Sengkarut Data Bansos di Lamongan, Kodrat Sunyoto Tak Rela Kades Jadi Korban

DPRD Jatim, Bhirawa
Sengkarutnya pembagian bantuan sosial (Bansos) bagi masyarakat terdampak pandemi Covid-19 ada pada pendataan. Banyak warga yang harusnya berhak mendapatkan bantuan justru tak terdata. Sedangkan mereka yang tidak layak mendapatkan Bansos malah terdaftar sebagai penerima bansos.
Hal itulah yang dikeluhkan sebagian besar Kepala Desa yang ada di Kabupaten Lamongan kepada Anggota DPRD Jatim, Dr.H.Kodrat Sunyoto, SH, M.Si saat melakukan reses II 2021 di Desa Takeranklanting, Kecamatan Tikung beberapa hari lalu.
Banyak Kepala Desa yang menjadi bulan-bulanan warganya lantaran tidak mendapatkan Bansos meski sudah didata. Seperti yang dialami Yasmuin Kepala Desa Takeranklanting, Rudi Santoso Kepala Desa Boto Putih, Kasmolan Kepala Desa Gumining Rejo, M Takim Kepala Desa Tambak Ringandum dan Sunariyo Kepala Desa Jati Rejo. Selain itu, juga dihadiri beberapa Tokoh Masyarakat di setiap desa.
“Banyak warga saya yang mempertanyakan karena tidak mendapatkan Bansos. Padahal sudah kami data dan memang berhak menerimanya,” kata M Takim Kepala Desa Tambak Ringandum yang dibenarkan beberapa Kepala Desa lainnya.
Kodrat, yang juga Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD Jatim ini pun angkat bicara. Menurut dia, Menteri Sosial (Mensos) harus berani mengakui kekeliruannya karena tidak menggunakan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang telah terverifikasi dalam penyaluran bansos tersebut.
“Reses kemarin kami menerima banyak keluhan dari warga, khususnya Kepala Desa di Kabupaten Lamongan kalau proses pendataan warga terdampak Covid-19 tidak tepat sasaran. Harusnya pemerintah mempercayakan penyaluran bansos ini kepada kepala desa dan jajarannya karena dari tangan merekalah ujung tombak distribusi bansos lebih tepat sasaran,” kata Kodrat.
Politisi Partai Golkar tiga periode ini mejelaskan bahwa para kepala desa lebih paham kondisi dan teritori serta karakter masyarakatnya. “Lebih baik gunakan DTKS yang telah terverifikasi jauh lebih akurat,” ujarnya.
secara teori DTKS, lanjut Kodrat, yang digunakan Kementerian Sosial (Kemensos) harusnya menjadi jawaban atas kesemrawutan penyaluran bansos. Dia menyayangkan, DTKS yang sudah terverifikasi justru tidak digunakan sebagai rujukan.
Kodrat juga mengingatkan pemerintah pusat untuk cepat merespon dan bertanggung jawab atas kejadian di lapangan yang justru meresahkan dan membuat gaduh stabilitas sosial di daerah.
“Kalau kemudian di lapangan beberapa kepala desa menemukan kejanggalan-kejanggalan dalam hal distribusi bantuan sosial tersebut, maka pemerintah pusat tidak bisa lepas tangan dan mencari kambing hitam dalam sengkarut ini,” ujarnya.
Jadi jangan heran, lanjut Kodrat, kalau di lapangan ditemukan sengkarut distribusi bantuan yang salah sasaran, mulai data orang yang telah meninggal masuk menjadi penerima bansos atau orang yang telah lama merantau juga masuk dalamĀ listĀ bantuan dan masih banyak lagi target yang tak tepat sasaran.
Sementara itu, warga yang sejatinya perlu mendapatkan bansos justru tidak terjangkau dan tidak memperoleh bantuan. “Ini sangat ironi yang harus diakhiri dalam situasi pandemi Covid-19 yang belum tahu kapan berakhirnya,” tambahnya.
Selain itu, Kodrat meminta kepala daerah memaksimalkan tugas, peran, dan fungsi kepala desa sebagai ujung tombak pemerintah pusat dalam menjalankan pendistribusian bansos. Dengan begitu, pembagian berjalan cepat, tepat, akurat, terukur, dan menyeluruh. [geh.aha.yit]

Tags: