Sistem Proporsional Terbuka Pemilu 2024 Cocok bagi Rakyat Indonesia

Forum legislasi bertajuk “Putusan MK dan Peluang Revisi UU KPK”, di Gedung DPR-RI Jakarta, Selasa siang (30/5).

Jakarta, Bhirawa.
Testing the water atau cek ombak Prof Denny Indrayana tentang informasi akan adanya putusan MK (Mahkamah Konstitusi) bahwa Pemilu Legislatif 2024 nanti akan menggunakan sistem proporsional tertutup. Atau coblos tanda gambar partai, tidak coblos gambar orang, calon wakil rakyat yang dipilihnya. 

Pernyataan mantan Wamenkumham Denny Indrayana ini mengguncang pendapat masyarakat luas dan para wakil rakyat di DPR RI. Khususnya wakil ràkya Habiburokhman dari partai Gerindra dan Supriansah dari partai Golkar. Kedua wakil rakyat itu meng-apresiasi pernyataan Denny Indrayana, karena bisa membulatkan tekad dan kemauan sebagian besar rakyat untuk tetap menggunakan sistem proporsional terbuka dalam Pemilu Legislatif 2024 mendatang.

“Sistem proporsional terbuka masih yang terbaik di Indonesia. Karena kita sudah pernah menjalani sistem proporsional tertutup lalu berganti terbuka dan ternyata cocok. Karena dengan sistem terbuka rakyat memiliki kedaulatan untuk menentukan wakilnya yang akan duduk di legislatif. Mulai dari DPRD Kabupaten/Kota, DPRD Provinsi dan DPR RI,”  ungkap Supriansah wakil rakyat DPR RI (Golkar) dalam forum legislasi bertajuk “Putusan MK dan Peluang Revisi UU KPK”, Selasa siang (30/5). Nara sumber lain, anggota Komisi III DPR RI Habiburokhman (Gerindra), pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis dan dosen Fak Hukum Uns Islam Riau Rizqi Azmi. Juga Prof Denny Indrayana secara virtual dari Australia.

Supriansah lebih jauh, sistem proporsional terbuka, melibatkan rakyat secara penuh untuk menentukan siapa pilihannya. Berarti, kedaulatan ada ditangan rakyat bukan ditangan partai. Sistem dengan cara pendekatan pelaksanaan terdaftar terbuka ini, jauh lebih bagus dibanding tertutup. Karena banyak mata yang bisa menyaksikan, banyak orang yang bisa melihat, bisa mem protes, bisa melaporkan ke Bawaslu jika terjadi tindakan tindakan di lapangan.

“Kemandirian MK perlu diperbaiki dengan sistem yang ada di sana dan harus dijaga independensi Hakim di MK. Tentang perpanjangan masa jabatan di KPK dari 4 tahun menjadi 5 tahun, karena sudah di undangkan, maka bagi yang tidak setuju, bisa mengajukan uji di MK ,” pesan Supriansah.

Habiburokhman sependapat dengan rekannya, dengan sistem proporsional terbuka yang ada sekarang ini, telah memberi kesempatan sama kepada kelompok, yang sama sama punya jasa sama besar terhadap partai. Tapi dengan kembali ke sistem tertutup maka akan terjadi cheos dan dalam konteks politik, atau ribut.

Terkait UU KPK, kata Habiburokhman, Komisi III kini tengah menunggu sikap resmi Pemerintah. Ada 2 hal, pertama, MK memang berwenang mengambil keputusan uji materi, tidak bisa didebat lagi, apapun mau Pileg, mau tidak. DPR RI itu posisinya pengawas, tidak berwenang menyetujui, atau menolak putusan MK. (ira.hel).

Tags: