Peroleh Gold Medal, hingga Meraih Penghargaan Fully Fanded Berkat Temuan Inovatif

Tim Tech Fregesio SMAN 21 Surabaya menunjukkan proses pembuatan tempe dengan menggunakan musik Rock yang berpengaruh pada percepatan fermentasi jamur.

Hanya Empat Jam, Musik Rock Bantu Proses Pembuatan Tempe
Kota Surabaya, Bhirawa
Musik rock seringkali dianggap musik kemarahan, ekspresif dan agresif. Banyak masyarakat luas menyukai genre ini karena agresif dan menggugah semangat. Manfaat itu tak hanya dirasakan bagi orang yang menyukai genre ini. Namun, manfaat itu rupanya juga dirasakan dalam proses fermentasi tempe. Lalu, apa sih hubungannya dalam proses pembuatan tempe?. Dan bagaimana cara kerjanya?.
Sekelompok siswa dari SMAN 21 Surabaya mencatatkan prestasi membanggakan dalam WSEEC (World Science, Environment and Engineering Competition) 2022 Universitas Indonesia. Tak hanya memperoleh prestasi Gold Medal, mereka yang beranggotakan Michelle Tiffany Laowo, Christine Aulina Anugrah, Tirta Ayu Ningrum, Nael Nahdiyah Azzahra, M Faishal Al Faruq xan M Labib Abyan juga memperoleh penghargaan Fully Funded Indonesia International Applied Science Project Olympiad (I2ASPO) 2022, serta Iysa Grand Award.
Penghargaan ini diperoleh berkat penelitian terbaru mereka tentang pengaruh musik rock dalam percepatan fermentasi tempe.
Dijelaskan ketua tim, Michelle inovasi ini juga didukung inkubator Tech Fregesio yang dilengkapi dua lampu berdaya masing-masing 40 watt, busa dan thermometer. Selain itu kuga dilengkapi dengan speaker dan musik rock untuk membantu percepatan fermentasi pada tempe.
Biasanya, jika manual proses fermentasi membutuhkan waktu selama 36 jam atau dalam waktu 2 hari. “Tapi karena kita menggunakam inkubator dan musik rock ini waktu proses fermentasi tempe hingga hanya membutuhkan waktu 4 jam dari kedelai yang bercampur ragi hingga menjadi tempe siap pakai,” ujarnya disambangi disekolahnya, Senin (15/8) lalu.
Dari hasil itu, Michelle dan tim menyimpulkan jika musik rock berpengaruh pada pembelahan pada jamur fermentasi tempe. Dalam penelitian ini, mereka juga menggunakan musik klasik untuk membansingkan percepatan pembelahan jamur pada tempe.
“Kita gunakan dua inkubator. Yang satu diisi musik rok satu lagi musik klasik. Kita gunakan waktu yang sama. Dan hasilnya lebih cepat menggunakan musik rok hanya butuh 4 jam. Sedangkan saat menggunakan musik klasik kita butuh waktu selama 8 jam. Kalau tidak pakai musik dan hanya pakai inkibator sekitar 9 jam. Sementara kalau manual mencapai 2 hari,”jelasnya.
Ide meneliti musik rock pada perceoatan fermentasi tempe ini, dijelaskan Michelle juga tak lepas dari tinjauan dari beberapa jurnal luar negeri dan nasional. Tak hanya tempe, percobaan juga dilakukan dalam pertumbuhan cabai dan sawi yang lebih cepat. “Hasil uji laboratorium musik rok mempengaruhi pembelahan sel dan jamur yang lebih cepat,” terangnya.
Ia melanjutkan, dalam proses pembuatan tempe dengan Tech Fregesio ini pertama inkubator dipanaskan hingga 36-37 derajat lebih dulu. Kemudian kedelai yang tercampur ragi dimasukkan ke inkubator.
Selanjutnya menyalakan musik rock dengan frekuensi 258-3.273 Hz dengan kecepatan desibel 89 7 db. Sediakan, penganalisis spektrum suara untuk mengecek kestabilan frekuensi. Selanjutnya pasang thermometer. “Selama proses fermentasi inkubator tidak boleh dibuka,” jabarnya.
Pada penelitian ini, Michelle mengaku jika membutuhkam waktu selama 4 bulan untuk merampungkan dan menyimpulkan hasil penelitian. Lamanya proses ini kata dia juga dipengaruhi pada perakitam alat inkubator dan setiap uji coba musik selama 3 kali untuk hasil yang lebih akurat.
Sementara itu, guru pebimbing tim Tech Fregesio Budi Santoso menyebut penelitian yang dilakukan para siswanya ini bergenre merupakan gabungan dari ilmu fisika, kimia dan biologi. Mereka yang sukses meraih gold medal ini katanya tak lepas daei proses pembelajaran dari berpikir tingkat tinggi yang mampu mengajari siswa berpikir kritis.
“Banyak anak-anak mendaftarkan dirinya untuk mengikuti berbagai ajang kompetisi karya ilmiah remaja (KIR) ada life science, metal science dan enggineering. Dalam bidang-bidang ini mereka di bimbing oleh para guru yang luar biasa kompetennya,” terangnya.
Budi juga menekankan, sebelum mengikuti kompetisi KIR, para siswa terikat kontrak dengan para pebimbing. Dengan kata lain, teekait komitmen siswa, harus totalitas dan by desain.
“Langkah pertama, guru menguji dan memberikan reward, good excelent dan presetantion. Kedua diminta untuk mencari 10 jurnal international dan 5 jurnal nasional. Kemudian di riview bersama pebimbing. Salah satunya dengan penelitian percepatan fermentasi tempe, yang mana musik rock jauh lebih meningkatkan proses pembelahan pada tempe. Ini sudah diuji oleh para guru besar di ITS,” jabarnya.
Ia juga mengaku karya para siswa ini telah dicatatkan pada Hak Kekayaan Intelektual. Selain tim Tech Fregesio, tiga tim lain dari SMAN 21 Surabaya yakni tim Galesto (Ganoderma Applanatum and Purple Sweet Potato for Diabetes Treatmen, tim Effecr Between Temperature, pH Solution Oxygen, And Salinity with The Degree of Parasite Shrimps in East Java serta tim CiSeRa-Effect of Syzygium Aromaticum, Ocimum Basilicum, Cymbopogon Citratus for 5 in 1 yang juga berhasil meraih gold medal diajang yang sama.
Perolehan medali ini sekaligus menjadikan SMAN 21 Surabaya menjadi sekolah yang meraih medali terbanyak di ajang yang sama. [Diana Rahmatus S]

Tags: