Soal RKUHP, GMNI Jombang Tak Ingin Minim Partisipasi Masyarakat

Ketua GMNI Jombang, Mohammad Kelvin Arisudin Akbar saat diwawancarai, Selasa sore (09/08). [arif yulianto/bhirawa].

Jombang, Bhirawa
Menyikapi terkait Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKHUP) Pengurus Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Jombang buka suara. GMNI Jombang tidak ingin proses pembahasan RKHUP ini minim partisipasi dari masyarakat.

Oleh karenanya, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) didorong untuk membuka kran partisipasi semua elemen masyarakat pada pembahasan RKHUP.

“Perlu adanya transparansi kepada masyarakat. Kami sudah melakukan penolakan yang demonya berjilid-jilid hingga akhirnya pengesahan RKUHP ditunda,” kata Ketua GMNI Jombang, Mohammad Kelvin Arisudin Akbar, Selasa sore (09/08).

“Kami tidak ingin proses pembuatan undang-undang yang minim partisipasi masyarakat, DPR harus mengajak semua elemen masyarakat, karena ini negara demokrasi, kami minta keterbukaan dari dewan,” tandas dia.

Terkait RKHUP ini lanjut dia, pihaknya juga telah melakukan kajian-kajian pasal-pasal di dalam RKUHP. Di antaranya yakni tentang pasal penghinaan terhadap negarawan.

Mohammad Kelvin menilai, jika pasal tersebut nantinya masih menjadi pasal karet seperti halnya UU ITE, mahasiswa bakal melakukan perlawanan.

“Yang paling memberatkan, soal kebebasan berpendapat. Padahal hak berpendapat adalah hak fundamental dari implementasi HAM, mahasiswa sering kebingungan soal ini,” ujarnya.

Mohammad Kelvin Arisudin Akbar juga menilai, pembahasan RKHUP tidak tepat dilakukan pada tahun-tahun politik menjelang Pemilu 2024 seperti saat ini.

“Idealnya dibahas setelah Pemilu,” ujarnya lagi.

Sementara itu, Pengurus Badan Koordinasi Nasional Lembaga Pers Mahasiswa Islam (Bakornas Lapmi)-PB HMI, Syarif Abdurrahman mengatakan, pihaknya menyambut baik langkah pemerintah yang menunda pembahasan RKUHP setelah ada desakan dari masyarakat.

“Sayangnya, sekelas pemerintah ‘kok’ nunggu diprotes dulu baru dibahas kembali. Kesannya terburu-buru,” kata Syarif Abdurrahman melalui tulisan What’s App (WA) Telepon Seluler (Ponselnya).

“Saat ini pemerintah Indonesia sedang suka main diam-diam, tiba sah saja. Ini bahaya. Hukum itu adalah cermin kesadaran hidup masyarakat. Sehingga, hukum yang akan diberlakukan itu juga harus mendapat pemahaman dan persetujuan dari masyarakat. Itu hakikat demokrasi dalam konteks pemberlakuan undang-undang,” papar dia.

Terkait adanya pasal-pasal yang dianggap kontroversial dalam RKUHP, Syarif Abdurrahman berpendapat, seharusnya pembahasan RKUHP dilakukan secara terbuka serta diketahui publik, dan juga ada proses sosialisasi. Dalam hal ini, Syarif Abdurrahman menilai, cara pemerintah berkomunikasi masih jelek.

Disinggung lebih lanjut seperti dampak positif dan negatifnya jika RKHUP dipaksakan disahkan, sementara masih ada pasal-pasal yang dianggap kontroversial, dia kemudian mengatakan, dampak positifnya yakni segera ada payung hukum tentang permasalahan yang membutuhkan payung hukum.

“Negera terkesan otoriter. Ada kesan undang-undang ini pesanan cukong atau pemodal,” timpalnya.

“Dampak Negatifnya, hak kebebasan masyarakat untuk mendapatkan informasi dan kebebasan terganggu. Seperti hina Presiden dan Wapres terancam penjara 3,5 tahun, unggas masuk kebun orang : pelaku didenda dan hewan disita negara, ngaku dukun dan punya kekuatan gaib diancam 18 bulan, penghinaan terhadap pengadilan atau Contempt of Court,” bebernya memungkasi.(rif.gat)

Tags: