Sekolah Domestik Bisa Terima Siswa Asing

Warga asingSurabaya, Bhirawa
Pemberlakuan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) bukan hanya akan membuka pintu pasar tenaga kerja asing ke Indonesia dan sebaliknya. Di dunia pendidikan, momentum ini juga akan menjadi peluang masuknya siswa asing untuk belajar di sekolah domestik.
Seperti diungkapkan Kepala SD Muhammadiyah 4 Pucang Surabaya Edy Susanto. Pihaknya mengaku tengah bersiap untuk menerima siswa asing masuk ke Surabaya. Salah satunya dengan melengkapi diri dengan standarisasi internasional. “Sekolah kami sudah memiliki ISO. Artinya, sekolahan ini tidak berbeda dengan sekolahan di luar negeri,” kata Edy, Kamis (17/12).
Sekolah yang baru saja meraih penghargaan The Best Inspiring Elementary School of The Year itu mengaku akan menyiapkan jam tambahan untuk kelas yang menerima siswa asing. Namun, untuk fasilitas pembelajaran tidak akan dibedakan dengan kelas reguler. “Soal kelas internasional misalnya harus ada AC (Air Conditioner), in focusĀ  dan beberapa sarana penunjang lainnya,” imbuh Edy.
Tidak hanya fasilitas, ekstra kurikuler yang juga bisa diikuti siswa asing ialah bahasa Inggris dan Jepang. Edy menyebut tidak ada beda antara kelas untuk siswa asing dan reguler. Jika ada beda dikhawatirkan ada protes orangtua dan wali murid kelas reguler. Untuk jam tambahan bagi murid asing, menurut Edy, akan mengedepankan kurikulum internasional dari Singapura.
Selain siswa asing, sekolahannya juga akan menerima guru asing melalui program pemagangan guru. Guru dari sejumlah negara bakal datang tahun 2016. Ada dari Australia, Jepang, China, Jerman, Rusia dan lainnya. “Awal Januari 2016 akan lebih dulu datang dua guru asing. Mereka akan mengajar bahasa Inggris. Mereka juga akan mengenalkan tempat sejarah dan obyek wisata di negaranya,” papar Edy.
Secara terpisah, Kabid Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan (Dindik) Surabaya Eko Prasetyoningsih menuturkan, siswa asing pindahan dari negara lain tidak bisa serta merta bisa diterima di sekolah dalam negeri. Sebab, mereka harus mendapatkan perizinan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
“Pengurusan izin di kementerian juga dikarenakan perbedaan Dapodik (Data Pokok Pendidikan). Di Surabaya ada beberapa sekolahan dengan kurikulum internasional, yang kini bernama Sekolah Pendidikan Kerjasama (SPK). Salah satunya sekolah dengan bahasa Jepang,” kata Eko.
Keberadaan sekolah umum di Surabaya, kata Eko, bisa saja menerima siswa asing. Namun kurikulum yang diberikan tidak sama dengan yang diajarkan pada siswa reguler. Yang bisa diberikan sekolahan reguler seputar pembelajaran bahasa, pengenalan budaya.
Sementara untuk tenaga pendidikan asing, sekolah maksimal menerima 70 persen dari total pendidik yang ada. “30 persen harus ada pendidik WNI (Warga Negara Indonesia). Sedangkan untuk tenaga kependidikan maksimal hanya boleh 20 persen dari asing,” pungkas Eko. [tam]

Tags: