untuk membuat media ini, guru hanya perlu menggunakan triplek atau akrilik, kabel, sumber tegangan baterai atau sel surya dan bohlam. “Dengan percobaan ini, guru bisa menjelaskan bagaimana rangkaian seri dan parallel kepada siswa tanpa perlu di awang-awang,” sambung dia. Lebih lanjut, Herwinarso menuturkan berdasar teori belajar untuk siswa SD harusnya penyampaian materi secara konkrit. Bukan lagi secara abstrak. Sayangnya, banyak sekolah ia nilai lebih mengajarkan teori dibanding eksperimen. Padahal eksperimen ini sangat perlu.
“Eksperimen ini merangsang pola pikir anak-anak dalam mengetahui, memahami dan mengerti sains dengan baik,” pungkas dia. [ina]

Tags: