Tidak Boleh Abai

Karikatur kekerasan lumajangSEORANG petani dianiaya oleh sekelompok orang lalu dibunuh. Jenazahnya digeletakkan begitu saja di jalan kampung antara balai desa dan pemakaman. Seorang lagi dirawat di rumah sakit karena luka-lukanya yang amat parah setelah dikeroyok kelompok yang sama. Sepekan setelah kejadian itu polisi mengumumkan telah menahan 24 tersangka pelaku.
Dua petani yang jadi korban kekerasan itu adalah sebagian kecil dari petani-petani yang gelisah, karena lahan hidupnya terancam oleh penambangan liar pasir besi di desa mereka. Sejak tahun lalu mereka menyampaikan keluhan ke berbagai pihak yang dianggap bisa membantunya mengatasi persoalan itu, namun tak ada reaksi.
Aksi turun ke jalan, juga pernah mereka lakukan sebagai protes. Namun hasilnya tetap sama. Bahkan sebaliknya, mereka yang lantang menentang penambangan itu justru menjadi bulan-bulan teror dan berbagai ancaman. Langsung maupun tidak. Puncaknya adalah penganiayaan dan pembunuhan atas dua orang tersebut.
Peristiwa ini memicu kemarahan banyak pihak, bahkan Presiden RI, Joko Widodo, segera menginstruksikan Kepala Kepolisian RI untuk mengerahkan anak buahnya menuntaskan proses hukum atas mereka yang terbukti sebagai pelakunya.
Sangat boleh jadi insiden ini hanyalah satu di antara begitu banyak contoh konflik horizontal yang dilatarbelakangi konflik kepentingan antara penambang dan warga yang mempertahankan dan memperjuangkan hak-haknya.
Beberapa tahun lalu di Kalsel, juga terjadi hal yang hampir mirip. Seorang guru olahraga, yang giat menyuarakan hak-hak rakyat saat berhadapan dengan kekuasaan penambang, dibunuh secara keji di hadapan keluarganya. Polisi menangkap pembunuhnya. Belakangan, pelaku ini bebas setelah menjalani hanya tiga bulan 20 hari kurungan!
Peristiwa lain adalah pembunuhan terhadap seorang pemilik lahan di sebuah desa di Batulicin tahun 2007. Kedua kasus ini tak pernah terungkap secara terang, karena selalu terkesan ada upaya-upaya mengaburkan dan mengalihkannya.
Warga pernah dikejutkan pula oleh pembunuhan sadistis atas seorang pengelola persewaan alat berat. Banyak pihak yakin peristiwa keji ini bukan semata tindak kriminal murni, melainkan ada kaitan dengan konflik kepentingan pertambangan.
Praktik lain bisa pula berbentuk kriminalisasi atas orang atau pihak yang dianggap menghalangi atau akan mengganggu para penambang itu. Pernah terjadi seorang pengurus koperasi dipenjarakan atas tuduhan penambangan liar, setelah itu lahannya diambilalih dan dikuasai pihak lain.
Di sisi lain, fakta-fakta di lapangan -meski tidak terbuka- dan pengalaman dari masa ke masa menunjukkan bahwa hukum seakan tidak punya kekuatan ketika dihadapkan dalam konteks bisnis tambang.
Sebaliknya, hukum seringkali justru dijadikan alat pembenar bagi ketidakbenaran praktik ilegal, bahkan sering pula dijadikan alat mengkriminalkan pihak yang sesungguhnya berhak. Bukan rahasia bahwa dalam kasus-kasus seperti ini, aparat penegak hukum selalu berdiri atau berada di pihak pemilik modal.
Dalam kasus di Jawa Timur, tergambar bagaimana penguasa modal bersekutu dengan kekuasaan pemerintahan, dalam hal ini Kepala Desa, saat berhadapan dengan rakyat yang seharusnya mendapat layanan perlindungan yang sama. Peristiwa di Jawa Timur menunjukkan, rakyat sudah mengadu bahwa mereka diancam dan diteror, tapi penegak hukum mengabaikannya.
Demikian pula peristiwa yang menimpa guru olahraga di Tanahbumbu, yang hingga kini masih menimbulkan tanda tanya itu.Tak jelas, pasal apa yang digunakan oleh penyidik, penuntut, dan hakim, manakala mengadili seorang yang jelas-jelas terbukti membunuh sesamanya itu, sehingga vonisnya “hanya” tiga bulan lebih.
Penegakan hukum dalam konteks apa pun, hanya mimpi yang takkan pernah terlaksana sepanjang aparatnya terlibat dan jadi bagian dari praktik-praktik kotor itu.

                                                                                                            ————– 000 —————

Rate this article!
Tidak Boleh Abai,5 / 5 ( 1votes )
Tags: