Sepanjang 2016, 89 Orang Asing Kantongi KTP Surabaya

Surabaya, Bhirawa
Kota Surabaya agaknya mampu menyedot Orang Asing (OA) untuk tinggal tetap. Buktinya, dari tahun ke tahun, jumlah OA yang memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) di Surabaya meningkat. Di tahun 2016, ada 89 OA yang telah mengantongi KTP. Jumlah tersebut lebih banyak dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Kepala Dispendukcapil Kota Surabaya Suharto Wardoyo mengatakan bahwa KTP untuk Warga Negara Asing (WNA) berbeda dengan Warga Negara Indonesia (WNI). Yakni warna blangko KTP untuk WNA berwarna kuning.
“Bagi orang asing pemegang Kitap (Kartu Izin Tinggal Tetap) harus mengurus KTP. KTP tersebut berlaku selama 5 tahun. Sama dengan KK (Kartu Keluarga),” katanya saat dikonfirmasi Harian Bhirawa, Selasa (17/1) kemarin.
Mengacu pada data di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dispendukcapil) Kota Surabaya. Instansi ini memang mencatat seluruh Warga Negara Asing (WNA) yang mengurus Surat Keterangan Tempat Tinggal (SKTT) di Surabaya. Orang Asing ini yang berhak mendapatkan SKTT adalah meraka yang memiliki pekerjaan, terutama di Surabaya.
Hingga akhir Desember 2016, ada 2.312 Orang Asing yang mengurus SKTT. Disamping itu, Dispendukcapil Surabaya mencatat ada 78 pendaftaran OA yang memiliki tinggal terbatas berubah menjadi OA yang memiliki izin tetap. Sementara, 77 Kartu Keluarga (KK) juga telah dikantongi OA. Dan untuk KTP sebanyak 89 telah dikeluarkan.
Sementara, Kepala Seksi (Kasie) Pindah Datang WNI dan Orang Asing (OA) Dispendukcapil Kota Surabaya Relita Wulandari menengarai jumlah orang asing di Surabaya lebih dari yang ada di data. Buktinya, pada saat pemantauan orang asing di berbagai tempat masih menemukan pelanggaran.
“Dua Minggu sekali kami melakukan pemantauan bersama rekan-rekan dari Imigrasi, Kejaksaan, kepolisian, Disnaker, dan juga Linmas untuk memantau dokumen bersangkutan. Dokumen tersebut berupa paspor, kalau bekerja harus menunjukkan Kitab dan Kitas, izin Disnaker, dan surat tanda melapor dari polisi,” katanya.
Pemantauan itu, imbuh dia, kerap menyasar perumahan elite, apartemen, hotel, dan juga kursus-kursus bahasa. Pemantauan kali ini memang dilakukan dua minggu sekali yang sebelumnya seminggu bisa sampai dua kali.
“Tahun kemarin itu ada yang melanggar di sekolahan itu ada yang belum mengurus SKTT. Ada juga yang melakukan seminar kesehatan, judulnya wisata tapi melakukan promosi. Sanksinya mulai BAP hingga deportasi yang dilakukan Imigrasi,” jelasnya.
Menurut dia, KTP untuk orang asing yang mengatur langsung Departemen Dalam Negeri (Depdagri). “Nah, sekarang ini masih belum ada aturan yang pasti apakah orang asing wajib KTP elektronik (e-KTP) apa tidak,” ujarnya. (geh)

Tags: