Polri Menuju “Presisi”

Kepolisian Republik Indonesia (Polri) berhasil lolos dari jebakan internal affairs, berkait rekayasa pembunuhan terhadap Brigadir-nya. Namun masih harus berupaya keras meneguhkan tekad menuju jargon “Presisi.” Terutama romantisme korps yang gampang disusupi menrea (niat) jahat. Berbagai pengumuman hasil penyelidikan bersaing ketat dengan “fakta versi medsos.” Ironisnya, Polri masih kalah pamor dibanding medsos (media sosial).

Bahkan medsos lebih cepat menemukan dalang pembunuh Brigadir-nya. Serta dengan logika akal sehat, medsos juga menolak kemungkinan pelecehan seksual, sebagai motif pembunuhan. Polri perlu menimbang fakta versi medsos yang telah beredar saat ini. Tak terkecuali yang sangat viral, tentang “Konsorsium 303,” yang menyebut Kaisar Sambo. Banyak disebut perwira lain. Walau tidak seluruhnya benar, namun bisa menjadi “skenario” yang tidak menguntungkan Kepolisian RI.

Citra Polri benar-benar dipertaruhkan pada kasus pembunuhan Brigadir-nya. Namun Polri memiliki panduan, berpayung UU Nomor 2 tahun 2002 Tentang Kepolisian RI.ada P pasal 19 ayat (1), diperintahkan: “Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia senantiasa bertindak berdasarkan norma hukum dan mengindahkan norma agama, kesopanan, kesusilaan, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia.”

Beredar di media sosial informasi yang menyebut soal adanya kerajaan perjudian online dengan sebutan “Konsorsium 303” yang dipimpin oleh Irjen Ferdy Sambo. Sebagai pimpinan disebut sebagai “Kaisar” Sambo. Di dalamnya disebutkan mengenai dugaan jaringan judi online, dan ada juga disebut sejumlah personel polisi lainnya. Jabatan “Kaisar,” berkait dengan posisi Ferdy Sambo sebagai Kepala Satgassus Merah Putih Polri, sejak Mei 2020.

Satgassus Polri (sekarang telah dibubarkan), merupakan badan non-struktural, dibentuk dengan Sprin (Surat Perintah) Kapolri. Tugasnya, melakukan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana yang menjadi atensi pimpinan, di dalam dan di luar negeri. Secara khusus, beberapa urusan ditangani Satgasus. Yakni, perkara psikotropika, narkotika, pencucian uang, tindak pidana korupsi, serta perihal Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Walau tergolong jabatan non-struktural, tetapi Kepala Satgassus Polri memiliki fungsi strategis. Berkonsekuensi dengan penggunaan biaya operasional penyelidikan dan penyidikan, cukup besar. Begitu pula menrea (niat jahat) bisa muncul setiap saat, mengeruk uang operasional dari “kanan – kiri.” Memungut biaya dari kedinasan. Sekaligus memungut uang dari penjahat. Ferdy menjadi “mesin uang.”

Menrea biaya operasioanl Satgassus, viral di medsos berkait (konon) temuan uang sebesar Rp 900 milyar di bunker. Konon pula, masih banyak kekayaan lain yang tersembunyi. Menjadikan Ferdy Sambo, nyaris benar-benar dianggap sebagai “Kaisar” yang cukup tajir. Bahkan berwibawa di hadapan senior. Dengan kekayaan itu pula, di-skenario pendukungan Capres tahun 2024. Tujuannya, Ferdy Sambo akan menjadi Kapolri setelah Pilpres.

Namun saat ini, seluruh skenario yang membentuk kerajaan Sambo dalam “sub-mabes” Polri telah runtuh. Sirna dalam sekejap, hanya karena “Kaisar” naik pitam, sampai membunuh Brigadir-nya. Bahkan coba menghilangkan barang bukti, sekaligus men-skenario cerita lain. Tetapi seluruhnya gagal total. Kini sang “Kaisar” bersama istrinya (dan beberapa pengawal) menghadapi ancaman dakwaan pembunuhan berencana, pasal 340 subsider 338 juncto pasal 55 dan 56 KUHP.

Tetapi harus diakui, tidak mudah menyidik seorang perwira tinggi Polri (bintang dua). Karena boleh jadi sudah memiliki relasi geng cukup luas. Terbukti sebanyak 31 personel Polri melanggar kode etik. Berpotensi tindak pidana. Polri telah merespons cepat (dan positif) seluruh aspirasi masyarakat yang berkembang pada medsos. Antara lain, sikat habis segala bentuk beking perjudian, peredaran narkoba, dan kejahatan lain oleh Polisi.

——— 000 ———

Rate this article!
Tags: