Pola Asuh Anak Salah, Penyebab Tingginya Penderita Gizi Buruk

Beberapa petugas RPG Dinkes Situbondo mencari data penderita gisi buruk baru-baru ini. [sawawi/bhirawa]

Beberapa petugas RPG Dinkes Situbondo mencari data penderita gisi buruk baru-baru ini. [sawawi/bhirawa]

Situbondo, Bhirawa.
Jumlah angka penderita gizi buruk yang tercatat di Kabupaten Situbondo cukup tinggi. Berdasarkan data di Rumah Pemulihan Gizi (RPG) Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Situbondo, selama tahun 2015 lalu, tercatat sedikitnya ada 215 penederita balita gizi buruk. Sedangkan untuk tahun 2016 ini jumlahnya masih belum terdata.
Menurut Sumarno, Kabid Pemberdayaan Kesehatan dan Mitra Masyarakat, Dinkes Kabupaten Situbondo menerangkan, jumlah tersebut tersebar di 17 Kecamatan di Kabupaten Situbondo. Paling banyak ada di Kecamatan Banyuglugur yang mencapai 29 balita gizi buruk.
Sedangkan terbesar kedua adalah Kecamatan Panji. Di kecamatan yang bersebelahan dengan Kecamatan Kota itu sudah ada 20 balita gizi buruk yang ditangani RPG. “Terbanyak ketiga itu Kecamatan Suboh yang mencapai 18 balita gizi buruk,” ugkap Sumarno.
Ada beberapa faktor bayi gizi buruk. Mulai dari faktor ekonomi maupun kurangnya pendidikan tentang kesehatan yang dimiliki orang tua. “Sehingga orang tua tidak paham makanan seperti apa yang harus diberikan pada bayinya,” tambah Sumarno.
Akan tetapi penyebab yang paling dominan, kata dia, dipicu oleh masalah pola asuh orang tua. Kata Sumarno, orang tua tidak memberikan pola asuh terhadap bayinya dengan baik. Salah satu pola asuh yang baik adalah dengan cara memberikan ASI kepada bayi yang masih berumur 0-6 bulan. “Pada kenyataannya ada ibu yang memberikan selain ASI terhadap bayinya yang masih berusia 0-6 bulan,” papar Sumarno.
Akan tetapi, lanjut Sumarno, dari angka tersebut sudah ditangani RPG Dinkes Kabupaten Situbondo. Salah satunya dengan memberikan makanan pemulihan. Hasilnya sangat memuaskan sebab dari 215 penderita gizi buruk, sudah tercatat 75 balita atau 35 persen yang mengalami perubahan atau kondisinya berangsur pulih. “Setelah diberikan makanan tambahan yang bergizi atau terapi pemulihan, gizinya kembali normal. Masa pemulihan biasanya 90 hari. Ada juga yang butuh waktu lebih dari itu,” ungkapnya.
Sumarno menerangkan, banyaknya penderita gizi buruk yang sudah terdata ini menjadi prestasi tersendiri bagi Dinkes atau penyelenggara pelayanan kesehatan di bawah. Sebab, hal itu akan memudahkan dalam penanganannya. “Ini berhasiil terdata karena surveilens (petugas Puskemas yang mencari bayi gizi buruk) aktif. Di Banyuglugur itu termasuk sangat aktif,” pungkas Sumarno. [awi]

Tags: